Chapter #05

64 7 4
                                    

"ISTIRAHAT kedua mau kemana?" tanya Langit ketika duduk di depan kelas Senja sambil memandang wajah kekasihnya itu.

"Palingan ke perpus doang," jawab Senja. Menaruh bukunya di sebelah tempat duduk Langit. Sebenarnya dia malas meladeni Langit mengingat setelah ini ada ulangan harian Matematika. Pelajaran yang paling dia benci. Sangat berbeda dengan Langit yang mendewakan Matematika. "Lang, ini gimana sih caranaya?"

Langit melihat soal kemudian menjelaskan satu rumus yang paling mudah untuk menyelesaikan soal ujian. Senja malah menggerutu, bukan cara cepat yang dia inginkan, melainkan cara normal seperti yang diajarkan Pak Ihsan.

"Yang penting hasilnya, Beb."

Senja melirik. "Itu menurut kamu."

"Bilang aja ke Pak Ihsan kalau aku yang kasih tau rumus yang ini. Bilang aja aku guru lesnya. Bereskan, Beb. Yang penting hasilnya dong. Ngapain pakek rumus sulit-sulit kalau hasilnya tetep sama."

Buk!

Senja memukul lengan Langit dengan sangat keras. "Nggak becanda tau. Aku nggak mau aja kalah sama Tania. Dia tiba-tiba jago Matematika. Sialan banget," racau Senja.

"Ikut bimbel di tempatku aja," ajak Langit. Senja bukan anak yang suka menghabiskan waktunya di tempat bimbel. Baginya tidak perlu tempat bimbel untuk membuat kepala pusing, sekolah saja sudah cukup.

Senja menggeleng malas. Menghempaskan tubuhnya bersandar di tembok depan kelas. "Huft," desah Senja. "Aku nggak punya otak mesin kayak kamu. Nggak ada capeknya tau otak kamu."

Langit mengangguk. "Sini aku ajarin." Dengan sangat pelan Langit memberikan rumus seperti yang diharapkan Senja. Sedikit lebih simpel daripada penjelasan Pak Ihsan. Membuat Senja terpukau dengan kepandaian Langit. Tidak ada cowok yang dia kenal secerdas Langit. Apalagi ditambah bonus tampan. Siapa sih yang nggak terpesona dengan Langit?

"Nanti kalau ke perpus tunggu aku."

Senja menoleh. "Kok tiba-tiba jadi posesif sih? Biasanya nggak peduli aku mau kemana."

"Nggak mau posesif, Beb. Cuman mau bareng aja ke sana."

Senja tersenyum. Mencubit pipi Langit gemas. "Tumben banget tapi, Lang. Kamu kan tipe orang yang nggak mau ke perpus. Kamu tuh udah pinter dari sananya tanpa ke perpus."

"Ya karna di perpustakaan Daddy lebih lengkap bukunya. Di sini membosankan semua."

"Idih mentang-mentang orang kaya."

Langit menganggat kra bajunya sambil menyombongkan diri. "Jelas dong. Kaya emang harus dimanfaatin."

"Dasar sombong."

"Tapi kamu cinta."

"Itu terpaksa."

"Yang penting cinta."

"Nyebelin banget sih."

"Tapi kamu sayang."

"Itu terpaksa."

"Mana ada terpaksa coba. Semua orang tau lagi, kalau kamu udah cinta benget sama aku. Sampai di tahap takut kehilangan gitu," goda Langit. "Sama Tania aja cemburu."

Mendengar nama Tania, wajah Senja tiba-tiba menjadi sangat bete. "Karna yang sono kegatelan. Malu-maluin tau nggak sih. Gatel banget," cibirnya.

"Tuh kan cemburu."

"Iya cemburu? Kalau cemburu emangnya kenapa?"

"Jadi makin tambah sayang." Langit mengecup pipi Senja dengan cepat hingga membuat Senja membabibuta memukulnya dari segala arah. Dari lengan sampai dada.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang