Chapter #18

40 4 0
                                    

ADA perasaan campur aduk ketika Senja melangkahkan kakinya memasuki perkampungan kumuh di tengah ibukota. Sore itu dia rela berjalan sendirian di tengah-tengah gerombolan anak-anak sedang bermain di lorong-lorong yang bertelanjang dada. Beberapa anak menabrak Senja hingga membuat Senja terhuyung ke kiri. Bukan hanya anak-anak yang membuat Senja menyipitkan mata, bapak-bapak juga terlihat sedang duduk bercengkrama menyesap kopi memandangnya dengan tatapan aneh. Pasalnya Senja berjingkat-jingkat melewati lubang-lubang jalan lorong. Saat itu Senja hanya berpikir, semoga saja jalan yang dilewati adalah jalan yang tepat. Tidak membayangkan bagaimana nasibnya kalau harus putar balik melewati jalan yang sama tanpa hasil apapun.

Sekitar 5 meter dari rumah Fajar. Senja melihat Fajar sedang berkutat dengan sepeda miliknya. Entah apa yang dilakukannya. Terlihat sangat asik. Buru-buru Senja berlari berusaha mendekat.

"Aawwww."

Suara teriakan Senja membuat Fajar menoleh. Dia segera berdiri membantu Senja yang saat ini jongkok memegang kakinya. Meringis kesakitan. Bukan hanya meringis kesakitan, Senja juga berusaha menutupi membenarkan posisi roknya agar tidak tersingkap menunjukkan paha putihnya. Seperti yang biasa, anak kota populer selalu membuatnya pusing dengan cara berpakaian.

"Nja... Kamu nggak papa kan?" tanya Fajar mencoba fokus untuk tidak melihat paha putih Senja. "Ayo berdiri. Masih bisa kan?"

Fajar segera berdiri. Meraih tangan Senja. Memapahnya menuju rumah. Disambut oleh tante dan sepupunya yang menatap sinis. Tidak dihiraukan oleh Fajar. Dia lebih suka mengkhawatirkan Senja. Lihat saja, saat ini saja dia melihat Senja meringis ketika berjalan.

"Duduk dulu ya di sini."

Hanya bisa menurut, akhirnya Senja mengangguk. Rumah sesak, tanpa cat, lembab, tembok mengelupas, keramik rumah juga di pasang seadanya menjadi pemandangan baru buat Senja. Tulisan, JASA TAMBAL BAN, tertera sangat besar dan jelas di kaca rumah, seakan menjadi hiasan. Membuat Senja bergidik ngeri.

"Kamu nggak papa kan?" tanya Fajar kembali memastikan. Berjongkok di depan Senja. Menatapnya dengan penuh perhatian.

Namun Senja malah melihat rumah Fajar dengan sangat aneh. Ini pertama kalinya datang ke tempat seperti ini.

Ingat! Pertama kalinya.

"Boleh lihat kaki kamu?"

Senja meraih tas. Menutupi pahanya ketika Fajar mengangkat kakinya untuk diperiksa. Bengkak memerah. Membuatnya semakin meringis melihat kondisinya. Apalagi mencoba mengingat letak rumah sakit yang sepertinya tidak ada di tempat ini.

"Pelan-pelan."

"Ini udah pelan-pelan." Fajar tersenyum melihat ekspresi Senja. "Tahan ya." Mencoba mengurut kaki Senja lalu crraakk. Dengan sangat cekatan Fajar membenarkan posisi terkilir kaki Senja sekaligus menahan kaki Senja agar tidak menendangnya. "Sudah."

"Sakit tau." Senja sudah menghapus air matanya yang spontan keluar dari matanya.

"Tapi sakitnya cuma sebentar."

"Sebentar apa? Masih sakit."

"Pelan-pelan buat jalan ya."

Senja menuruti sambil menatap sinis Fajar. Dan ajaibnya, yang dikatakan Fajar benar. Kakinya tidak lagi sakit setelah diobati dengan cara ekstrim seperti itu.

"Tuh kan."

"Tapi sakit."

"Kesini sama siapa?" Fajar bertanya sambil menahan tawa. Senja kembali duduk di tempatnya. Itupun pelan-pelan takut tiba-tiba di kursinya ada semacam benda asing menjijikkan.

"Sendiri."

"Tahu dari mana rumahku?"

"Yogi. Sorry, gue ke sini nggak bawa apa-apa."

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang