KISAH cintanya telah berakhir. Itulah yang ada di kepala Langit. Seperti yang dikatakan, dia memutuskan untuk pergi ke Jerman seminggu lebih cepat. Meninggalkan semua kenangan yang sudah merusak rencana-rencananya. Tidak ada yang bisa dipertahankan dari kisah ini. Kecuali seorang gadis yang mendedikasikan hidup untuknya. Yap, Tania berdiri tak jauh darinya dengan muka manyun.
Pagi ini gadis itu sengaja bangun pagi-pagi. Membantunya mengangkat koper dan tentu saja seperti saat ini, Tania sibuk mengecek semua kebutuhannya. Memastikan semuanya baik-baik saja bersama dengan Kak Feline.
"Lo butuh kopi nggak sebelum berangkat?" tawar Tania.
Langit hanya memberikan senyum kepada Tania. Dia tahu Tania ingin bicara walau sebentar sebelum ia meninggalkan kota ini.
"Lang," panggil Tania begitu duduk di cafe. Mereka hanya berdua. "Kenapa buru-buru banget sih, Lang. Lo nggak kasihan ama gue?" tanya Tania sedikit merendahkan suaranya. Berharap Langit mendengarkan semua keluhannya hari ini.
Langit sekilas menoleh. "Nanti juga bakalan pergi, Ta," gumannya dengan suara parau.
"Tapi nggak secepet ini juga."
"Nggak perlu kesel gitu mukanya," ucap Langit setengah tertawa.
"Gue tahu kalau gue nggak sepenting Senja. Lo nggak bakal ngabulin permintaan gue untuk tetep stay selama seminggu buat gue." Tania sedikit menunduk ketika mengatakannya. Justru Langit menggenggam tangannya hingga tatapan keduanya saling bertemu.
"TAA, dengerin aku..."
"Bener kan?"
Langit lebih erat menggenggam tangan Tania. "Itu sebabnya jangan pernah suka ama gue. Gue nggak bisa berikan harapan yang lebih dari ini."
"Lo bakal pulang kan Lang?"
"Nanti gue pikirin lagi."
Tania menundukkan kepalanya. Menyembunyikan kesedihannya. Baru kali ini dia begitu merasa kehilangan. Lebih dari kehilangan ketika Langit menolaknya.
"Nanti siapa yang bakal gue bucinin lagi?" tanya Tania.
"Maafin gue, Ta."
"Aku bakalan nunggu kamu sampai pulang ke sini lagi, Lang. Aku janji."
Langit mengalihkan perkataan Tania dengan melihat ke arah jam tangannya. 25 menit lagi pesawatnya akan take off. "Yuk, udah mau jalan," ujarnya saat itu.
"Udah nggak sabar ya buat pergi?" sindir Tania.
Langit meremas tangan Tania. "Nanti kalau sempat lo bisa ke Jerman juga. Gue nggak bakal cegah lo kalau lo beneran mau."
Tania melepaskan genggaman tangan Langit. Menyipit tidak yakin. "Nggak percaya tuh."
"Kalau gitu nggak usah percaya," jawab Langit sangat santai. Tania hanya tersenyum mengikuti di belakangnya. Itu artinya Langit memberinya kesempatan.
"Lo tau nggak?" tanya Tania.
"Ga usah main tebak-tebakan, Ta."
"Meskipun lo bilang gue bisa ke Jerman, belum tentu juga lo ada waktu buat gue."
"Bakal gue usahain."
Tania menyamakan langkahnya. Bahkan sedikit mendahului Langit. "Itu artinya lo nggak bener-bener mau. Buktinya masih diusahanin. Kalau emang niat harusnya jawabnya nggak gitu, Lang," protes Tania.
"Ya harusnya gimana Ta jawabnya?"
Tania menunjukkan deretan gigi putihnya tersenyum lebar.
"Ya bilang dong, buat Tania sayang gue bakalan ngerelain waktu buat dia selama dia ada di sana," goda Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]
Teen Fiction(Completed) Apa jadinya kalau cintamu bertepuk sebelah tangan? Mempertahankan cinta atau merelakannya? Dapatkah Langit mempertahankan cinta Senja dikala Fajar mencoba untuk mendapatkan cinta Senja? Langsung baca ceritanya.... [END] Start: 1 Juni 2...