Chapter #32

25 2 0
                                    

"Mbak, ini kita mau kemana?"

"Langsung pulang aja, Pak." Senja sedari tadi menghapus air mata yang tidak mau berhenti keluar tersadar oleh keberadaan Pak Adi. "Langsung pulang, Pak."

"Nggak mau mampir-mampir dulu, Mbak?"

"BAPAK BISA DENGER NGGAK SIH? KALAU PULANG YA PULANG. BISA NURUT NGGAK SIH?" sentak Senja saat itu.

Wajah Senja memerah tidak bisa menahan amarahnya.

"Ibu ada di rumah, Mbak. Nanti Ibu tahu kalau Mbak Senjanya sedih. Mbak Senja kelihatan banget loh kalau habis nangis."

Senja tidak bisa menahan tangannya memegang bibir. Setiap kali dia mengkhawatirkan sesuatu. "Kita ke apart aja, Pak."

Senja terpaksa meminta Pak Adi untuk memutar balik mobilnya. Dia tidak mau pulang dalam keadaan seperti ini. Apa boleh buat, dia butuh sendirian. Apartemen menjadi salah satu pilihan ketika dia tidak mau bertemu dengan kedua orang tuanya.

Senja membuka paksa pintu apartemennya. Hadiah kecil yang diberikan Papa untuk ulang tahun ke 17-nya. Senja melangkahkan kakinya menuju kamar, menghempaskan tubuhnya di sana. Memejamkan mata mencoba melepaskan semua bebannya. Melupakan apa yang terjadi tadi. Sayangnya, bayangan Langit berciuman dengan Tania memenuhi otaknya. Membuat tubuhnya serasa kebas dan air mata terus mengalir tanpa henti.

Baru saja memejamkan mata. Senja mendengar ketukan pintu apartemennya. Terlihat Pak Adi berdiri di sana. Menenteng sesuatu. Sepertinya makanan.

"Makan dulu, Mbak."

Senja membuka pintu apartemennya.

"Pak Adi aja."

"Ini bukan makanan kesukaan Bapak, Mbak. Semua ini makanan kesukaan Mbak Senja."

Mau tidak mau Senja menerima pemberian Pak Adi.

"Pak Adi pulang aja deh. Jangan nungguin di bawah. Nanti malah nggak enak tidurnya di mobil."

Pak Adi seperti biasa tersenyum canggung. "Mbak Senja baik-baik ya di sini. Jangan ngelakuin hal bodoh."

Astaga! Jadi itu yang ada di pikiran Pak Adi, batin Senja mendengus.

"Pak Adi tenang. Aku nggak sebodoh itu."

"Dimakan ya, Mbak."

Saat itu Pak Adi meninggalkan Senja. Sambil menenteng malas Senja kembali masuk ke dalam apartemennya. Semua yang dibeli Pak Adi adalah makanan kesukaannya. Tapi entah mengapa dia menjadi tidak selera untuk makan.

Senja kembali berbaring di kamarnya. Memeluk guling untuk menghentikan air matanya. Dia tidak menyangka pengaruh Langit begitu dalam. Hari ini karena patah hati, Senja hanya bergelung di balik selimut. Mengabaikan semua makanan kesukaannya. Tidak menyentuh air sedikitpun.

Tepat keesokan harinya.

Wajah Senja terlihat begitu pucat. Rambutnya terlihat sangat berantakan. Sambil mengernyit dia memegang perut. Sudah dua kali pagi ini dia muntah-muntah. Perutnya mendadak sakit parah.

Sambil berusaha meraih ponsel dia menghubungi Pak Adi. Frustasi karena tidak menemukan nomor Pak Adi. Dengan sangat terpaksa Senja men-Dial nomor darurat di ponselnya. Nama Langit tertera di sana.

Dua kali panggilan telpon tidak diterima. Sampai di panggilan ketiga, suara serak itu memenuhi telinga Senja. Membuat Senja kembali mengingat sakit hatinya.

Sedangkan di sisi lain, Langit dihadapkan oleh erangan kesakitan di suara Senja.

"Sayang, Kamu nggak papa kan?" Suara panik di balik telepon kembali membuat air mata Senja luruh tanpa diminta.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang