Chapter #26

25 3 0
                                    

"YOGI nyebelin banget. Masa dia sengaja godain Langit yang lagi ngelamun. Narik bangkunya, sampai Langit jatuh." Fajar tertawa terbahak-bahak ketika menceritakan tentang Langit tadi waktu di kelas. "Kalau kondisi normal, dia biasanya marah. Tapi nggak, Langit sama sekali nggak marah. Semua yang ada di kelas pilih diam daripada tanya ini itu ke Langit. Arya aja diam." Fajar menggeleng tidak percaya.

"Masa sih?" tanya Senja sedikit tidak percaya dengan cerita Fajar. Langit memang terkenal emosional. Apalagi kalau berhubungan dengan sesuatu yang jahil seperti itu.

"Kamu tanya dia deh." Fajar menghentikan langkahnya tepat di depan abang-abang batagor. "Kamu beli juga nggak? Aku beliin."

Senja nyengir. Dia tidak terbiasa membeli batagor di gerobak abang-abang depan sekolah. Gerobaknya kotor seperti tidak terawat. "Lain kali aja deh."

"Aku beliin."

"Iya lain kali, Jar. Tapi aku nggak mau yang di sini."

Akhirnya Fajar menurut. Hanya membeli satu bungkus untuknya. Setelah itu mereka duduk di halte, seperti biasa. Senja sedang menunggu Langit yang saat itu masih mengambil motor di halaman parkir sekolah. Sedangkan Fajar menemani Senja.

"Kotak makan siapa?" tanya Fajar penasaran ketika Senja menenteng kotak makan bewarna pink. "Tumben ke sekolah bawa bekal makan? Lagi nggak boleh makan di luar?"

"Bukan. Ini buat Langit."

"Oh." Fajar mengangguk mengerti. "Kenapa nggak dikasih waktu jam istirahat?"

"Biar dimakan waktu bimbel. Lagian ini kue bukan nasi. Jadi nggak mungkin basi."

Tidak lama motor Langit berhenti tepat di depannya. Suara klakson membuat Senja bergegas menghampirinya. Fajar hanya memberikan anggukan sekaligus senyuman. Langit hanya memalingkan mukanya. Tidak peduli sama sekali dengan sapaan Fajar. Menyerahkan helm untuk Senja.

"Nggak usah jutek gitu mukanya. Jelek tau," omel Senja melihat Muka Langit yang terlihat kesal dengan keberadaan Fajar di sana. "Ini buat kamu. Biar juteknya hilang." Senja menyodorkan bekal makan warna pink untuk Langit. Sekilas Langit membukanya, ada potongan kue brownies di sana. Kue kesukaan Langit.

Langit membuka tasnya. Menaruh bekal makan di sana. Tanpa sedikitpun bicara. Bahkan membalas dengan kata kata terima kasih. Tidak seperti Langit biasanya. Senja rasa ada yang berubah dari sikap Langit hari ini. "Kenapa sih jadi pendiem gini?" tanya Senja penasaran. Sambil duduk di jok belakang motor.

Langit memaksakan senyumnya. Lebih seperti cengiran. "Nggak papa. Mau kemana?"

"Kamu nggak jawab pertanyaan ku. Jadi males banget." Senja memukul pelan pundak Langit. "Jawab dulu, Lang."

Langit mengabaikan. Menarik pedal gas motornya. Konsentrasi memecah jalanan ibukota yang sudah penuh dengan pengendara lain. Anak-anak SMA, SMP memenuhi ruas jalanan. Hingga membuat Langit beberapa kali menginjak rem menghindari beberapa pengendara yang ugal-ugalan. Dalam kondisi normal, Langit sudah pasti mengomel ini itu. Yang dikatakan Fajar benar. Langit berubah. Lebih pendiam.

"Kalau ada masalah ngomong, Lang. Jangan dipendem sendiri kayak gini. Kamu ada bertengkar sama Daddy? Atau sama Kak Artha?" tanya Senja sedikit berteriak. Agar suaranya terdengar.

Dari kaca spion Senja melihat Langit hanya menatapnya sekilas.

"Kita ke kafe aja ya?" ajak Senja.

"Nggak jadi ke mall?"

"Jadi males. Kamu nggak exited banget. Takutnya nanti makin bad mood. Lagian waktunya hanya 2 jam sebelum kamu bimbel. Ya kan?"

Senja memberikan pelukan Langit lebih erat. Dibalasnya dengan genggaman di tangan kiri. Sesekali Langit mencium tangannya.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang