Chapter #39

16 2 0
                                    

"KAMU kenapa sih, Lang? Daritadi kayak setrikaan panas?" Feline heran dengan tingkah Langit yang sedari tadi lalu-lalang di hadapannya.

Artha yang sedari tadi fokus ke layar laptopnya ikut menatap Langit dengan tatapan bertanya-tanya. Kemudian memandang Feline bertanya.

Langit terlihat sangat panik saat itu. Sesekali menatap wajah kakak-kakaknya kesal. Tangannya masih menggenggam ponsel dengan sangat keras.

Tidak lama karena capek sendiri, Langit menghempaskan tubuhnya di sebelah Feline. Kemudian memeluk calon kakak iparnya itu tanpa izin. Diikuti oleh lirihan tangis. Membuat Feline spontan menoleh ke arah Artha. Memberikan bertanya, justru itulah yang membuat Artha duduk menjadi berdiri. Dia tidak suka Langit memeluk kekasihnya seperti itu.

Feline yang menyadari kerapuhan Langit segera membalas pelukan itu. Membelai rambut Langit berkali-kali.

"Kamu nggak lagi sakit kan, Lang?" Feline yang terlihat cukup khawatir dengan keadaan Langit. Merasakan Langit menghapus air mata di bahunya.

"Lang, jaga jarak sama Kak Feline." Artha ikut menengahi. Mencoba memisah antara Feline dan Langit. Sayangnya, Langit sudah sangat nyaman dengan pelukan Feline. Feline pun tidak mempermasalahkan hal itu.

Feline pelan-pelan membelai rambut Langit agar anak itu sedikit tenang. Begini lebih baik daripada marah-marah seperti kemarin. Itu artinya Langit percaya dengannya.

"Kamu bisa cerita kalau mau, Lang. Kakak dengerin kok. Kalau ada yang mengganjal itu emang lebih baik diceritain."

"Kak," panggil Langit. Namun dia masih menenggelamkan wajahnya di dada Feline. Suaranya bergetar. Tangisnya semakin terdengar lebih jelas.

Feline yang menyadari kerapuhan Langit kini menepuk punggungnya. "It's okey, Lang. Kamu nangis aja dulu." Artha ikutan syok dengan apa yang dia lihat. Langit tidak pernah menunjukkan tingkah seperti ini. Seperti anak kecil.

"Aku nggak mau Kak. Aku nggak mau." Feline menoleh ke arah Artha bertanya. Artha menggelengkan kepala tidak mengerti apa yang dimaksud Langit. "Kenapa sih semua orang pergi? Kenapa mereka nggak ada yang mau sama aku? Mami. Papi. Kak Artha. Semua pergi. Sekarang, kenapa orang yang aku sayangi pergi juga." Tangisnya semakin keras. Tangannya terlihat bergetar. Bahkan beberapa kali Feline merasakan nafas Langit beberapa kali tercekat.

"Nggak ada yang sayang sama aku? Ngapain aku hidup lagi, Kak?" tanya Langit miris. Lalu terdengar suara tawa mengerikan. Membuat Feline merasa khawatir. "Setelah Senja pergi, Kak Feline akan pergi juga kan?"

"Lang..."

Belum sempat selesai bicara Feline merasakan tangan Langit sudah bergera menyentuh lehernya. Mencekiknya hingga membuat wajahnya memerah. Artha bergerak memisahkan Langit dari kekasihnya secepat mungkin. Berteriak minta bantuan. Feline menahan diri untuk tidak berontak. Malah menantang tatapan Langit hingga perlahan cekikan itu longgar. Artha menarik Langit menjauh. Diikuti oleh Feline di belakangnya.

"Tha dengerin dulu, mau kamu bawa kemana?"

"Dia ini berbahaya Feline," bentak Artha. "Aku nggak tau kenapa anak ini berubah jadi kayak setan gini."

Prang! Pukulan keras mengenai kepala Artha hingga membuat Artha melepaskan Langit. Astaga! Ini menjadi semakin rumit. Kejadian semacam ini kembali terjadi. Bibi tergopoh-gopoh menghampiri Langit. Berusaha melerainya. Artha masih memegang kepalanya yang berdarah karena hantaman Langit.

Feline hampir jatuh lemas karena kejadian ini terulang. Satu-satunya cara adalah memanggil temannya yang juga seorang psikiater di rumah sakitnya bekerja. Langit benar-benar harus dikendalikan.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang