Chapter #45

20 3 0
                                    

"BTW, mana motor lo?" tanya Tania begitu Langit duduk di bangku penumpang tepat di sebelahnya. Langit menoleh. Hanya diam tidak menanggapi. "Tumben gue?" lanjutnya.

Langit melihat Tania masih mengenakan piayama pink dengan celana sepaha. Dengan wajah setengah mengantuk terlihat Tania mencoba tetap fokus mengendarai mobilnya. "Gue aja yang nyetir."

"Gue nggak suka disetirin. Apalagi cowok."

"Lo biasanya dijemput."

Tania tersenyum masam. "Itu karna gue terpaksa."

Langit memalingkan wajahnya ke arah jalanan. Wajahnya terlihat sangat cemas. Kini yang dia punya hanyalah ponsel di tangannya bahkan sepeserpun uang tidak ada. Diam-diam dia merutuki kebodohannya sendiri menentang Daddy.

"Lo juga terpaksa jemput gue?"

Tania benar-benar menoleh. Tersenyum sinis. "Senja emangnya nggak bisa jemput lo?" pertanyaan itu menohok Langit. Sedikit terpental ketika Tania tiba-tiba menginjak rem mobilnya. "Jalang!" umpat Tania meneriaki pengemudi motor yang tiba-tiba muncul di depannya.

Langit tertawa. "Lo masih sama ya ternyata, gue pikir udah berubah."

"Jadi kucing rumahan nggak mungkin bisa bikin gue berubah."

"Lo udah jarang hangout ama yang laen."

"Males aja."

"Ta, gue aja yang nyetir. Gue tau lo ngantuk banget," pintah Langit mendapati Tania menguap untuk kesekian kalinya.

"Ya udahlah bilang cepet aja, lo mau kemana?"

"Rumah Arya."

"Arya lo bilang?" tanya Tania heran. "Kenapa nggak balik aja?"

Langit menyandarkan punggungnya. "Lo banyak tanya tau nggak, kayak nenek-nenek."

"Kalau lo inget ini mobil gue. Serah dong gue tanya-tanya. Lo yang numpang ya bukan gue. Lagian mana sih yang katanya cewek lo? Sengaja banget ngebangunin gue malam-malam gini."

"Sorry. Gue nggak bermaksud bangunin lo malam-malam gini."

"Kalau lo sengaja nelponin gue cuman buat pick up lo ya namanya sengaja aja. Gue aja yang bodoh mau-mau aja lo manfaatin gini."

"Bensinnya bakal gue ganti."

Tania mendengus. Memutar kemudi mobilnya menuju SPBU. Yang kebetulan memang ada di kiri jalan. "Beneran mau bayar kan? Mobilnya beneran nggak ada bensin."

"Pinjem uang lo dulu nanti gue ganti."

Tania tersenyum mendengarnya. Kemudian tertawa terbahak-bahak. "Lo nggak ngejawab pertanyaan gue dari tadi. Tiba-tiba aja lo mendadak jatuh miskin." Tawa Tania kembali terdengar. "Lo udah diputusin Senja dan lari ke gue setelah jatuh miskin? Kenapa Lang? Orang tua lo bangkrut?"

Langit menggaruk kepalanya tidak gatal dengan wajah malas menanggapi ocehan Tania yang selalu menyebalkan. "Pertama gue masih belum putus dari Senja dan gue sama sekali nggak pernah lari ke lo. Gue cuman butuh bantuan lo. Kalau lo nggak mau mending nggak perlu susah-susah bantuin gue," jawab Langit sedikit sinis. "Orang tua gue masih kaya."

"Oh. Gue kira lo beneran jadi orang miskin sekarang."

"Seharusnya kita bisa jadi temen kalau lo nggak berharap lebih dari hubungan ini."

Tania diam sejenak. Mengambil dompetnya di dashboard mobil. Menyerahkan selembar uang seratus ribu ke petugas SPBU. Mengabaikan perkataan Langit. Lebih tepatnya dia tidak peduli. Selama menunggu mobilnya terisi, Tania mengetuk-ngetukkan jemarinya.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang