SENJA menyandarkan tubuhnya di kursi kelasnya. Jam pelajaran sudah selesai 10 menit yang lalu. Semua teman-temannya sudah bergerak meninggalkan sekolah. Tania beberapa kali terlihat memberinya kode-kode aneh. Salah satu kode yang ditangkap Senja adalah dia akan mengambil Langit. Membuatnya semakin jengkel saja. Ditambah dengan tingkah Langit semakin kekanak-kanakan.
Saat mulai membereskan buku-bukunya, Senja melihat sosok Langit melangkah ke dalam kelasnya dengan muka kusut. Bajunya terlihat cukup berantakan untuk ukuran manusia disiplin seperti Langit. Rambutnya juga tidak lagi rapi, melainkan sudah awut-awutan.
Langit menarik kursi di pandangannya menaruh di depan Senja. "Masih sakit?" tanya Langit mengingat kejadian siang tadi. "Sorry ya. Aku nggak bermaksud bersikap seperti itu."
Hanya diam saja, Senja berusaha sebisa mungkin menghindari tatapan Langit. Kali ini saja dia mau berhenti menghindari tatapan itu.
"Nggak perlu minta jemput. Kamu pulang sama aku."
Senja menggeleng. Sama sekali tidak tertarik dengan tawaran Langit. Akhir-akhir ini Langit sangat berbeda. Tidak bisa mengontrol emosinya. Dia tidak mau lagi sikap Langit malah menyakitinya. "Udah di jemput Pak Adi."
"Bilang ke Pak Adi kamu pulang sama aku."
"Nggak bisa Lang, Pak Adi udah terlanjur berangkat."
Langit mendengus. Menggenggam tangan Senja. "Ya udah aku ikutin dari belakang." Terdengar sangat lirih bahkan setiap kata yang keluar dari mulut Langit adalah kelembutan.
"Makasih udah ngertiin."
"Sorry."
"Kenapa sih sikap kamu nyebelin akhir-akhir ini?" tanya Senja melepaskan genggaman tangan Langit yang mulai tidak nyaman.
"Aku takut."
"Takut apa?"
"Aku takut kehilangan kamu," guman Langit. "Aku nggak mau kehilangan kamu."
"Siapa yang harusnya takut, Lang? Kamu fikir aku nggak takut waktu kamu jalan sama Tania?" Langit mulai gusar kemudian menganggukkan kepala. Kakinya menghentak pelan terlihat gelisah. "Aku marah sama Tania. Aku benci dia."
Langit terpaku di tempatnya.
"Kamu tau, kalau aku menjambak Tania sekarang dan mempermalukan dia apa itu mengubah keadaan? Itu hanya semakin membuatku yakin kalau kamu memang selingkuh sama Tania."
"Kamu dengerin dulu penjelasanku. Aku sama Tania nggak ada hubungan apa-apa."
Senja tersenyum sinis. "Oh kamu belain dia?"
"Aku sama dia emang nggak ada hubungan apa-apa."
"Terus kamu fikir aku sama Fajar juga ada hubungan serius?"
Sekali lagi Langit menggeleng. Tampak ragu untuk menjawab dan akhirnya dia memilih untuk diam saja. Dia tidak ingin terbawa emosi juga.
"Aku sama sekali nggak untuk kamu. Aku takut Fajar memanfaatkan ini." Yang dikatakan Langit membuat Senja terkekeh.
"Dia orang baik, Lang! Dia nggak mungkin seperti itu."
Senja berdiri setelah membaca pesan notifikasi chat-nya dari Pak Adi yang sudah menunggu di depan. Langit ikut beranjak pergi. Berjalan di samping Senja. Jalan dalam keheningan.
Begitu sampai di depan sekolah dan melihat mobil keluarga Senja. Buru-buru Langit menyapa Pak Adi. Meraih ganggang pintu mobil, membiarkan Senja masuk tanpa melihatnya. Rasanya sangat sakit. Mungkin itu hukuman untuk orang sepertinya. Sebelum mobil melaju, Senja membuka cendela mobilnya. Menarik kemeja Langit untuk mendekat ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]
Fiksi Remaja(Completed) Apa jadinya kalau cintamu bertepuk sebelah tangan? Mempertahankan cinta atau merelakannya? Dapatkah Langit mempertahankan cinta Senja dikala Fajar mencoba untuk mendapatkan cinta Senja? Langsung baca ceritanya.... [END] Start: 1 Juni 2...