Chapter #43

16 3 0
                                    

LANGIT menoleh ketika pintu kelas yang awalnya terbuka separuh menjadi lebar. Mendapati Fajar melangkah masuk ke dalam kelas. Datang lebih awal dari teman-temannya yang lain. Saat itu jam dinding masih menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit. Masih belum ada anak kelas yang masuk. Hanya ada Langit dan Fajar.

Kebetulan saat itu Fajar hanya memasang wajah datar terlihat tidak bersemangat.

"Masih pagi," guman Langit. Hendak menyapa tetapi tidak tahu harus berkata apa. Hanya kata bodoh itu yang keluar dari mulutnya.

"Iya," jawab Fajar sok cuek. Merogoh tasnya sambil mengeluarkan buku. Barang yang dicari sepertinya tidak ada. "Punya bolpoin lebih nggak? Kayaknya nggak bawa nih."

"Ada."

Langit yang terbiasa membawa bolpoin lebih memilih meminjamkan miliknya. Melemparkan bolpoin ke arah Fajar yang terlihat sudah siap menangkapnya.

"Hanya itu satu-satunya milik gue yang gue kasih pinjam," ujar Langit sedikit memberikan penekanan di setiap katanya.

"Of course," jawab Fajar santai. Kembali fokus ke buku di depannya. Entah buku apa itu. Fajar kemudian mengalihkan pandangannya untuk membaca buku seraya mencorat-coret bagian yang ada di sana. "Gimana kabar Senja?" Menyandarkan punggungnya di kursi.

Langit mengetukkan bulpoin di mejanya. Sedikit menoleh ke arah Fajar yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. "Oke," jawabnya. "Selama dia ada sama gue, lo nggak perlu khawatir."

Fajar menatap Langit beberapa saat dan seketika menyadari hatinya sangat sakit membayangkan Senja bersama kekasihnya lagi.

Dua hari lalu Senja mengatakan kalau dia kembali berhubungan dengan Langit. Hatinya serasa kebas mendengar itu. Sisi egoisnya mulai muncul. Apalagi sejak Senja mulai tidak lagi membalas pesan chatnya.

Langit menoleh beberapa saat setelah menyadari sesuatu. Senja menerobos masuk ke kelasnya, sambil menenteng kotak bekal makan. Senyum Senja terlihat sangat lebar. Sebelum akhirnya senyum itu hilang setelah menyadari Fajar duduk tak jauh dari bangku Langit.

"Hai," sapa Senja. Fajar ikut merespon dengan senyuman lebar di bibirnya. Senyum yang sedikit tertahan. Berkali-kali Fajar mendapati sedang menunduk.

"Apaan tuh?" tanya Langit memecahkan kecanggungan yang ada.

Begitu sudah sampai di bangku Langit. Senja menarik kursi sekaligus membuka bekal makan yang dia bawa dari rumah. Nasi goreng telur ceplok. Langit tersenyum kegirangan. Pasalnya dia sudah sangat lama tidak makan nasi goreng buatan Senja. Salah satu hal lain yang dia rindukan dari Senja. "Kalian udah baikkan kan?" tanya Senja menoleh ke arah Fajar.

Senja memperhatikan Fajar yang sibuk dengan buku-bukunya.

"Kalian rugi banget kalau bertengkarnya sampai lama," omel Senja. Tampak tidak suka dengan sikap sok keren dua pria di hadapannya.

Langit langsung menghentikan niatnya untuk memakan nasi goreng. Kemudian sedikit menoleh ke arah Fajar. Mengamatinya. Sebelum akhirnya memutuskan untuk berdiri.

"Sorry bro. Gue pernah nggak percaya ama lo," ucapnya.

Awalnya terkejut, Fajar ikutan berdiri. Dengan senyuman yang sangat merekah. "Aku yang salah," ujar Fajar menjabat tangan Langit. Sebelum akhirnya Langit menarik tangannya kemudian berpelukan.

Melihat itu Senja ikut terharu.

"Jangan pernah sakiti Senja lagi," ujar Fajar. Menepuk punggung Langit sebagai peringatan. "Kalau itu terjadi, nggak akan segan-segan aku hajar kamu sampai mukamu hancur."

Langit menanggapi dengan tawa. Melepaskan pelukannya dari Fajar. "Itu nggak bakalan terjadi lagi, Bro." Senja berdeham kemudian setelah merasa terabaikan oleh sepasang teman baru ini. "Lo harus coba nasi goreng buatan Senja juga. Paling enak yang pernah gue coba. Gue nggak tau dia dapat resep dari mana. Jangan-jangan pakek cara pesugihan kali. Bakar celana dalam buat dijadiin bumbu."

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang