Chapter #07

47 6 2
                                    

"APA maksudnya kamu deketin Fajar?" Langit terdengar sangat emosi ketika mengatakannya. Bahkan dia mencengkeram lengan Senja agar tidak pergi. "Ngobrol sama dia di perpus. Saling tukar nomer telpon." Emosi Langit benar-benar memuncak. Dia tidak suka Senja menghianatinya seperti ini. Mendorong Senja sedikit terbentur pintu kelas.

Saat itu jam pulang sekolah. Semua murid sudah berhambur pulang 15 menit yang lalu. Hanya beberapa anak yang memang masih terlihat. Beberapa anak terlihat berkumpul di lapangan basket untuk kegiatan ekstrakurikuler. Yang lainnya entah apa yang dilakukan, masih duduk-duduk di sekolah mengisi kegabutan.

"OH YA? Lalu apa yang kamu lakukan sama Tania kemarin? Kamu fikir aku buta? Kamu fikir aku nggak tau kalau kamu sengaja pegang tangannya? Ha? Oh kamu yang paling pintar kan Lang? Aku sampai lupa kalau kamu emang pinter. Sampai bisa manipulasi kalau ini semua salahku."

Langit melepaskan cengkeraman Senja.

"Kenapa? Ha? Kenapa diem aja? Pukul aja aku! Itu kan yang kamu mau."

"Sudah aku bilang kan kalau itu salah paham."

"Salah paham? Oke, aku juga akan bilang kalau tadi salah paham. Beres kan?" Senja membalikkan fakta. Mengambil tasnya meninggalkan Langit. Tidak ada pilihan lagi, dia tidak mau pertengkaran ini semakin menjadi dan Langit berubah menjadi gila membuat kekacauan di sini.

"Ayo pulang sama aku," pintah Langit. Senja tahu itu bukan nada memaksa, tapi genggaman tangan Langit yang cukup erat terpaksa membuatnya ikut.

"Aku nggak bisa, Lang."

"Kenapa?" Langit menghentikan langkahnya.

"Aku nggak bisa. Jangan paksa aku."

Tatapan Langit terlihat murka. "Kamu maunya apa sih? Gini salah, gitu salah. Bonceng Tania salah. Sekarang aku mau bonceng kamu salah, apa sih sebenernya mau kamu?"

"Ini bukan soal boncengan, Lang."

"Lalu soal apa?" bentak Langit semakin keras. Semua yang ada di sana menoleh. Melihat pertengkaran itu. Mungkin beberapanya sudah mengambil vidio untuk dijadikan hot line berita terbaru. Langit terlihat tidak peduli.

"Ini soal kamu."

Langit tertawa. "Soal aku?"

"Iya soal kamu." Menunjuk dada Langit.

"Perempuan selalu benar," kekeh Langit. Kembali menarik pergelangan tangan Senja dan menyeretnya menuju tempat parkir.

"BUKAN PEREMPUAN YANG SELALU BENAR. KAMU, KAMU YANG HARUSNYA SADAR. AKUI KESALAHAN. MINTA MAAF, BILANG KALAU KAMU EMANG SALAH. NGGAK TERUS MENGHINDARI. CARI ALIBI SEGALA ALASAN," teriak Senja. "KAMU FIKIR KAMU SIAPA? HA? KAMU MIKIR NGGAK KALAU APA YANG KAMU LAKUIN INI SAKIT?"

Langit terdiam. Dia melihat air mata meluncur di pipi Senja dengan sangat deras. Dia tidak tahan melihat air mata itu.

"Tanganku sampai merah loh, Lang!" Menunjukkan pergelangan tangannya yang merah karena cengkraman Langit. "Ini sakit."

"Nja, itu .."

"Itu apa? Kamu mau cari alasan apa lagi? Jelas-jelas kamu nyakitin aku."

Langit menggeleng.

"Aku nggak nyangka kamu bisa sekasar ini."

Yang dilakukan Langit hanya menggeleng sambil menunduk.

"Langit yang aku kenal nggak seperti ini."

"Nja, aku nggak..."

"Shuuuttsss. Nggak, kamu diem. Diem. Please diem," pintah Senja. "Kamu nunjukin diri kamu yang sebenarnya saat aku bener-bener udah cinta sama kamu. Kenapa nggak dulu, Lang? Kenapa nggak dulu aja kamu nyakitin aku kayak gini? Kenapa baru sekarang? Mau buat hal ini makin rumit? Iya?"

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang