Chapter #17

36 3 0
                                    

"HASIL CT Scan udah keluar," ujar Langit saat Senja datang menjenguk sepulang sekolah. Membawa makanan kesukaannya karena Langit sama sekali tidak bisa makan makanan rumah sakit yang selalu saja hambar dan benyek. "Hasilnya oke. Nggak ada luka serius. Kecuali hidung retak. Akan ada operasi untuk itu. Nunggu jadwal dari Dokter."

"Operasi?"

Langit mengangguk. "Ya, siapa yang mau punya hidung bengkok kayak gini."

Senja dibuat tertawa oleh perkataannya. Mengulurkan tangan untuk menyuapi Langit. "Makan dulu." Dengan sangat lahap Langit makan dari suapan Senja. "Makanya jangan sok-sokan jadi pahlawan. Ini kehidupan nyata Lang, bukan film. Kalaupun di film, apa yang kamu lakukan pasti ada prosedur aman. Iya kalau kamu pemeran utamanya. Gajinya nggak mungkin murah untuk adegan kayak gitu." Kembali menyuapi Langit dengan sangat teliti. "Luka-lukanya udah kering?"

"Kamu masih sayang kan sama aku?"

"Maksud kamu?" tanya Senja memicingkan mata. "Kamu anggap hubungan kita main-main?"

Langit segera menggeleng. Tidak mau terjadi kesalahpahaman lagi. Sudah cukup bertengkar terlalu lama. "Kamu sama Fajar dekat selama ini. Aku nggak mau rasa sayang kamu malah nanti terbagi sama dia."

Senja hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Membuat Langit ikut tertawa karena tawanya itu. Memukul pelan lengan Langit sambil menyeka air mata yang keluar di sela tawanya. "Aku suka sama Fajar? Ya nggak lah. Kita cuman teman kali, Lang."

"Fajar bisa anggap itu lebih dari itu."

"Aku tuh kasihan sama itu anak."

"Kasihan, why?" tanya Langit sedikit cemburu. Dia tidak suka ketika Senja mengatakan kasihan kepada Fajar. Seakan-akan tidak pernah kasihan kepadanya. "Kamu nggak kasihan sama aku? Kayak gini nggak kasihan." Menunjukkan mukanya.

"Ih bukan gitu ah Lang. Beda lah."

Langit cemberut tidak suka. Mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Gitu doang ngambek?" guman Senja menarik tangan Langit untuk menoleh ke arahnya. "Fajar itu dari keluarga kurang mampu Lang. Ayahnya mantan pekerja bengkel. Di Jakarta nggak ada pekerjaan lain, sedangkan untuk buka bengkel jelas butuh biaya yang cukup banyak. Selama ini dia tinggal sama Om Tantenya. Rumah di desa katanya udah habis buat pindahan ke Jakarta."

Langit mengarahkan pandangannya ke arah Senja yang benar-benar terlihat sangat tulus menceritakannya.

"Ngapain pindah ke Jakarta kalau gitu?" tanya Langit kesal.

"Ih kamu ya, emang ngeselin." Pertanyaan Langit membuatnya cukup kesal. "Keluarga Fajar terpaksa lah Lang, lha orang uangnya dibuat bayar utang juga. Sisanya doang dibuat pindahan ke Jakarta. Ayah Langit cuma punya keluarga di sini buat tampung mereka."

"Dia cerita banyak sama kamu?"

Senja mengangguk. "Dia bilang dapat beasiswa khusus dari Om Ashok. Daddy kamu juga berikan biaya makan meski tidak banyak. Karna masalah ini, kemungkinan beasiswa Fajar juga dicabut." Terlihat sedih. "Semua sudah terlambat untuk Fajar. Itu konsekuensinya."

"Hm."

Senja cemberut dibuatnya. "Tanggapannya kok, hm, sih?"

"Ya aku harus gimana?" tanya Langit sedikit emosi. "Kamu belain dia terus. Jadi ini aku yang salah oke aku yang salah. Maaf." Mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku takut kehilangan kamu, kayak gitu aku yang salah? Kamu lebih milih jalan sama dia, itu aku yang salah?! Aku terus yang salah."

"Ih bukan gitu ah, Lang. Kamu ini selalu aja dikit-dikit salah paham."

Langit memilih diam daripada bersuara. Tenggorokannya mulai sakit. Hidungnya tak kalah nyeri karena kebanyakan bicara.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang