Chapter #50

26 4 0
                                    

TERLIHAT Artha sedang duduk di ruang keluarga sambil fokus menatap monitor i-Pad di tangannya. Kedua kakinya dilipat terangkat ke atas sofa. Tangan lainnya memegang remote televisi yang memutar berita bussines BBC. Rutinitas Artha setiap kali ada waktu luang. Bersamaan dengan itu Langit masuk ke ruang keluarga berdiri di depan Artha yang tidak bergeming di tempatnya. Tatapan matanya tajam. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan gerakan menantang.

Artha hanya mengernyit ketika mendapati dan sadar bahwa Langit sedang menghalangi pandangannya ke arah televisi.

"Ngapain pulang?"

Langit memasang wajah senewen di depan Artha. "Gue mau minta tolong." Artha akhirnya bergerak mematikan televisi di depannya. Kembali merespon perkataan Langit. "Bilang ke Daddy kalau gue butuh uang."

Artha mendengus kemudian tertawa. "Oh butuh uang? Setelah keluar dari rumah ternyata masih mau minta ke Daddy?" jawabnya. "Minta aja langsung."

"Daddy nggak bakalan ngabulin permintaan gue."

Hanya bergeming Artha memberikan cengiran. Deretan gigi putihnya terlihat. "Nggak usah sok-sokan keluar dari rumah." Melanjutkan aktivitasnya. Mengabaikan Langit tentu saja.

"Gue nggak ada waktu lagi, Tha." Langit menarik kra kemeja Artha karena sangking kesalnya.

"Coba pukul aja kalau berani."

Langit mendengus. Melemparkan tubuh Artha. Meskipun begitu, Artha dengan santainya masih memberikan senyuman hangat Langit. Tidak peduli bagaimana adiknya memandang dengan tatapan membunuh. Lagian Langit juga tidak akan berani.

"Gue udah sabar banget ngeladenin tingkah lo. Kalau lo mau keluar dari rumah mending keluar aja. Nggak usah sok-sokan kembali lagi," tantang Artha. Terlihat sangat jengkel.

"Itu uang bukan buat gue."

Langit mendesah frustasi.

"Itu uang buat ayahnya Fajar. Kalau nggak percaya tanya langsung ke kak Feline," ujar Langit menggebu-gebu.

Artha menggeleng kemudian nyengir. "Minta ke Daddy kalau lo mau." Kemudian membenarkan posisi duduknya. "Gue nggak bisa berbuat banyak kalau soal lo. Gue nggak punya otoritas keluarin uang juga buat lo. Kalau mau minta ke Daddy."

"Berengsek!"

Langit melenggang meninggalkan Artha yang masih tertegun di tempatnya.

****

LANGIT menarik napas panjang setelah dua jam berdiri di depan ruangan Daddy. Sementara dia lihat assisten pribadi Daddy duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa cara sudah dia lakukan untuk menerobos masuk. Sayangnya, Daddy terlalu keras kepala.

Daddy keluar dengan wajah sedikit garang. Tatapan tajam dengan muka datar seperti biasa. Sekilas memberikan pandangan ke arah Langit yang bersedekap sambil bersender di dinding.

"Urus anak itu." Perintah Daddy ke Linda yang duduk mengurus dokumen-dokumennya. Tergopoh-gopoh langsung berjalan ke arah Langit. Meminta Langit untuk meninggalkan kantor. Sayangnya, Langit yang sama-sama keras kepala memilih berjalan mendekati Daddy. Tidak ada pilihan, batin Langit.

"Aku mau bicara sama Dad."

"Siapa?" tanya Daddy meremehkan.

Langit melontarkan tatapan bertanya ke arah Linda, assisten Daddynya. Linda balas menganggukkan kepala ke arah Langit memberikan isyarat agar tidak banyak bertanya. Toh, Linda juga sama-sama takutnya dengan Daddy.

"Siapa yang kamu panggil, Dad?"

Langit menelan ludah. "Daddy."

"Saya bukan Daddy kamu." Guratan rahang tegas terlihat sangat jelas.

Bittersweet : Langit, Senja dan Fajar [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang