PROLOG

465 15 1
                                    

Aku tidak ingin kehilangan Gibran, cinta pertamaku di SMA. Gibran yang terlihat dingin, cuek, tidak pernah senyum, nyatanya Aku mampu mencintainya.

Kalau saja Gibran tidak pernah menolongku saat Aku hendak dikerumuni geng motor nggak jelas itu, mungkin Aku sudah dilecehkan oleh beberapa anggota geng motor itu dan mungkin Aku tidak akan mencintai Gibran.

Selama di sekolah mataku selalu mencari Gibran. Bahkan, Aku tahu saat Gibran di goda oleh kakak kelasku, Hana. perempuan itu masih saja menggoda Gibran, Aku sendiri geli melihatnya. Bagaimana dengan Gibran? Sungguh, matanya tak menoleh Hana sedikitpun.

Ada satu moment yang dimana Gibran tersenyum, itu kali pertamanya ia melemparkan senyuman.

"Gibran, mau?" tanyaku memberi satu susu kotak rasa strawberry.

Gibran sedikit menoleh susu kotakku, lalu menggelengkan kepalanya. Gibran tetap fokus pada lukisan dirinya.

"Lagi apa?" tanyaku.

"Lo jangan ganggu bisa?" tanya Gibran, saat dirinya sibuk melukis.

"Iya maaf." kataku menunduk, ketika kedua mata Gibran menatapku kesal.

"Prim ikut melukis juga boleh? biar Prim nggak ganggu Gibran," ucapku.

"Ambil aja kanvasnya disana cat air sebelah sana," kata Gibran sambil menunjuk arah penyimpanan kanvas dan alatnya.

Aku memang tak sehebat Gibran dalam soal melukis, Tapi faktanya lukisan yang ku buat mampu membuat Gibran tersenyum.

"Gibran boleh di lihat lukisan Prim?" tanyaku meragu

"Nggak mau!" kata Gibran yang masih fokus melukis.

"Yaudah. Prim titip yah lukisannya disini. Prim mau samperin Bella dulu. Bayy Gibran," ucapku.

Aku megintip dari kejauhan, Gibran menoleh pada lukisan yang ku buat sambil tersenyum pada gambar yang menurutku tidak sebagus Gibran.

Aku ikut tersenyum dari kejauhan, bukan karena lukisanku tapi karena senyuman Gibran yang membuat Aku semakin di luluhkan.

Aku Primilly Selina Zein mencintai Gibran Pranata Chandra tanpa batas.

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang