56. || TIDURLAH YANG TENANG

115 9 0
                                    

Pada akhirnya manusia hanya bisa mengikuti takdir bukan melawan takdir.

Tidak semua pertemuan harus berakhir bahagia, kadangkala Tuhan mengirimkan seseorang ke dalam hidup Kita hanya sekedar mengajarkan segala macam hal untuk Kita.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

💓Selamat Membaca💓

.
.
.
.
.

Prim tidak ingin beranjak, ia tetap menggantungkan harapannya di batu nisan yang sudah bertuliskan nama Gibran Pranata Chandra itu.

Ia tetap menanti kehadiran Gibran, meski dalam mimpinya yang sesaat. Bertemu Gibran menjadi hal yang bersejarah bagi seorang Prim.

Meskipun Gibran tidak pernah berjuang untuk Prim, tapi dengan segala kepedulian yang ia berikan untuk Prim sudah lebih dari cukup.

Gadis itu masih menyebut nama Gibran dengan isakkan tangisnya. Tidak bisa rasanya harus meninggalkan Gibran di sana sendiri.

"Gibran, Kita belum sempat bicara."

"Gibran, Prim kangen lihat Gibran selalu nyuruh Prim nangis kalau lagi sedih."

"Gibran, Kamu belum sempat lihat Prim yang udah sembuh kembali."

"Dari kepergiaan Kamu, Prim jadi ngerti bahwa Gibran hadir hanya untuk menemani Prim saat sakit. Lalu pergi ketika Prim sudah baik baik saja, seakan akan Gibran sudah menyelesaikan tugasnya itu."

Prim tak henti menangis sesegukkan, sedari tadi Bella memanggilnya tidak menoleh sedetikpun, Apin mendekati ia mencoba menarik tubuh gadis itu kepelukkannya.

Prim menyembunyikan kepalanya di dada lelaki itu, ia menangis merasakan pelukan tulus dari seorang Apin.

"Apinn..."

"Iya?"

"Prim kangen di peluk Gibran, Prim kangen sama ucapan Gibran yang selalu ngebiarin Prim nangis, Prim selalu kangen tentang Gibran."

"Gibran udah tenang disana Prim, Gue yakin setelah ini lo bisa menjadi perempuan yang lebih kuat lagi. Gibran selalu ngajarin lo harus tetap kuat kan?"

"Kenapa sih, Tuhan selalu ngambil orang yang Prim cintai. Kenapa harus Gibran? Udah cukup Prim kehilangan Papa, kenapa sekarang Gibran yang Tuhan ambil. Kenapa bukan Prim Pin?"

"Prim cukup. Lo nggak boleh terus terusan kayak gini. Lo harus ikhlasin Gibran, semua udah ada takdirnya Prim." Bella berusaha menjadi sandaran Prim.

"Prim lo harus tau, Gibran nggak mau lihat lo sedih, gue kenal Gibran, gue tau apa yang bikin Dia seneng. Salah satunya lihat lo nggak nangis." Leo ikut menenangkan.

Namun perkataan Leo di tepis oleh Prim, ia menoleh ke arah Leo sebelum akhirnya kembali memandang batu nisan Gibran.

"Gibran nggak pernah suruh Prim berhenti nangis, Gibran selalu nyuruh Prim nangis sampai lega, Gibran selalu ngasih pelukkan kalau Prim lagi sedih, Gibran nggak per---"

"PRIM !" bentak Bella hingga membuat Prim terdiam sejenak.

"LO HARUS BISA NERIMA KENYATAANNYA. GUE NGERTI POSISI LO. TAPI SAMPAI KAPAN LO NANGISIN DIAAAA ?!" Bella membentak Prim sekali lagi sehingga membuat Prim mengusir keberadaan mereka.

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang