Keduanya duduk berdampingan sembari mengambil sebungkus nasi uduk yang telah di sediakan di meja depan. Gibran meletakkan boneka yang baru saja ia beli di atas meja kosong, Prim tersenyum menatap boneka tersebut. Prim mendekatkan wajahnya pada telinga Gibran lalu berbisik dengan suara lembutnya
"Makasih banyak Gibran." Gibran terkejut ketika menoleh wajah dirinya dengan Prim begitu dekat, Prim tertawa pelan menyaksikan ekspresi Gibran.
"Gibran kaget?"
"Lagian lo ngapain?"
"Maafin Prim yah, kalau Prim sering bikin telinga Gibran terganggu. Prim cuma mengutarakan rasa senang Prim ke Gibran."
"Besok besok Prim belajar deh biar jadi perempuan anggun yah, di usahain juga biar nggak berisik, dan satu lagi Prim akan jadi perempuan yang lebih baik lagi untuk Gibran." celotehnya.
"Lo nggak harus jadi apapun untuk siapapun, karena orang yang tulus nggak butuh itu."
"Tapi Prim mau jadi perempuan yang lebih baik."
"Jadilah baik menurut versi lo."
"Jadi perempuan baik cukup sulit, tapi lebih sulit lagi kalau mau jadi pacarnya Gibran." kata Prim begitu polosnya.
"Hmm". kata Gibran lalu meneguk segelas teh hangat.
Mereka tidak lagi berdialog ketika keduanya mendengar suara getaran pada ponsel Prim yang sengaja di taruh di atas meja. Suara itu mengundang sorot mata Gibran, Prim hanya menghela nafas. Rupanya nama Alga lagi lagi terbaca di layar ponselnya. Entah itu yang ke berapa kalinya Alga mengirimkan pesan teks. Prim menggelengkan kepalanya menghadap Gibran dengan ekspresi tak suka.
"Kenapa lihatin gue?"
"Kak Alga chat Prim terus Gibran."
"Yaudah tinggal bales aja kali."
"Prim nggak mau Bella salah paham Gibran."
"Kalau chat dia penting bales kali."
"Dia cuma minta waktu Prim, dia ajak Prim jalan terus."
"Ganti nomor bisakan?"
"IDE BAGUS." ucap Prim matanya melotot menatap Gibran, ia tersenyum sembari mengabaikan pesan Alga.
***
Sepasang remaja yang menaiki sepeda onthel dengan membawa sebuah boneka mickey mouse yang di taruh di depan, membuat keduanya menjadi pusat perhatian orang orang di jalanan. Mereka memberikan senyuman memandang Prim dan Gibran layaknya sepasang kekasih yang baru saja jadian. Tak heran tingkah Prim membuat orang yang melihatnya menggelengkan kepalanya, tidak percaya ternyata gadis itu melambaikan tangan kepada orang orang yang sedang memperhatikannya.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah, kedua remaja asal SMA NIGRAYA itu tak sengaja bertemu dengan kedua teman sekelasnya. Tak lain teman mereka adalah Apin dan Leo, tepat di lampu merah mereka berhenti bersamaan dengan posisi bersebelahan.
"Gibran." panggil Leo. Gibran dan Prim menoleh ke samping kanan.
"Lah si Prim." ucap Apin menunjuk Prim.
"Dari mana kalian?" tanya Leo tertawa pelan.
"Anjing, Le. Mereka baru jadian."
"Tau dari mana lo?"
"Noh, Mickey Mouse saksi bisu nya Hahahaha."
"Apin! Prim bakal bilangin Bella loh, Kamu selingkuh sama Leo."
"Setres lu, masih normal gua. Oh iya bentar bentar."
Apin merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel dirinya. Apin tak ingin membiarkan moment langka itu hilang begitu saja. Lelaki itu membidik Prim dan Gibran hingga membuat mereka bergerak untuk merebut ponsel Apin.
"Eitss, nggak bisa."
"Apin hapus." pinta Gibran.
"Nggak akan, asal kalian tahu kalian itu sebenarnya cocok." ledek Apin mengajak Leo tertawa.
Lampu lalu lintas itu berganti berwarna hijau. kini tidak ada lagi dialog yang mereka ucapkan. Apin langsung melaju cepat dengan motor ninjanya."Gimana dong?" tanya Prim mengenai bidikan foto itu
"Apa?"
"Pasti temen sekelas bakal tau."
"Kita kan nggak jadian."
"Maksudnya jadi bahan gosip satu kelas."
"Lo yang harus klarifikasi."
"Kenapa di klarifikasi?"
"Udah ah nggak usah di bahas."
Mungkin bisa saja Prim merasa senang kalau dirinya selalu di kaitkan dengan Gibran meskipun itu hanyalah sebuah gosip, tapi berbeda dengan Gibran. lelaki 17 tahun itu tidak ingin namanya di perbincangkan sana sini, karena dari dulu dirinya memang tidak ingin menjadi pusat perhatian banyak orang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
GAKMAU TAU HARUS NEXT. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN UNTUK PRIMILLY
RomansMencintai manusia paling cuek bukanlah keinginan Prim, tapi di cintai oleh Gibran adalah impiannya. "Senyumnya jangan sering di lihatin ke orang orang Gibran, buat Prim aja." "Kenapa?" "Senyum Gibran bikin mereka lupa diri. padahal kan Gibran udah...