1. || PINGSAN

256 14 0
                                    

Dari ribuan pasang mata
Tetap saja, yang menarik sorot mataku adalah Kamu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.





Prim lagi lagi terlambat saat masuk kelas. Ia berlari menghampiri pintu kelasnya, sampai ia melihat wajah gurunya yang sudah ada di dalam kelas dengan memasang wajah geram.

"Jam 8 loh ini. sering banget kamu terlambat," ucap Muhtar sembari menurunkan kacamatanya.

"Maaf Pak, tadi di jalan macet." Napas gadis itu tersengal-sengal.

"Bapak nggak mau tau, kamu berdiri di depan kelas."

"Tapi kan Pak," ucap Prim terpotong.

"Nggak ada tapi tapian," ucapnya menaikan kembali kacamatanya.

"Baik, Pak." Prim menghembuskan napas dengan kesal.

Rupanya ada satu hal lagi yang menarik perhatian Muhtar dari gadis itu, seragam yang di kenakan Prim terlihat berantakkan.

"Cewek kok berantakan." Kepala Muhtar menggeleng, sehingga membuat Prim merapikan seragamnya.

Saat kedua mata gadis itu memperhatikan keseluruhan kelas. Namun, tak sengaja tatapannya berhenti pada Gibran, lelaki yang sering ia perhatikan diam-diam. Si tampan, bertubuh tinggi, serta memiliki otak encer. pantas saja, Prim menyukainya.

Segurat senyuman terbit dari wajah gadis itu, sontak membuat Muhtar kembali menyebut namanya.

"PRIMILLYYYYYY !!" teriak Muhtar.

Teriakan Muhtar mampu membuat seisi kelas terkejut dan semua tatapan langsung memperhatikan Muhtar dan Primilly.

"Pak Muhtar, kagettt." Prim terperanjat usai suara Muhtar menyentuh gendang telinganya.

"Kamu, Bapak suruh berdiri di depan bukan berarti bisa menghindari pelajaran bapak yah. perhatikan kemari, bukan senyam senyum lihatin Gibran," ucap Muhtar menaikan kembali kacamatanya.

"Iya, Pak maaf." Prim berdecak kesal.

"Ciyeeeee Prim, ciyeeee Gibran." sorakan seisi kelas ikut meramaikan.

"Gibran ajari pacar kamu biar nggak selalu datang terlambat," ucap Muhtar yang mengira keduanya pacaran.

Gibran melihat Prim sekilas sebelum akhirnya ia membantah perkataan Muhtar. "Maaf, Pak, dia bukan pacar saya."

"Udah putus?" tanya Muhtar, matanya membelalak tak percaya.

"Pak, mereka emang nggak pernah pacaran," ucap Bella mewakili jawaban yang ingin di katakan Gibran.

Muhtar memang sering menganggap Prim dan Gibran itu pacaran. Entah, darimana Muhtar melihatnya. Pernyataan Bella adalah kesekian kalinya yang ia ucapkan. Mungkin karena Muhtar pelupa, jadi tetap menganggap Prim dan Gibran menjalin hubungan asmara.

***

Di jam istirahat Prim menghampiri Gibran yang sedari tadi duduk di luar kelas. Prim memberikan bekal makan dirinya untuk Gibran dengan susu kotak rasa strawberry dan itu sudah menjadi kebiasaan Prim.

"Gibran nggak ke kantin?" tanya Prim.

Gibran tak merespon, ia tetap diam tatapannya lurus kedepan memperhatikan siswa siswa yang sedang bermain basket. Prim tetap ingin memberikan bekal itu kepada Gibran.

"Prim mau kasih ini buat Gibran, di makan yah," ucap Prim menaruh bekalnya di pinggir Gibran.


"Prim ayok ke kantin." panggil Bella.

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang