27. || DOUBLE DATE.

42 4 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




TOK
TOK
TOK.!!!

Suara ketukan pintu membuat Prim beranjak, di susuli oleh Jefri dan Aneu. Prim tersenyum kepada lelaki itu, kedua mata Gibran menangkap dua orang di belakang Prim.

"Hallo Kak." kata Gibran mencium tangan lelaki yang lebih tua darinya.

"Hallo Tante." ucap Gibran mencium tangan Wanita itu.

"Kak, Mah Prim pergi dulu yahh."

"Gibran.." panggil Jefri.

"Iya Kak?"

"Jangan malem malem ya."

"Iya Kak."

Prim melambaikan tangannya hendak menaiki motor, terlihat senyumannya menggambarkan kebahagiaannya.

***

Malam itu Gibran mengajak Prim menjenguk Leo, kabarnya Leo sedang di temani Ibu dan Rani. Di balik sikap dingin Rani kepada Leo nyatanya ia masih menyimpan rasa pedulinya kepada Leo.

"Leo."

"Eh kalian."

"Gibran, Prim?" tanya Rani tengah sibuk menyuapi sesendok bubur.

"Eh ada temen Leo." kata Dina.

Rani merasa terkejut ketika di datangi Gibran dan Prim. gadis itu langsung menyimpan semangkuk bubur itu ke atas meja. Kedua matanya tak lagi menatap Gibran dan Prim, ia seperti merasa malu saat tertangkap sedang menyuapi Leo.

"Gimana kondisi lo?" tanya Gibran.

"Udah membaik kok, besok sore gue udah bisa pulang."

"Syukur deh."

"Leo, cepet masuk sekolah ya. kasian Rani nggak ada temen." celetuk Prim.

"Apasih Prim."

"Kalian sengaja kesini atau gimana nih?" tanya Leo.

"Prim ngajak Gibran pergi, Prim mau kayak pasangan lainnya juga dong. nahh nyempetin kesini dulu, gitu Leo."

"Emang kalian pacaran?"

"Nggak Leo. jangan di denger yah." kata Gibran sembari menutupi bibir gadis di sampingnya.

"Ngarep banget lo Prim."

"Prim ngarep karena Gibran respon Prim wleee." ucap Prim dengan lidahnya yang menjulur.

Selama 15 menit mereka berbincang hingga waktu sudah menunjuk pukul setengah 8 malam. Prim menarik pergelangan tangan Gibran seusai keluar dari kamar rawat Leo. gadis itu mendongakkan kepala menatap lelaki di sampingnya yang tidak sama sekali memberikan gambaran senyum, ekspresinya datar menatap lurus sepanjang koridor rumah sakit. Prim sudah terbiasa dengan eksrpresi Gibran yang seperti itu, jadi tak heran baginya.

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang