6. || ICE CREAM

70 7 0
                                    



Prim memanggil Gibran dari kejauhan, tampak pria itu sedang mengayuh sepedanya. ia menghampiri Gibran sembari berlari kecil.

gadis itu tak ragu menaiki sepeda Gibran, tanpa bicara ia langsung duduk di belakang. Gibran memutar tubuhnya memperhatikan Prim yang kini tersenyum riang layaknya seorang anak kecil yang baru di belikan mainan.

"Lo ngapain?"

"Mau ikut Gibran, kan rumah Kita searah."

"Turun!"

"Nggak mau!"

"Shhftt"

"Apa?"

Gibran menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia semakin kesal dengan tingkah gadis itu. Namun Prim tetap bertahan duduk. sampai akhirnya ada seseorang memanggil Gibran, keduanya melihat perempuan itu berusaha menghampiri dengan berlari kuat

Karena Gibran tak ingin beradu dialog dengan orang itu, kemudian ia mengayuh sepedanya sampai benar benar terhindar dari perempuan yang baru saja memanggilnya.

"GIBRAAAANNN" teriak Hana.

"Ihhh kok malah pergi."

"Prim lagi Prim lagi, awas lu yah Prim."

Sementara Prim tertawa melihat Hana yang sudah jauh, ia merasa menang lagi. gadis itu merentangkan tangan kanannya dan memejamkan mata sebagai menikmati rasa syukur.

"Gibraannn." ucap Prim membuka matanya.

"Hmm"

"Kita makan ice cream yuk?" tanya Prim sembari menarik pelan seragam pria itu.

"Nggak mau!"

"Sekali doang Gib."

"Berisik, mau gue turunin disini?" tanya Gibran menghentikan sepedanya.

"Gibran nggak seru! maju lagi"

Lalu Gibran tidak memberi respon, pikirannya tiba tiba terhenti di satu nama perempuan, ia mengingat perempuan yang sering membelainya, perempuan yang selalu memberi masakan enak untuk Gibran, perempuan yang hebat menyembunyikan kesedihannya, perempuan yang selalu memuji dan membanggakan Gibran. yahh namanya Retta, perempuan yang menemani dirinya selama 15 tahun.

Kematian ibunya sangat tragis, membuat Gibran merasakan trauma dengan kejadian yang menimpanya itu. Terakhir kali Retta menginginkan eskrim namun Gibran tak sempat membelikannya, karena pada saat itu ia sibuk merawat neneknya yang kini sudah tidak ada lagi sosoknya.

Gibran menjadi tak fokus mengayuh dan konsentrasinya pun menjadi terganggu sehingga sepedanya goyah alhasil hampir menabrak seekor kucing.

BRUUUGGGHHH

"Aww"

"Gibran"

"Lo nggak apa apa?" tanya Gibran khawatir.

Mata Gibran menangkap luka di kaki gadis itu, ia mendekat dan menyentuh bagian lutut Prim, mata lelaki itu tak lepas pandangan. Prim tersenyum melihat kekhawatiran Gibran, gadis itu menatap Gibran terlalu lama hingga Gibran menyadari tatapan Prim.

"Sakit?" tanya Gibran penuh khawatir. gadis itu menunduk lalu mengangguk.

"Okay, lo tunggu di pinggir trotoar. gue cari apotik dulu"

Prim mengangguk , ia membangkitkan tubuhnya di bantu oleh Gibran. berjalan dengan kaki yang timpang. Entah apa yang di rasakan Prim hari itu, ada apa dengan Gibran? apakah lelaki itu tidak menyadari dengan ucapannya? Prim tampak masih menahan senyum saat Gibran jauh dari pandangannya untuk sekedar membeli betadine dan plester.

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang