51. || MENYAMBUT RINDU.

37 7 0
                                    

Merekam moment tidak selalu menggunakan teknologi canggih.
Sebuah puisi pun sudah berhasil membidik kebersamaan Kita meski rasanya singkat.
.
.
.
.
.
.
.

Prim menerima puisi yang sudah Gibran tulis, membuat gadis itu tersenyum sembari menatap mata Gibran.

"Ini beneran?" senyuman Prim belum memudar.

"Iya." Gibran tertawa pelan.

"Makasih ya, puisinya bagus." Prim menyimpannya di dalam totebag.

"Puisi bagus untuk gadis yang paling berisik."

"Mau di bales nggak puisinya?"

"Coba."

"Nanti ya hahaha."

Percakapan mereka terhenti ketika Hana mendekati Prim yang di ikuti kedua temannya dari belakang.

Tepat berada di kantin, mereka bertemu. Hana menunjukkan ekspresi kagetnya di hadapan Prim dan Gibran.

Dengan kedua tangan menyilang di dada kemudiam tersenyum, lalu mengucap. "Lo kenapa? Sakit?"

"Lumpuh Han." Mila berucap dengan matanya yang mendelik.

Hana menggelengkan kepalanya, matanya mendelik. Ia berbisik pada Gibran yang masih berada di hadapan Prim.

Hana membungkukkan punggunggnya, menghadap ke arah Gibran yang belum bangkit dari duduknya. "Sebentar lagi akan ada yang kehilangan." bisik Hana lalu tersenyum miring.

Perempuan itu kembali memperhatikan Prim dari puncak kepala hingga ke ujung kaki.

Sementara Gibran mendengus kesal, salah satu tangannya mengepal.

"Gue bangga punya Dia, mau Dia seperti apapun. Gue pastiin suatu saat Dia bisa sembuh."

"Gibran, Prim mau pergi dari sini."

"Owww Gibran lagi bucin hahaha. Alay anjir." Hana menertawakan ketika keduanya sudah berlalu.

Di taman belakang sekolah, Prim terdiam memperhatikan langit yang sangat cerah.

"Prim bukan cewek lemah kan, Gibran?"

"Bukan."

"Prim masih ada harapan kan Gibran?"

"Jangan dengerin Hana. Dia nggak tau lo aja."

"Prim mau nangis, tapi takut di ledekin Gibran." Prim sedikit menertawai dirinya.

Gibran menghela napas dengan tawanya yang pelan, tangan kanan ia menyentuh puncak kepala Prim. Gibran mengacak lembut rambut gadis itu.

"Takut di bilang cengeng?" Gibran tersenyum ke bawah.

"Iya." Kepala Prim menunduk.

"Lo boleh nangis kok. silahkan, Lagian nangis itu manusiawi kali. Orang yang nangis itu adalah orang yang terlalu lama kuat, jadi keluarin aja rasa sedih lo sampe semuanya hilang, sampe lo benar benar ngerasa lega."

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang