Aneu yang sedari tadi ada di rumah, sembari sibuk membuat pudding strawberry. Ia mengingat bahwa Prim sangat menyukainya.
"Mah." panggil Prim.
Prim memeluk Aneu dari belakang, Aneu memutarkan tubuhnya lalu kedua mata Aneu tak sengaja melihat Gibran yang sudah berada di ambang pintu. Gibran tersenyum tipis kepada Aneu.
"Prim itu temen Kamu?"
"Dia Gibran." bisik Prim.
"Oh jadi ini yang namanya Gibran?" tanya Aneu kemudian menghampiri Gibran.
Gibran mencium punggung tangan Aneu, Gibran menandapatkan senyuman dari Aneu sehingga itu membuat dirinya mengingat almarhumah ibundanya.
"Ayo Gibran duduk." ajak Aneu kemudian berlalu ke ruang dapur.
"Bikin apa sih Mah?" kata Prim sembari membututi Aneu dari belakang.
"Mama bikin pudding kesukaan kamu."
"Waaaa makasih Mama, Prim kangen banget sama pudding buatan Mama."
Aneu dan Prim menghampiri Gibran yang sedari tadi duduk menunggu, Prim menyuruh Gibran untuk mencicipi pudding buatan Aneu, lelaki itu tersenyum malu menatap keduanya.
"Gibran, jadi nggak enak Tan." ucap Gibran sembari memotong pudding tersebut.
"Semoga suka ya." jawab Aneu.
"Enak banget Tante."
Itu adalah kali pertama Gibran dan Aneu bertemu, tapi Gibran telah di sambut baik oleh Aneu. Sebab, Prim sudah banyak bercerita tentang Gibran sejak dulu. Gibran yang katanya baik, peduli, penyayang, tidak pernah kasar kepada Prim, selalu menuruti keinginan Prim. Aneu senang mendengar cerita Prim yang kerap memuji lelaki itu. lelaki yang bisa membuat Prim nyaman, tenang, dan selalu membuat Prim bahagia.
Di satu sisi Gibran melihat kedekatan Prim dan Aneu mengingatkan adiknya yang selalu bercerita panjang kepada Retta, selalu ada cerita di setiap menitnya. Namun setelah Retta tidak ada rasanya sepi sekali, tidak ada yang memanggil Lala dan Oliv dan tidak ada yang menyuruhnya untuk makan. Sungguh, sosok Aneu mengingatkan Gibran kepada sang ibundanya. Bahkan hobi mengoleksi tanaman pun termasuk kebiasaan yang sama dengan Retta.
"Gibran, mau Prim bikinin apa?"
"Nggak usah, itu udah ada air teh sama pudding."
"Kalau gitu Kita-" kata Prim terpotong oleh Gibran.
"Lo belum makan."
"Nanti aja, Prim belum laper."
"Lo nggak usah keras kepala, jangan jadi bego untuk diri lo sendiri."
"Prim mau makan kalau Gibran juga ikut makan."
"Gue belum laper."
"NGGAK TERIMA ALASAN APAPUN.'
"Okay, Kita makan bareng."
Prim tersenyum lalu membangkitkan duduknya. tak ada sepatah kalimat lagi selain tersenyum sumringah kepada Gibran, sedangkan Gibran yang selalu di tatap oleh Prim mengalihkan pandangannya pada arah jarum jam di tangannya.
Gibran memang begitu, tidak usah heran. Sedikit bicara banyak bertindak, mungkin itulah yang membuat Prim semakin suka dengan Gibran.
***
"Lo Anak ke berapa?" tanya Gibran yang tak lagi duduk di ruang tamu.
"Anak kedua."
"Bokap lo kemana?"
"Udah meninggal Gib."
"Ohh sorry, gue nggak maksud---."
"Nggak apa apa. Gibran kan nggak tau."
"Jadi lo tinggal bertiga aja?"
"Iya."
Gibran mengangguk kemudian tak sengaja kedua mata lelaki itu berhenti di satu benda yang terpajang di dinding. hanya sebuah foto Prim semasa kecil bersama Zein membuat Gibran ingin memegangnya. foto itu tergambar jelas sosok gadis kecil tersenyum begitu tulus sembari memeluk boneka Mickey Mouse, boneka yang sampai saat ini masih tersimpan di kamar Prim.
"Kenapa?" tanya Prim mendekati Gibran.
Gibran tersenyum tipis Ketika matanya melihat foto Prim di masa kecilnya. gadis yang memiliki rambut pajang dan poni rapi dengan senyum khasnya.
"Lo lucu yah." puji Gibran masih memandang foto itu.
"Hah?" tanya Prim pura pura tak terdengar.
"Nggak, ini foto nya bagus."
"Ohh, dulu Prim di poni jelek banget makanya sekarang tanpa poni."
"Mirip kayak Oliv." jawab Gibran sembari kembali menaruh foto tersebut.
Saat tengah asik berbincang berdua, Prim merasakan rasa mual kembali seperti sebelumnya. gadis itu berlari menuju toilet, Gibran mengikuti langkahan Prim dengan rasa khawatirnya.
"Lo kenapa?"
"Mual lagi?"
Aneu baru saja datang ke ruang keluarga, di kejutkan dengan suara Prim yang tak kuat menahan mualnya.
"Prim."
"Gibran, Prim kenapa?"
"Dari tadi siang katanya masuk angin."
"Kita ke dokter yah sayang."
"Nggak Mah, Prim nggak mau. Prim mau bobo aja di kamar."
"Tapi Prim---"
"Mah, Prim cuma masuk angin."
"Yaudah, Mama bikinin dulu Kamu teh hangat yah."
"Tante, biar Gibran antar Prim ke kamarnya." kata Gibran mendekati.
"Maaf yah Gibran." kata Aneu.
Gibran menuntun Prim perlahan menuju kamar yang berada di lantai atas. Prim hai itu benar benar merasa lemah, tapi ia tetap menganggap bahwa dirinya tidak apa apa. padahal Gibran tahu ia sedang tidak baik baik saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
maaf kelamaan update guyssss. lanjut ya. tapi jangan lupa vote dan follow ig aku @maissylst__ bantu Aku yahh, makasii:)

KAMU SEDANG MEMBACA
GIBRAN UNTUK PRIMILLY
RomanceMencintai manusia paling cuek bukanlah keinginan Prim, tapi di cintai oleh Gibran adalah impiannya. "Senyumnya jangan sering di lihatin ke orang orang Gibran, buat Prim aja." "Kenapa?" "Senyum Gibran bikin mereka lupa diri. padahal kan Gibran udah...