59. Menerima

116 25 2
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen, terimakasih 🤍





PART 59. MENERIMA

Dimalam hari seorang lelaki berbaju Koko hitam dan bersarung putih tengah berjalan menyusuri lorong pesantren. Jangan lupakan sebuah surban putih yang melingkar di kepalanya menambah kesan yang lumayan untuk dipandang.

Dan tak jarang juga  jika bertemu dengannya selalu mengucapkan salam. Eits tapi Ingat yang bertemu dengannya saat ini hanya laki-laki karena ia sedang berada dikawan untuk santri laki-laki. Mana mungkin dia berada dikawan Santri perempuan bisa bisa ia terkena sidang.

"GUS IBRA!"

Lelaki bersorban tersebut itupun menolehkan kepalanya, alisnya terangkat sebelah seolah-olah bertanya 'kenapa?'

"Aduh bentar gus, saya nafas dulu" ucap orang itu ngos-ngosan, karena mengejar yang ia panggil dengan sebutan Gus Ibra

"Lain kali jalannya pelan-pelan aja Gus saya cape ngejarnya" tutur orang tersebut.

Gus Ibra hanya berdecak kesal.

"Ada apa?"

"Saya cuman mau bilang pak kiyai sudah nunggu Gus Ibra di ruangannya." 

Mendengar itu pun Gus Ibra langsung pergi dengan cepat.

Orang itu hanya menggelengkan kepalanya "Weleh-weleh. Kebiasaan Gus Ibra kalo ngedenger pak kiyai nunggu langsung gercep."

Tok tok

Cklek

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumusalam cucu ku, kemarilah nak" suruh kiyai Syaril

Gus Ibra langsung mencium tangan kakeknya
"Kakek kenapa panggil Ibra?"

"Gini loh nak sini duduk disamping kakek."
Gus Ibra pun langsung mematuhi perintah kakeknya

Kiyai Syaril mengusap punggung tegap milik Gus Ibra, sesekali ia mengusap kepala cucu satu satunya itu.

"Ibraa, sebelumnya apa kakek pernah meminta sesuatu sama kamu"

Gus Ibra menggelengkan kepalanya, "Engga pernah kek, apa kakek mau minta sesuatu?Ibra janji akan turuti permintaan kakek."

Kiyai Syaril tersenyum manis, "kakek hanya ada satu permintaan. Apa kamu sanggup mengabulkan permintaan kakek."

Tanpa ragu Gus Ibra menganggukkan kepalanya.

"Menikahlah."

Raut wajah Gus Ibra langsung berubah seketika. "Tapi kek Ibra belum ada calonnya."

"Kalau begitu menikahlah dengan wanita pilihan kakek."

Gus Ibra menundukkan kepalanya ia tampak berpikir, prinsipnya menikah itu bukanlah hal yang main-main. Ia hanya ingin menikah hanya sekali seumur hidupnya.

"Kakek apakah wanita itu seorang santri disini?"

Kiyai Syaril menggelengkan kepalanya, "Dia adalah seorang cucu dari sahabat kakek. Sejak dulu kakek dan beliau membuat perjanjian. Kita berdua akan menjodohkan salah satu cucu kita berdua."

"Lalu kenapa harus Ibra?" Tanya Gus Ibra

Kiyai Syaril tersenyum,"apa kamu lupa, hanya kamu saja cucu yang kakek miliki. Dan kamu adalah penerus kakek selanjutnya."

"Kedua orang tuamu pasti setuju. Ibraa"

Lagi lagi Gus Ibra hanya menundukkan kepalanya lagi, ini bukanlah hal yang main-main.

TAK DIDUGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang