12. Nur

486 59 2
                                    

Lebih dari dugaanku, ternyata Mas Khalid itu enggak cuma kaku sama perempuan, dia juga pemalu. Pantas saja, selama ini enggak pernah tahu kalau dia punya pacar. Kupikir, hanya karena aku enggak tahu saja. Soalnya dengan penampilan dan kebaikan kaya begitu, mustahil enggak ada perempuan yang suka. Tapi, nyatanya memang benar, Mas Khalid kayanya memang enggak pernah pacaran. Aku jadi merasa beruntung banget.

Tapi, jadi bingung sendiri. soalnya, kami sudah menikah lima harian, dan sampai detik ini, dia belum berani melakukan pendekatan. Dia masih membiarkan aku tidur saja tanpa berbuat hal lebih. Tapi, mungkin saja Mas Khalid terlalu baik, jadi dia canggung dan takut mengganggu aku.

Tiga harian ini, Mas Khalid suka keluar malam, dan selalu pulang pas aku sudah tidur. Dia bilang ada urusan terkait penggantian nomor HP beberapa bulan lalu. Ya, aku, sih, maklum. Ini juga enggak kalah penting, kan? Soalnya menyangkut duit tunjangan. Dan sebelum-sebelumnya, kami juga agak sibuk dengan bebersih rumah. Dia pasti capek.

Dan malam ini, dia juga keluar lagi. Katanya ada urusan tentang warung. Enggak tahu, sih, urusan apa. Semoga enggak pulang malam banget. Aku jadi enggak enak. Soalnya pas dia pulang, aku enggak menyambutnya. Udah kutinggal molor saja.

Aku yang sedang duduk di ranjang sambil baca buku, mengalihkan pandangan sesaat, mengecek jam dinding. Sudah jam sebelas malam lebih. Sebenarnya, aku ngantuk banget. Beneran, deh. Tapi, aku tahan-tahan, soalnya ingin banget menyambut suami kalau pulang. Minimal menawarkan kopi, teh, atau apa saja. Kayak cerita wanita-wanita sholihah begitu. Namanya juga perempuan yang ingin jadi istri yang baik.

Tadi, sebelum Mas Khalid keluar, kami sempat mengobrol sambil nonton sama ibu di ruang tengah. Kupikir, malam ini dia enggak akan keluar. Tapi, pas ibu sudah tidur, eh, Mas Khalid keluar lagi. Dia bilang lupa ngurus masalah warung.

Tapi, selama beberapa hari jadi istri Mas Khalid, aku cukup senang. Dia memang lelaki yang baik banget. Dia mengajakku jalan-jalan berdua. Meski enggak melakukan apa-apa, tapi bagiku romantis banget. Secara, ya ... aku enggak pernah pacaran, apalagi jalan bareng cowok. Jadinya, jalan-jalan minum es dan makan snack saja, sudah senang banget rasanya.

Apalagi, dia itu perhatian banget. Aku ingat bagaimana kemarin kami jalan-jalan ke kota. Sekadar duduk di pelabuhan menikmati sore. Sambil makan kacang rebus.

Kami ngobrol banyak banget. Kebanyakan membahas masa lalu. Ternyata, dia banyak ingat tentangku. Maklum saja, aku memang rada tomboi, sih. Dan memang paling suka main sama anak cowok.

Dan, yang romantis, tuh, pas pulangnya. Dia lagi-lagi bikin jantungku hampir meledak.

Pas itu, suasana pelabuhan sudah sore banget. Orang-orang sudah banyak pulang. Langit sudah kemerahan. Ah, aku suka suasananya. Nambah-nambah vibes romance-nya, deh.

Nah, pas itu, kan, aku naik ke jok motor. Dan lagi-lagi, aku lupa enggak pegangan. Lalu, tiba-tiba, Mas Khalid menarik tanganku. Duh, aku beneran kaya yang mau pingsan. Saking kagetnya. Jantungku rasanya sudah meledak. Bom Hiroshima-Nagasaki kayanya kalah hebat.

"Pegangan, Nur! Takut jatuh."

Duh, kata-katanya, tuh, terngiang-ngiang sampe sekarang. Bisa semerdu itu, ya?

Duh, aku kok makin ngantuk, ya? Udah jam setengah dua belas. Aku tidur sebentar saja, kali, ya?

Aku turun dari dipan, menaruh buku di meja kecil yang juga ada beberapa buku milik Mas Khalid. Lalu, segera berbalik, buat naik lagi ke dipan. Terus, molor, deh.

Tapi, baru juga sebelah kaki yang naik ke kasur, eh bunyi handle pintu bikin aku menoleh. Alhamdulillah ... Mas Khalid datang sebelum aku tidur.

Meniti kasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang