19. Khalid

580 65 3
                                    

Seperti biasa, setelah menurunkan standar samping motor dan menurunkan wadah-wadah kosong, aku melangkah ke pintu dapur untuk membukanya. Tapi, belum juga sampai, ternyata pintu dapur telah terbuka. Dan, kulihat Nur tersenyum semringah menyambutku. Dia melangkah keluar. Meraih tanganku dan menciumnya.

"Mana wadah kosongnya?" Nur mendongak, lalu melongok ke belakang tubuhku.

Aku menyentakkan kepala, berisyarat ke arah wadah-wadah yang sudah kuturunkan dari motor. "Tuh. Tumben kelihatan seneng banget, Nur?"

Aku memutar tubuh, hendak melangkah ke arah motor. Aku begitu penasaran, karena raut wajah istriku yang tampak begitu cerah. Jauh lebih cerah daripada biasanya.

Sementara itu, Nur  mendahuluiku. Dia sudah melangkah terlebih dahulu ke tempat di mana wadah-wadah kosong tadi kuturunkan.

"Lagi good mood." Nur sudah mengambil keranjang dan beberapa wadah kosong itu. Memegang dengan tangannya. Lantas, berbalik menghadap padaku. Dia menyeringai. Gigi-gigi kecilnya berjejer rapi. Matanya menyipit. Menambah kesan lucu dan imut yang ada padanya.

Aku menggeleng memperhatikan tingkah istriku ini. Melanjutkan langkah menuju motor. Lantas menuntunnya untuk kumasukkan ke ruang belakang melalui dapur. Sementara Nur, lagi-lagi mendahuluiku. Dia meletakkan wadah-wadah itu di bale-bale.

Aku masih menuntun motor dan berusaha memasukkannya ke ruang belakang, ketika kulihat Nur sudah menghidupkan kran air dan mengisi teko.

"Ngopi, ya, Mas? Aku mau minum teh juga. Kita ngobrol santai sebentar. Oh, ya, sarung dan kemeja udah aku siapin di kamar mandi. Mas tinggal wudhu' saja."

Aku seketika mengernyitkan mendengar ajakan Nur untuk ngobrol. Tumben dia mengajakku untuk mengobrol. Padahal, sebenarnya kami terkadang mengobrol santai sebelum tidur. Tapi, mengobrol sambil ngopi malam begini, belum pernah kami lakukan.

Aku menoleh setelah memarkirkan motor dengan baik di ruang belakang. Lantas, segera melangkah ke arah dapur. Kulihat panci susu sudah bertengger di kompor.

Sementara itu, Nur sibuk menyiapkan kopi dan teh di meja yang berada di sebelah meja kompor. Dia menoleh sesaat ketika melihatku hendak masuk kamar mandi. Menyeringai lagi dengan gayanya yang tadi.

Aku sedikit merasa geli melihat tingkahnya. Membalas seringaiannya itu dengan senyum geli dan alis yang terangkat. Lantas, melanjutkan langkah ke kamar mandi untuk bersuci. Sepertinya istriku ini benar-benar dalam keadaan suasana hati yang sangat baik. 

Aku melongok dari dalam kamar mandi sembari melangkah, melihat ke arah istriku yang kini tengah menuangkan air ke dalam cangkir.

Dia menoleh padaku. "Kutunggu di ruang tengah, ya ..."

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan. Lantas meneruskan langkah ke musala untuk menunaikan salat Isya.

Dan seusai salat Isya, aku segera turun dari Musala dan menyusul istriku di ruang tengah. Aku segera duduk di sebelahnya, sambil sedikit mengistirahatkan punggung.

Detik kemudian, segera kutuangkan kopi ke lepek. Menunggunya menghangat untuk nanti kuminum.

"Mas, tahu, enggak? Tadi aku nemu blog bagus banget. Setelah melihat-lihat dan membaca beberapa artikel di dalamnya, aku merasa seolah-olah udah nemu harta karun." Nur mengubah posisi duduknya seketika. Sedikit menghadap padaku. Kedua tangannya mendarat di pahaku. Mimik wajahnya begitu antusias. Membuatku kembali penasaran.

Aku mengernyit sembari menenglengkan kepala menatapnya. "Ini yang bikin kamu seneng sejak tadi?"

"Hooh. Bikin good mood buanget. Ada satu artikel yang aku baca. Judulnya kalau enggak salah, tuh ... Change Your Belief, Change Your Life. Intinya, sih ... semua bisa terjadi kalau kita percaya."

"Lah, kan emang begitu, Nur," Aku mengambil lepek dan menyesap kopi. Memandang Nur melalui bibir cangkir.

"Iya tahu. Teorinya udah tahu dari lama. Aku sesuai dengan persangkaan  hamba-Ku, kan? Tapi, Mas ... setelah membaca artikel ini, aku jadi lebih paham. Pokoknya ... inti dari semua itu, semua berawal dari sini." Dia menunjuk keningnya.

"Emang daging giling juga berawal dari situ, Nur? Kalau iya, besok aku enggak perlu ke pasar lagi." Aku sedikit terkekeh. Sengaja menanggapi pembicaraan istriku ini dengan candaan.

"Ih ... bercanda mulu. Rese, ah." Nur mendaratkan pukulan ke pundakku. Dan aku segera menangkap telapak tangannya. Kami pun larut dalam candaan.

Aku sangat senang melihat raut wajah semringah istriku malam ini. Nur memang perempuan yang ceria. Ini salah satu yang membuatku terus bersemangat. Meskipun terkadang, aku melihat sirat kesedihan tersembunyi dari balik keceriaannya sejak dia mengetahui kekuranganku ini.

Tapi malam ini, kesedihan itu seolah-olah telah sirna. Semoga saja benar-benar sirna dan menjadi titik balik bagi kehidupan rumah tangga kami.

Dan ... mood baik Nur, tak hanya membawa keceriaan di wajahnya. Hal itu menimbulkan efek lebih dari hanya raut wajah semringah. Itu terjawab setelah kami selesai mengobrol. Nur mengajakku untuk kembali mencobanya.

Jujur saja, tiap kali hendak mencobanya, aku selalu dihinggapi rasa cemas dan ragu. Pun rasa takut selalu menghantui diriku. Terlebih lagi, jika aku yang harus aktif, sedangkan keadaanku seperti ini.

Tapi, malam ini berbeda. Setelah percobaan gagal seminggu lalu, malam ini aku merasakan sedikit perubahan. Nur lebih aktif. Dan raut wajah bahagianya masih bertahan. Ini membuat mood-ku juga menjadi baik.

Biasanya, aku melihat raut tak nyaman dan terkadang matanya yang berkaca-kaca. Dia menahan diri dan mencoba menyembunyikan kesedihan.

Tapi kali ini, perlahan dia membantuku. Membuatku bisa merasakan aliran darah yang mengalir lebih cepat di tubuh. Jantungku memompa lebih cepat. Makin lama makin cepat. Hingga, aku mampu mengikuti ritme yang Nur lakukan. Dan ini membuatku aktif secara alami.

Aku baru merasakannya kali ini. Rasanya benar-benar berbeda. Rasa hati yang nyaman. Dan raut wajah istriku yang masih tampak semringah, sungguh sangat membantu.

Hingga akhirnya, benar-benar di luar dugaan. Sesuatu yang selama lebih dari tiga bulan kami usahakan, baru bisa terjadi malam ini. Aku berhasil menjadi seorang lelaki sejati bersama Nur. Istriku ini benar-benar membantuku mewujudkan apa yang kupikir tak akan mungkin terjadi.

Senyuman dan kebahagiaan itu masih bertahan di wajahnya. Pun, semua masih bertahan di hatiku. Bahkan, hingga usai pun, aku tak mau melepas Nur dari pelukan. Apakah dengan ini artinya aku benar-benar telah berubah?

Hanya Tuhan yang tahu. Tapi yang pasti, aku benar-benar bahagia. Aku berhasil melakukannya.





Meniti kasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang