Sembilan

3.8K 207 105
                                    

"Sebelumnya saya minta maaf telah membuat anda tersinggung, tapi karena kita bukan mahram jadi saya tidak mau menerima uluran tangan dari anda."

–Muhammad Avan Ghazalah–

–Zaujati–

"Apa kalian sudah mengambil keputusan?"

Agni melirik Avan. Sudahlah Agni serahkan semua keputusan pada Avan, lagipula Agni sudah berusaha agar pernikahan antara dirinya dan Avan dibatalkan toh.

Avan mengangguk. "Kita memutuskan untuk menikah Jumat depan."

Ucapan Avan membuat kedua bola mata Agni membulat, bukan hanya Agni yang terkejut. Semua yang hadir di sana juga sama halnya.

"Kamu beneran Van?" tanya ummi Flora membuat Avan mengangguk mantap.

"Sudah tidak sabar ya menikah dengan putri saya?" goda papa Ranting, melirik Avan dan Agni secara bergantian.

Sementara Dara hanya diam, kenapa malah dipercepat? Seharusnya mereka tidak menikah. Seharusnya yang menikah dengan Avan itu dirinya bukan Agni.

Avan melirik Agni yang kini sedang menundukkan kepala. Lelaki itu tau, pasti Agni sangat tertekan dengan pernikahan ini. Sebenarnya Avan juga tak mau memaksa Agni, namun entah mengapa Avan memang benar-benar tak mau pernikahan keduanya batal.

Avan sendiri tak mengerti mengapa Agni tiba-tiba ingin membatalkan pernikahannya, padahal waktu lamaran Agni sudah menerimanya. Pasti ada sesuatu hal yang membuat Agni ingin membatalkan pernikahan.

Avan harus mencari tau.

***

Malam ini sebelum tidur Agni memberanikan diri untuk menemui Dara. Agni harus bicara pada Dara, semoga saja kakaknya itu mau mengerti bahwa saat ini Agni sudah tidak bisa menghentikan pernikahan antara dirinya dan Avan.

Setelah sampai di depan pintu kamar Dara, Agni mengatur deru napasnya. Ketika dirasa sudah tenang, Agni memutuskan untuk mengetuk pintu kamar kakaknya itu.

Tok.. tok..

Pintu terbuka, menampilkan seorang gadis yang lima tahun lebih tua dari Agni, sedang tersenyum padanya.

"Agni, ayo masuk." Mengajak adiknya untuk masuk ke dalam kamarnya.

Dengan ragu-ragu Agni memasuki kamar Dara, kepalanya pun tertunduk. Memikirkan bagaimana caranya mengatakan pada kakaknya ini, dan bagaimana reaksinya? Ah! Agni tak bisa membayangkannya.

"Kak ... Agni mau bicara sesuatu," ujar Agni, menatap Dara ragu-ragu.

Sementara Dara hanya tersenyum padanya. "Duduk."

Agni duduk di ranjang, tepat di sebelah Dara.

"Bicaralah, kakak bakal dengerin kok," ujarnya masih tersenyum.

Agni menghela napas panjang. "Maaf kak, gue gak bisa batalin pernikahan gue sama Avan. Gue udah berusaha, tapi Avan selalu nolak dan malah majuin tanggal pernikahan kita, sekali lagi gue minta maaf kak," ucap Agni tanpa menatap mata kakaknya.

Dara tersenyum. "Gak papa, lagian lo juga udah berusaha kok."

Agni menatap Dara, bisa ia lihat kakaknya ini sedang tersenyum manis padanya. "Beneran kak? Kak Dara gak marah kan?"

Dara menggeleng. "Buat apa kakak marah? Lagian lo juga udah berusaha kok."

Kali ini Agni dapat bernapas lega. Agni senang mengetahui bahwa kakaknya tidak marah lagi padanya, Agni yakin pasti sebentar lagi hubungan antara dirinya dan Dara akan akrab seperti dulu lagi.

ZAUJATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang