Lima

4.5K 199 118
                                    

"Sebelum Avan mengucapkan ijab kabul atas nama Agni, dia masih menjadi milik umum."

-Zaujati-

Seluruh anak kelas dua belas bersorak gembira. Hari ini adalah acara kelulusan mereka, termasuk Agni Anantasya yang saat ini sudah lulus. Ia tak menyangka sudah bersekolah di sana selama tiga tahun lamanya, rasanya baru sebentar.

Sarah langsung memeluk Agni ketika gadis itu datang. Sarah tak sendirian, ia datang bersama kedua orang tuanya dan kedua orang tua Agni, tak lupa juga dengan Avan.

Agni hanya melirik Avan tanpa mau menyapanya, sementara lelaki berumur 24 itu hanya menyaksikan para tetua sedang mengucapkan selamat pada Agni, calon istrinya.

Ummi Flora melirik Avan. "Van, ayo ucapkan selamat pada calon istri kamu, hari ini kan dia lulus."

Atas desakan ummi Flora, Avan akhirnya berjalan mendekati Agni. "Selamat."

Mendengar itu, Agni hanya memutar bola matanya malas. Kaku sekali lelaki ini, apa bisa Agni yang pecicilan menikah dengan lelaki kaku seperti Avan?

Mama Daun menyenggol lengan Agni. "Dijawab dong sayang."

Agni berdecak kesal. "Iya," balasnya dengan nada malas.

Tak lama, guru yang killer yang suka menghukum Agni menghampirinya, membuat Agni sendiri hanya bisa menghela napas kesal.

Lelaki yang tak lain adalah pak Arlan itu tersenyum pada Agni. "Selamat Agni Anantasya, kamu akhirnya lulus."

Agni menampilkan senyum paksa padanya. "Terima kasih."

"Semoga nanti jika kamu kuliah, tidak merepotkan dosen di sana ya." Masih menampilkan senyumannya pada Agni.

"Iya," balas Agni. Malas menjawab.

"Saya minta maaf karena sering menghukum kamu."

Mungkin di luar, Agni tampak biasa saja. Tapi, asal kalian tau, saat ini gadis itu terus saja mengumpati pak Arlan, kesal dengan lelaki itu.

"Ah, pak Arlan tidak usah meminta maaf. Memang anak saya kok yang bandel, harusnya dia yang minta maaf," ujar mama Daun, melirik putrinya. 

Pak Arlan tersenyum. "Tidak apa-apa, sudah kewajiban saya sebagai guru untuk membimbing putri ibu menjadi lebih baik."

Pak Arlan hampir saja ingin mengelus puncak kepala Agni yang tertutup jilbab itu, namun sudah lebih dulu dicegah oleh Avan.

"Maaf pak, saya ingin bicara sebentar dengan Agni," ujar Avan, membawa tangan pak Arlan agar tidak menyentuh Agni.

Sementara pak Arlan hanya bisa menghela napas kesal.

Avan membawa Agni menjauh dari pak Arlan. "Bukankah sudah saya bilang jang—"

"Jangan bersentuhan dengan selain mahram, iya gue hapal. Lagian tadi kan enggak kena juga," potong Agni.

Avan menghela napas. "Bagus."

Agni melihat Avan yang langsung pergi setelah mengucapkan hal tak berfaedah itu.

"Udah gitu doang?"

***

Agni mendengus kesal, ia kira hari kelulusannya akan menyenangkan. Tetapi, ia salah besar! Buktinya saja hari ini seperti hari-hari biasanya, cih! Membosankan.

Agni melirik ke sekeliling rumahnya, tidak ada siapapun di sana. Agni berpikir, kemana kedua orang tuanya pergi? Apalagi Agni sendirian di rumah, huh! Benar-benar sangat membosankan.

ZAUJATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang