Empat puluh lima

2.7K 160 3
                                    

Agni dan Avan hari ini bersiap untuk pulang. Sebenarnya mereka masih ingin berada di pesantren, namun mengingat Avan yang harus bekerja, serta Agni yang harus kuliah maka mereka harus pulang.

"Hati-hati ya, insya Allah nanti mama dan ummi akan bergantian menjaga Gaffi saat Avan bekerja dan kamu kuliah," ujar mama Daun yang juga berada di sana.

Ummi Flora mengangguk. "Kami berdua akan menyempatkan waktu untuk cucu kami yang tampan ini."

"Maaf ya, mah, mi. Jadi ngerepotin. Pasti kalian nanti harus bolak-balik," ujar Agni, merasa bersalah.

"Tidak merepotkan kami sama sekali kok, malah kami akan senang dapat kesempatan menjaga cucu tampan kami ini." Ummi Flora menatap Agni kembali. "Sudah, kamu tidak perlu merasa bersalah. Besok pagi ummi akan ke sana."

"Tapi Agni kuliah siang, mi."

"Ummi akan datang pagi saja, biar bisa bantuin kamu."

Agni tersenyum. Ia beruntung memiliki mertua seperti ummi Flora. Selama ini ia sangat baik pada Agni, bahkan mungkin tidak pernah membentak ataupun memarahinya. Benar-benar tipe mertua idaman.

"Bi, Avan pamit." Menyalami tangan Abi Abdul, diikuti oleh Agni.

Abi Abdul mengangguk. "Hati-hati."

Abi Abdul memang terlihat dingin, namun hatinya sangat lembut dan bijaksana. Agni sekarang mengerti sikap dingin, lembut, dan kebijaksanaan Avan dapat dari mana.

"Kami pamit ya, Rah, Mi, Bi, Mah. Assalamualaikum."

Setelah berpamitan, Avan beserta Agni dan Gaffi memasuki mobil. Melaju menuju rumah kecil mereka. Avan sesekali melirik Agni yang tertawa senang bergurau dengan Gaffi, membuatnya terkekeh.

"Gappi kok suka banget tidur sih? Pasti nurun dari Babanya." Melirik tajam Avan.

"Kenapa menyalahkan aku?" tanya Avan, masih menyetir. "Yang suka telat bangun subuh siapa?"

"Aku." Bicara jujur.

Sudut bibir Avan terangkat. "Yang kalau habis sholat subuh tidur lagi siapa?"

"Aku."

"Berarti sikap ngebo Gaffi turun dari siapa?"

"Ak–heh! Mana bisa! Pokoknya nurun dari kamu. Kebiasaan buruk ditiru, lagian ya Pin, kamu maruk amat mau ambil kebiasaan buruk Babamu."

Avan tertawa mendengarnya. Sungguh memiliki istri semacam Agni selain membuatnya pusing, juga dapat membuatnya tertawa.

"Ketawa lagi, nih anakmu dinasihatin. Jangan tiru kelakuan buruk Ammanya, eh maksudnya Babanya."

"Iya, iya." Pasrah.

"Iya apa coba?"

"Tidak akan mengajarkan hal buruk pada Gaffi."

"Bagus."

***

Agni baru saja menidurkan Gaffi di box bayi sebelah ranjangnya dan Avan setelah sampai. Sungguh, hari ini sangat melelahkan bagi Agni.

Ia berjalan menuju lemari, ingin mengambil baju dan handuk. Namun, keningnya berkerut setelah melihat kotak merah di lemari sisi bajunya. Milik siapa itu?

Agni mengambil kotak itu, dan membukanya. Matanya terbelalak ketika melihat apa isinya. Sebuah cincin dengan permata biru.

"Barakallah fii umrik, Zaujati."

Agni tersenyum ketika Avan datang membawa bunga. Ia menerimanya, menatap Avan tak percaya.

"Kamu ingat tanggal ulang tahun aku?"

ZAUJATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang