Dua puluh delapan

3.3K 209 99
                                    

"Astaghfirullah, ustadz Kobul, Ning Agni," ucap ustadzah Naya membuat Avan semakin mengepalkan tangan.

Agni terkejut ketika wajah ustadz Kobul tiba-tiba berada tepat di depan mukanya. Ustadz Kobul yang mengerti pun menjauhkan diri dari Agni.

Agni cepat-cepat keluar dari mobil, bisa ia lihat bahwa dari mata Avan tersorot kemarahan.

"Van ... aku ... "

"Apa yang Ning Agni lakukan di dalam mobil bersama ustadz Kobul? Apa kalian sedang ... " ujar ustadzah Naya menggantungkan ucapannya.

"Gus, saya—"

Avan langsung pergi ketika ustadz Kobul ingin menjelaskan sesuatu. Lelaki itu tak ingin mendengar apapun dari keduanya, saat ini ia sudah cukup marah.

Agni melirik ustadz Kobul. "Apa yang ustadz lakukan pada saya?!"

Selepas mengatakan itu, Agni berlari menyusul Avan. Agni tak ingin Avan marah padanya. Ya kalian bayangkan saja, siapa yang tidak marah ketika seorang istri pergi tanpa kabar dan pulang bersama lelaki lain?

"Van ... aku gak ngapa-ngapain sama ustadz Kobul, percaya deh sama aku." Agni masih berusaha membujuk Avan.

Ketika sampai di ndalem. Di sana terdapat keluarga ndalem, seperti Abi Abdul, ummi Flora, Sarah, Elang, dan Dara. Avan langsung menutup pintu, menatap Agni dalam.

"Avan, percaya sama aku. Aku sama ustadz Kobul gak ngapa-ngapain. Tadinya aku mau pergi sama ustadzah Nanik, aku udah izin sama kamu kan?"

"Tiba-tiba ustadzah Naya datang, katanya ada perlu sama ustadzah Nanik, maka dari itu dia gak bisa temenin aku, akhirnya ustadz Kobul yang temenin."

"Tapi waktu sampai di supermarket terdekat, ternyata itu tutup. Akhirnya aku sama ustadz Kobul nyari supermarket lain, tapi jaraknya lumayan jauh dari pesantren."

Avan terus menyimak cerita Agni sampai gadis itu menyelesaikan ceritanya. Begitupun dengan yang lainnya.

"Pas udah selesai belanja, tiba-tiba ban bocor selain itu bensin juga abis, makannya kita ke bengkel dulu. Bengkelnya juga lumayan jauh Van. Kita nunggu di sana sekitar satu jam lebih."

"Waktu udah selesai tambal ban, kita kena macet selama berjam-jam. Jadi kita pulang telat. Aku berani sumpah kalau aku gak ngelakuin hal yang enggak-enggak sama ustadz Kobul, percaya sama aku Van."

Apakah Avan percaya? Tentu saja lelaki itu bimbang. Supermarket biasanya tutup sekitar jam sembilan malam, sementara Agni ke pergi sekitar jam empat sore.

Selain itu mobil pesantren selalu di cek setiap hari, jadi mana mungkin ban bocor apalagi bensin habis ketika jalan.

Dan lebihnya lagi, kenapa bisa tengah malam macet, padahal tadi Avan pergi bersama Elang keadaannya tidak macet.

"Van ... please believe me."

Avan hanya bisa menghela napas. Lelaki itu pergi begitu saja dari hadapan Agni, membuat wanita itu bingung bagaimana cara mengatasinya. Avan benar-benar marah padanya.

Keluarga satu-satu pergi meninggalkan Agni, tadinya Dara ingin mendekati adik satu-satunya itu, namun Elang memintanya untuk segera beristirahat, Dara pun menurut.

Tersisa Sarah, ia berjalan mendekati Agni yang terduduk di atas lantai sambil menunduk. Sarah berjongkok, menatap mata Agni yang basah karena air mata.

"Kak Agni kenapa nangis? Kak Agni kan kuat, Sarah yakin kak Agni bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik." Tersenyum pada Agni, menguatkan kakak iparnya itu.

ZAUJATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang