Empat puluh tiga

2.8K 157 7
                                    

Ustadz Kobul memandangi sebuah foto di tangannya dengan pandangan sulit diartikan. Entahlah apa yang dipikirkan lelaki itu saat ini. Ia kelihatan bimbang dalam suatu hal.

Ustadzah Nanik melihat itu. Ia melirik foto yang ustadz Kobul pandang, menghela napas panjang.

"Assalamualaikum ustadz Kobul."

Mendengar salam dari ustadzah Nanik, membuat ustadz Kobul langsung menyembunyikan foto yang tadi ia pegang.

"Waalaikumsalam."

"Mencintai seseorang memang diperbolehkan dalam Islam. Namun, mencintai istri orang lain?"

"Mencintai pasangan lain, istri atau suami orang lain, itu hukumnya diperbolehkan dalam Islam. Cinta itu adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri, karena cinta tidak bisa ditolak kedatangannya, dan itu murni pemberian dari-Nya," balas ustadz Kobul.

"Tapi apa ustadz Kobul tidak memikirkan perasaan suami dari istri yang ustadz cintai? Bagaimana perasaannya Tadz?"

Ustadz Kobul terdiam. Terus mendengarkan ucapan ustadzah Nanik tanpa memotongnya lagi.

"Saya sarankan, hilangkan perasaan ustadz padanya. Lawan perasaan ustadz, sadarilah bahwa orang yang ustadz Kobul cintai adalah istri orang lain."

"Saya permisi, assalamualaikum." Pergi meninggalkan ustadz Kobul yang sedang merenung.

Ustadzah Nanik benar, tidak seharusnya ia menyimpan rasa pada istri orang lain. Jika ustadz Kobul menyimpan perasaannya lebih lama lagi, ia akan lebih susah untuk melupakannya.

Ustadz Kobul melirik punggung ustadzah Nanik. "Ustadzah Nanik."

Perempuan itu menoleh, ia mengerutkan kening ketika melihat ustadz Kobul berlari kearahnya. Keduanya bertatapan sebentar, lalu menunduk ketika menyadarinya.

"Ada apa Tadz?" tanya ustadzah Nanik.

Ustadz Kobul tampak bimbang bicara dengannya. Ia mengatur napasnya. Ketika sudah normal, lelaki itu memberanikan berbicara pada ustadzah Nanik.

"Boleh saya menemui orang tuamu?"

***

Cklek.

Pintu ruangan terbuka. Agni tersenyum ketika melihat Avan masuk bersama ummi Flora yang sedang menggendong putranya.

Kondisi Agni memang sudah membaik, tetapi ia belum boleh pulang terlebih dahulu. Jadi anaknya dirawat oleh keluarga ndalem.

"Assalamualaikum," salam Avan, membalas senyum Agni.

"Assalamualaikum, Amma," ujar ummi Flora, menirukan suara bayi.

Agni terkekeh. "Waalaikumsalam, anak Amma kok makin ganteng ya?"

Ketiganya tertawa. Ummi Flora lalu memberikan Gaffi kecil pada Agni untuk ia gendong dan berikan ASI.

Ummi Flora melirik Avan. "Van, ayo kita keluar sebentar. Agni mau memberikan ASI pada Gaffi."

"Tapi Avan ingin bersama Agni, sebentar saja," pinta Avan.

"Gak boleh!" celetuk Agni. "Nanti kamu ikutan lagi."

"Ikutan apa?" tanya Avan, tak mengerti.

"Udah mending kamu pergi aja, hush .. hush ... " Mengusir Avan.

Ummi Flora tertawa, menepuk punggung Avan. "Ayo Van, kita pergi saja. Kamu sudah diusir."

Ummi Flora berjalan keluar ruangan inap Agni sambil tertawa. Sementara Avan? Tentu saja ia keluar dengan raut wajah kesal.

ZAUJATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang