6. Terabaikan, lagi!

149 36 54
                                    

Revan tengah asik mendengarkan lagu dengan earphone yang melekat di telinga sambil membaca sebuah buku, hingga tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Revan menoleh kepada orang itu, kemudian memutar bola mata malas. Memilih melanjutkan kegiatannya, daripada harus mengurusi gadis gila itu.

Merasa diabaikan, Tania menarik sebelah earphone Revan dengan kesal. Gadis itu cemberut, membuat Revan menaikkan sebelah alis. "Lo seneng banget sih nganggurin gue. Gue gak menarik gitu di mata lo?"

"Gak." Singkat, padat, dan menyakitkan. Lalu dengan santai, Revan kembali menyumpal telinganya dengan earphone.

Tania mendengus sebal, kembali ia tarik earphone Revan. "Ish... Apa sih yang bikin lo gak tertarik sama gue? Gue cantik, seksi, kaya, kurang apa coba?"

"Kurang waras."

"What the?"

"Heh! Mau kemana lo?" tanya Tania ketika Revan tiba-tiba berdiri dan melangkahkan kaki menuju pintu kelas.

"Jauhin setan," jawab Revan santai lalu berlalu meninggalkan Tania yang melongo. Gadis itu menunjuk diri sendiri, setan yang dimaksud Revan adalah dirinya? begitu? Dasar kulkas berjalan gak ada akhlak.

***

Tania berguling-guling di atas kasur, sedangkan kedua sahabatnya tengah asik menonton serial drama korea di televisi. Pikiran Tania melayang kemana-mana, sekali-kali ia menutup wajah dengan bantal lalu berteriak. Entah apa maksudnya.

"Tan, gue jadiin kambing guling mau?" Indri mendelik sebal melihat kelakuan Tania yang semakin tak waras. Ia mengerti jika gadis itu pasti galau karena Revan, tapi jangan seperti itu juga! Indri dan Sasha yang melihatnya jadi pusing.

Tania bangkit, mengangkat bantal di tangan kanan dan menatap Indri tajam. "Berani lo sama gue?"

Indri terkekeh sembari menggaruk tengkuk, dengan segera menggelengkan kepala. "Gak sih."

Sasha menyoraki Indri. Tidak sadar diri, padahal ia juga tak berani menghadapi Tania. "Lagian lo kenapa sih guling-guling gak jelas gitu? Mending ikut nonton sama kita."

Air muka Tania berubah cemberut, tanpa aba-aba melempar kedua gadis di hadapannya dengan bantal yang tadi ia pegang. Ia berdecak, "gue ngechat si Revan, udah puluhan sampe ratusan tapi gak dibales-bales."

"Suka lo ya?" tuding Indri.

"Iya," balas Tania.

Kedua sahabatnya itu dengan kompak menolehkan kepala ke belakang, menatap tak percaya Tania. Sasha sampai-sampai ternganga karenanya. "Ehh, anjir. Lo serius?"

Tania mengangguk dengan bibir mengerucut. Sasha dan Indri saling berpandangan, detik berikutnya tawa mereka menggema di seluruh kamar itu.

"Mampus lo, Tan. Jadi beneran suka sama dia. Karma sih, selalu mainin perasaan cowok." Indri terbahak memegang perut.

"Mana si Revan modelan es kutub lagi. Siap-siap patah hati deh, Tan." Sasha ikut menimpali.

Tania semakin menekuk wajah, melipat tangan di depan dada. "Lo berdua ngeselin banget sumpah."

Indri dan Sasha berusaha menghentikan tawa, kasihan juga melihat wajah menyedihkan Tania. "Mending lo mundur aja deh, Tan."

"Betul kata Sasha, daripada perasaan lo makin jauh dan berakhir gak mengenakan."

Tania membulatkan mata, yang benar saja? Seorang Tania yang dijuluki Venus alias dewi cinta dan kecantikan mundur? Tidak! Itu tak akan terjadi, setidaknya untuk saat ini. "Gue gak bakal mundur! Enak aja, gue udah nurunin harga diri ini. Masa gak dapet apa-apa? gengsi dong! Lo pada juga tahu pedoman hidup gue."

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang