33. Rumah Revan

85 18 0
                                    

"Gue kira kabar lo pacaran sama Revan cuma rumor," ujar Jordi terkekeh.

Tania tersenyum kikuk sementara Revan hanya diam dengan wajah datar andalannya. Awalnya Tania sangat senang karena Revan akhirnya mau membawanya ke cafe yang baru buka ini, namun kesenangan gadis itu lenyap begitu Jordi dengan tidak tahu malu bergabung dengan keduanya. "Kita udah sebulan padahal."

Jordi mengangkat sebelah alisnya, kemudian terkekeh. "Tumben lama, Tan. Biasanya cuma seminggu."

Tania mendelik tidak suka, kenapa pemuda di depannya itu harus membahas hal itu coba? Membuat mood Tania anjlok saja. "Beda lah, kali ini gue gak main-main. Btw, kita cocok kan?"

Jordi terlihat berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Tidak bisa ia pungkiri kalau keduanya serasi dari segi fisik.

"Balik aja, yuk." Revan akhirnya membuka suara, ia tidak suka suasana ramai di sini apalagi ada Jordi diantara keduanya. Tania mengangguk, berpamitan sebentar pada Jordi kemudian melenggang pergi.

"Mau ke mana?" tanya Revan sembari menatap gadis yang kini memeluk lengannya erat. Tania menggeleng, tidak tahu harus ke mana lagi, ia tak punya tujuan. Ke mall? terlalu mainstream, lagipula mereka sudah pernah. Taman? apa yang menarik dari lapangan hijau atau bunga-bunga di taman?

"Ke rumah gue?" Tania mengangkat kepala menatap Revan yang jauh lebih tinggi dibanding dirinya, ia tersenyum senang lalu mengangguk. Dengan langkah ceria mendahului Revan lalu memasuki mobil pemuda itu membuat Revan terkekeh melihat tingkahnya.

***

Di sinilah Tania sekarang, mengotak-atik dapur bersama Keyra dan Larisa. Tania yang tidak bisa memasak belajar banyak hal dari keduanya. Gadis itu tersenyum bahagia melihat kedua perempuan yang kini tengah bergurau lalu tertawa di depannya, hatinya menghangat karena hal itu. Ia meneteskan air mata, tiba-tiba merindukan Tiara- sang Ibunda.

"Loh kak, kenapa?" tanya Larisa begitu melihat Tania menangis. Gadis itu segera menghampiri Tania dan memeluknya yang justru membuat Tania semakin terisak.

"Loh loh, kok makin nangis? kenapa sayang?" Keyra mematikan kompornya, ikut mendekat dan memeluk Tania.

Tania menggeleng, masih terisak dan semakin merindukan Ibu nya begitu kedua perempuan berbeda usia itu memeluknya erat. "Kangen Mama."

"Ada Bunda di sini, sayang. Kamu bisa anggep Bunda seperti Mama kandung kamu sendiri," tutur Keyra sembari mengelus punggung Tania, menenangkan gadis itu. Ia sudah dengar cerita dari Revan kalau Tania hidup sebatang kara, walau mereka tidak tahu jelas bagaimana kehidupan Tania. Biarlah Tania yang cerita sendiri nantinya, Keyra serta keluarga Sanjaya yang lain tidak akan bertanya apalagi menuntut gadis itu untuk mengungkapkan segalanya.

"Loh? Ada apa?" Revan yang baru saja turun menatap ketiga orang yang tengah berpelukan itu dengan bingung, terutama karena Tania yang menangis. Awalnya pemuda itu pergi ke dapur untung mengambil minuman, namun yang ia lihat justru hal seperti ini.

"Kak Tania lagi kangen Mama nya," balas Larisa. Ketiganya melepaskan pelukan sekarang. Revan mengangguk mengerti, ia menghampiri Tania lalu membawa gadis itu dalam dekapan hangatnya.

"Tenangin Tania dulu, Aa. Ini biar kita yang lanjut masak," ujar Keyra.

Revan mengangguk, menggendong Tania seperti koala menuju ruang tengah. Keluarga ini telah menerima hubungan mereka, bahkan sejak pertemuan pertama kemarin, Tania telah diterima dengan baik. Jadi, mereka tidak perlu sungkan berpelukan seperti tadi asalkan tidak melebihi batasan.

Revan duduk di sofa, masih dengan Tania yang menempel memeluknya erat. "Van."

"Hm?" Revan berdeham membalas panggilan Tania, mengelus kepala dan punggung gadis itu lembut.

"Mau denger semua cerita hidup gue?"

"Ceritain aja pas lo siap, gue gak bakal maksa," ujar Revan.

"Gue mau ceritain semuanya sekarang. Alasan dibalik sikap gue yang suka mainin cowok juga bakal lo ketahui dari sini, dengerin baik-baik ya," kata Tania. Gadis masih tetap pada posisinya, sudah terlalu nyaman dan tidak ingin berpindah. Revan mengangguk menyetujui, lantas Tania segera menceritakan semuanya. Tentang Papanya yang kasar lalu berselingkuh dan menelantarkan Tania beserta Mamanya, tentang hidup mereka yang hancur karena ulah lelaki biadab yang sialnya mengalir darahnya pada Tania.

***

Revan memasuki kamar tamu, ia tersenyum menatap seorang gadis yang kini tertidur lelap disana. Iya, Tania menginap di rumah pemuda itu hari ini. Ia menarik selimut yang menutupi gadis itu, berniat mengusik tidur Tania.

Gadis itu menggeliat, menggumamkan sesuatu yang tak jelas didengar Revan. "Bangun, Tan."

"Eum ... masih ngantuk, Van." Tania menarik kembali selimutnya hingga menutupi dada, mencari posisi ternyamannya untuk tidur.

Pemuda itu menghela napas, kembali menyibak-nyibakkan selimut Tania agar gadis itu bergegas bangun. "Sholat!"

"Emang udah subuh?" tanya gadis itu, Revan berdeham sebagai jawaban, masih menarik-narik selimut Tania.

"Lima menit lagi," tawar Tania. Ia benar-benar masih mengantuk sekarang, matanya begitu berat seolah ada perekat disana.

Revan berdecak, kali ini menarik selimut yang menutupi gadis itu dengan kasar hingga jatuh ke lantai. "Sholat, atau gue sholatin?"

Tania segera membuka matanya setelah mendengar ucapan Revan. Seram sekali main sholatin orang saja, kan Tania masih sehat sentosa dan belum berniat bertemu yang maha kuasa.

"Sana," ujar Revan sembari mengkode agar gadis itu segera ke kamar mandi.

"Iya, calon imam." Tania bangkit dengan segala upaya. Gadis itu menyempatkan diri mengecup pipi Revan, kemudian segera kabur ke kamar mandi.

Revan berdecak, padahal dirinya sudah wudhu namun gadis itu dengan seenak jidat menciumnya. "Nanti ke kamar Bunda, sholat berjamaah disana. Mukena juga udah ada di sana," ujar Revan sedikit kencang.

"Oke," teriak Tania dari dalam kamar mandi. Sudah menjadi kebiasaan keluarga Sanjaya untuk sholat berjamaah jika memungkinkan, Reihan selaku kepala keluarga lah yang selalu menjadi imam. Beruntung kali ini Tania bisa tinggal dan merasakan sholat berjamaah bersama mereka, gadis itu juga mendapatkan momen kebersamaan keluarga yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang