37. shopping

95 16 0
                                    

Gadis itu sedari tadi menampilkan wajah masam, sementara seseorang di kursi kemudi tampak biasa saja tanpa sedikitpun berniat menghibur. Tania benar-benar kesal karena ulah Kara, meskipun tadi ia terlihat santai menghadapi gadis itu namun tetap saja hatinya dongkol. Sementara Revan sama sekali tak membuka suara untuk sekedar basa-basi guna melenyapkan rasa kesal pada sang kekasih.

Pacaran sama batu ya gini, bukannya ngehibur malah bikin tambah kesel liat muka tembok dia, batin Tania.

Mobil yang gadis itu tumpangi tiba di parkiran mall, ia segera turun tanpa sedikitpun menunggu Revan. Memang Tania lah yang meminta agar mereka berdua kemari, ia ingin meluapkan kedongkolan dengan berbelanja.

Perihal Larisa, gadis itu menumpang mobil temannya sehingga tidak ikut dengan mereka. Lagipula ia tak mau mengganggu sepasang kekasih yang terlihat bertengkar itu. Yang satu kesal, satunya lagi datar.

Revan turun dari mobilnya, dengan langkah santai mengikuti Tania yang berjalan cukup jauh di depannya. Ia sadar jika gadis itu tengah kesal, namun Revan tidaklah pandai untuk menghibur sehingga ia bingung dan berakhir diam. Pemuda itu takut salah bicara dan berakhir menambah kekesalan Tania.

Tania memasuki sebuah toko yang menyediakan banyak produk kecantikan, diikuti Revan di belakang. Gadis cantik itu menarik napas dalam, melihat isi di tempat tersebut sudah membuat moodnya sedikit membaik. “Surga dunia,” ujar gadis itu.

Tania mulai memilih banyak produk, dengan Revan yang setia mengekori. Pemuda itu tersenyum melihat sang kekasih yang sangat antusias, dalam hati bersyukur karena nampaknya Tania sudah tak kesal lagi.

“Sini!” panggil Tania meminta pemuda itu mendekat.
Revan hanya bisa menurut, biarlah ia mengikuti semua kemauan gadis itu untuk kali ini. Tania mengoleskan beberapa lip cream pada tangan Revan, membuat pemuda itu mengernyitkan dahi. “Yang mana paling bagus, Van?”

Mendapat pertanyaan tiba-tiba yang bahkan ia tak tahu jawabannya itu membuat Revan sedikit kelimpungan, karena baginya warna-warna yang ada disana tidak jauh berbeda. “Nih, yang warnanya lebih pucet.”

“Oke sih, aman juga kalo dipake ke sekolah,” ujar Tania lalu mengambil lip cream dengan warna yang telah dipilih Revan tadi.

Lanjut ke rak parfum, Tania meneliti satu persatu merk dan aromanya. Ia mengambil satu botol, menyemprotkannya pada tutup botol parfum tersebut. Mencium aromanya sendiri lalu meminta Revan melakukan hal yang sama. “Gimana?"

Revan tampak berpikir sejenak, “oke, tapi lebih baik pakai yang biasa.”

“Jadi beli yang kayak biasa aja?” tanya gadis itu memastikan yang langsung diangguki Revan.

“Oke deh, gue gak akan ganti-ganti selama lo suka,” kekeh Tania. Sebetulnya ia adalah tipikal yang mencoba banyak parfum, jika satu merk habis maka ia akan mencoba yang lain. Supaya tidak monoton harumnya, begitu pikir Tania. Tapi karena Revan lebih menyukai wangi parfum yang biasa ia gunakan, Tania berjanji tak akan menggantinya. Sama seperti ia berjanji jika hanya akan ada Revan di hatinya.

Setelah hampir dua jam berkeliling di sana, mereka kini berpindah ke toko pakaian. Tania sudah memilih beberapa pasang pakaian, segera menarik Revan ke fitting room. Pemuda itu menunggu di depan ruang tempat Tania mencoba pakaian, bertugas sebagai penilai dan memilih yang mana lebih cocok untuk gadis itu.

Tania keluar dari ruangan tersebut memakai mini dress berwarna biru muda, ia berdiri di depan Revan, memutar-mutar badan dan berpose. “Gimana? Oke gak?”

Revan membulatkan mata. Yang benar saja? dress itu terlalu mengeskpos paha mulus Tania. “Bagus, tapi terlalu pendek.”

“Jadi gak boleh?” tanya Tania memastikan.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang