47. Papa

94 14 0
                                    

Gadis itu menggeleng kesana – kemari setiap kali pemuda di hadapannya berusaha mencuri ciuman, namun usahanya itu selalu sia – sia. Ia kalah dan hanya bisa menangis sejadi – jadinya. Meminta tolong pun tak ada gunanya, ia hanya bisa berharap jika seseorang akan menemukan tempat ini dan membantunya keluar.

Darah dari luka goresan di tubuhnya kini tak ada rasa bagi Tania, ketakutan lah yang kini mendominasi. Jordi benar – benar serius dengan perkataannya, hidup Tania betul – betul akan hancur jika Bara berhasil menyetubuhinya dan menyebarkan video mereka. Pemuda itu yang membelakangi kamera tak akan mengungkap identitasnya, berbeda dengan Tania yang pasti akan terpampang jelas.

Bara mulai membuka kancing baju Tania satu – persatu, membuat gadis itu berteriak sekuat tenaga dan menangis. Karena kesal, Bara menampar gadis itu. “Berisik! Mana lo yang sok berkuasa itu?”

Tania menggelengkan kepala, menangis sejadi – jadinya. Badannya bergetar karena takut, apalagi kini Bara sudah mencapai kancing baju terakhir. Pemuda itu tertawa jahat, melempar baju Tania ke sembarang arah sehingga kini gadis itu hanya menggunakan tanktop hitam. “Ugh ... udah berdarah – darah gini aja lo tetap cakep ya. Malah makin bikin gue semangat.”

“Bar, please.” Sebetulnya Tania sudah lelah memohon, berteriak dan meronta. Tapi ia juga tak ingin menyerah begitu saja, di dalam hati gadis itu juga tak henti – hentinya merapalkan doa. Bara meletakkan telunjuknya di bibir, menyuruh Tania untuk diam saja.
Pemuda itu hendak melepaskan tanktop Tania dari tubuh gadis itu, namun pergerakannya terhenti ketika pintu ruangan itu dibuka secara paksa.

“BRENGSEK!” Revan segera berlari menghampiri Bara, dengan sekuat tenaga menendang pemuda itu. Lalu dengan cepat menyelimuti Tania dengan jaketnya.

“Sial, kenapa dia bisa masuk? bukannya di luar udah banyak yang jaga,” gumam Jordi lalu berlari menerjang Revan, untungnya refleks pemuda itu cepat sehingga mampu menghindari serangan Jordi.
Riko, Indri dan Sasha turut memasuki ruangan itu. Bara yang tadi di tendang Revan telah bangkit, pemuda itu lantas berduel dengan Riko. Sementara Indri dan Sasha berusaha melepaskan ikatan Tania dan menenangkan gadis itu.

Perkelahian itu terjadi cukup lama, Bara dan Jordi berhasil mereka tumbangkan. Sayangnya penjaga – penjaga yang tadi telah mereka kalahkan mulai memasuki ruangan itu dan menyerang mereka kembali. Riko dan Revan yang tenaganya sudah terkuras hebat, kini mulai kewalahan. Apalagi mereka hanya berdua sedangkan lawannya lebih dari lima orang.

“Aduh ... ini polisinya mana sih, lama banget sialan!” umpat Sasha. Ketika mengetahui keberadaan Tania di sini, ia telah menghubungi pihak kepolisian tadi dan mereka setuju untuk langsung datang. Namun sampai sekarang tidak ada satupun yang muncul, bisa – bisa mereka akan tumbang terlebih dahulu.

“Itu ada balok, kita bantu gebuk aja lah, Sha,” saran Indri sembari menunjuk beberapa balok kayu di pojokan. Sasha mengangguk, lagipula keduanya punya basic bela diri sehingga bisa membantu setidaknya untuk mengulur waktu.

“Tan, lo ke pinggir aja. Kita bantuin Revan sama Bang Riko dulu,” ujar Shasa kemudian beranjak mengambil balok bersama Indri. Tadi di luar keduanya juga turut melumpuhkan penjaga, jadi hal ini tidaklah sesulit itu.
Bara dan Jordi masih terbaring di lantai, namun terlihat tak selemah saat dilumpuhkan Revan dan Riko tadi. Tiba – tiba Bara kembali berdiri, dengan cepat berlari ke arah Tania.

“TANIA AWAS!” teriak keempat orang yang semula akan menyelamatkan gadis itu, pasalnya Bara berlari sambil mengarahkan pisau ke arah Tania. Karena tubuhnya yang masih lemah ditambah rasa takut yang sedari tadi menghampiri, Tania tak dapat menghindar dan hanya bisa membalikkan badan melindungi bagian perutnya.

Gadis itu memejamkan mata, memasrahkan diri pada Tuhan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Satu detik

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang