25. Official

99 18 0
                                    

Sepasang remaja itu kini tengah duduk nyaman di kursi mobil, Revan yang fokus dengan aktivitas mengemudinya dan Tania yang tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah pemuda itu. Tania menggigit bibir bawah sembari menaruh tangan di kedua wajah, pipinya terasa pegal karena sedari tadi tak berhenti tersenyum.

"Kenapa?" tanya Revan sembari melirik sekilas.

"Hehehe ... gapapa. Gue seneng aja karna lo ngajak ngedate," balas Tania tersenyum lebar. Gadis itu kemudian mengeluarkan ponsel dari saku, mengarahkan benda pipih tersebut untuk mengambil gambar dirinya dan Revan.

"Van, ngadep sini bentar!" Revan melirik Tania dari ujung matanya, sama sekali tidak menoleh dan hanya menggeleng.

Tania mendengus, pemuda di sampingnya itu memang sulit sekali diajak kerjasama, padahal dirinya ingin memposting foto mereka di media sosial agar semua orang tahu jika Revan sudah menjadi miliknya. "Bentar doang, Van. Cuma beberapa detik."

"Gue lagi nyetir, bahaya." Tania berdecak kesal mendengar jawaban pemuda itu, namun tetap mengambil gambar meskipun Revan tak menoleh sedikitpun. Gadis itu kemudian mengirim foto tersebut ke grup obrolan bersama kedua sahabatnya.

"Siapa yang masih mau bilang gue halu? sini gue colok mata lo!" tulis Tania di bawah foto yang ia kirimkan. Gadis itu tertawa cekikikan, ia yakin kedua sahabatnya itu pasti tidak dapat mengelak kenyataan bahwa Tania bisa menaklukkan pemuda manapun. Tania dilawan, siapa sih yang bisa nolak pesona gue? bocah baru oek oek aja bakalan kepincut.

"Udah sampe, turun!" Tania sedikit terlonjak mendengar ucapan Revan, ia terlalu asik chattingan dengan kedua sahabatnya sampai tidak sadar jika keduanya telah tiba di tempat tujuan. Mall – tempat klasik anak SMA untuk berpacaran.

"Dimana-mana tuh ceweknya dibukain pintu, Revan sayang. Bukannya disuruh turun kayak gitu!" kesal Tania. Revan ini memang tidak ada romantis-romantisnya, hidupnya kaku seperti kanebo kering.

"Buka sendiri." Revan hendak turun setelah mengatakan demikian, namun Tania tak akan membiarkan hal itu terjadi. Gadis itu dengan cepat menarik lengan Revan, menatap pemuda itu kesal.

"Gue gak akan turun sebelum lo bukain!"

Revan menghela napas, tidak akan ada habisnya jika berdebat dengan Tania. Harusnya mereka berdua menikmati hari ini, hari pertama pacaran? anggap saja begitu meskipun tidak ada acara menyatakan perasaan dan kalimat, 'will u be my girlfriend.' Revan memilih mengalah, ia memutari mobil menuju pintu penumpang.

"Mau sekalian gue gendong?" tanya Revan dengan nada mengejek begitu membuka pintu mobil.

"Boleh," ujar Tania dengan cengiran kuda yang membuat gadis itu mendapat hadiah istimewa berupa sentilan di dahinya. "Ish, sakit tau!"

"Cepet!"

"Ulurin tangannya, biar kayak prince yang jemput princess nya," kata Tania. Ngelunjak emang ini anak! masih untung Revan mau ngebukain dia pintu.

"Banyak mau." Meski dengan wajah tertekan, Revan tetap menuruti gadis itu. Tania terkekeh melihat ekspresi wajah Revan, dengan senang hati ia menggenggam erat tangan pemuda itu. Keduanya memasuki mall, masih dengan tangan saling bertaut – sebenarnya karena Tania yang tak ingin melepaskan, sementara Revan sudah risih sedari tadi.

"Kemana dulu?" tanya Tania antusias, Revan hanya mengedikkan bahu tanda tak tahu. Tania mendengus kesekian kalinya, nasib pacaran sama kanebo kering yang sebelumnya belum pernah dekat dengan seorang gadis. "Pacar!" Tania butuh jawaban dari mulut Revan langsung, bukan hanya gerakan tubuh.

Revan menaikkan sebelah alisnya bingung, "apa?"

"Cie ... udah mau dipanggil pacar," goda Tania sembari mencolek pipi Revan gemas.

"Sialan!" umpat Revan. Harusnya tadi ia tidak memulai ini semua, karena Tania pasti akan terus menyinggung perihal ini. Namun diam-diam ia merasa sedikit gejolak aneh di hatinya, ada rasa menggelitik yang justru membuatnya bahagia. Revan tak mengerti, rasa ini baru pertama kali menghampiri.

Tania tertawa puas melihat reaksi Revan, kenapa pemuda itu jadi semakin menggemaskan dimatanya. "Ayo ke timezone dulu!"

***

Kini kedua insan tersebut berada di bioskop setelah menghabiskan waktu di timezone. Revan menoleh ke samping sembari tersenyum, ia banyak tersenyum bahkan tertawa hari ini selama menghabiskan waktu dengan Tania. Gue memang mau buka hati, tapi kenapa harus lo ceweknya, Tan? Gue gak suka cewek nakal, tapi lo juga jadi satu-satunya cewek yang berhasil nerobos gerbang pertahanan gue.

"Gue emang cantik, gak usah diliatin mulu!" Tania membalas tatapan Revan, mata cokelat terang itu beradu dengan netra hitam kelam pemuda di sisi kirinya. Keduanya terdiam cukup lama, tenggelam dalam tatapan masing-masing. Siapapun yang melihat mereka, jelas tahu makna dibalik tatapan itu meski tanpa ada yang bicara.

"Kita beneran pacaran? Tolong jangan kasih gue harapan palsu, Van!"

Revan tersenyum, satu tangannya menyentuh pipi Tania lembut dan mengelus di sana. Baru saja ia hendak membuka mulut, sebuah getaran di saku celananya menghentikan pemuda itu. Revan meraih benda pipih tersebut, nama sang adik tertera di sana dan tanpa babibu langsung diangkatnya panggilan itu.

"Bang, to – long."

"Shareloc!" pinta Revan berusaha tenang, setelah menerima lokasi yang dikirimkan Larisa, ia segera bangkit dari kursi. "Tan, gue harus pergi."

"Kemana? gue ikut!"

"Sorry, gak bisa. Lo pulang sendiri ya." Setelah mengatakan hal itu, Revan segera berlari keluar. Persetan tentang apapun itu, yang ia pedulikan sekarang hanyalah sang adik.

Sementara itu Tania hanya bisa menatap nanar kepergian Revan, ia tak tahu apa yang membuat Revan sepanik itu. Ia berusaha fokus menonton kembali, namun pikirannya selalu tertuju pada Revan. Siapa yang tadi menelepon Revan? Kenapa Revan sangat cemas dan panik? Apa orang itu sangat penting untuk Revan? Apa itu adiknya? Tapi kenapa Revan tidak membawa Tania bersamanya?

"Agh sial! gue jadi overthinking," kesal Tania.

Selang beberapa detik sebuah pesan dengan notifikasi khusus terdengar dari sakunya, notifikasi yang sebelumnya belum pernah muncul.

From Calon Imam :

| kita pacaran

| yang barusan nelpon larisa, ini urusan keluarga

| jangan marah, tan

Tania hampir berteriak dan melompat membaca pesan yang Revan kirimkan, untung saja ia masih bisa mengontrol diri. "Kenapa typing nya harus huruf kecil semua coba? sial sial sial, jangan bikin gue makin jatuh, Revan!"

Tania menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia benar-benar salah tingkah sekarang. Bodo amat orang lain melihat kelakuan anehnya itu, Tania tak peduli saking bahagianya.

_to be continue_

aduh duh ... mereka makin gemes aja gak sih?

follow ig ktyuniex, karena aku suka ngasih spoiler di sana.

terima kasih sudah bersedia baca sampai bab ini, aku sayang kalian

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang