13. Gym

165 50 48
                                    

Tania dan kedua temannya saat ini tengah berjalan menyusuri Mall, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka terutama Tania. Dengan balutan kaos putih bertulis CELINE dan rok span pendek yang tampak ketat, Tania berjalan angkuh melewati para pemuda yang menganga takjub menatap gadis itu. Pesona Tania memang tak bisa dielakkan, pengecualian untuk Revan. Gadis itu seperti punya magnet tersendiri dimana orang-orang akan memutar kepala untuk melihatnya yang kedua kali. Hanya dengan balutan kaos saja, ia bisa terlihat begitu sempurna.

"Lo pake susuk ya, Tan?" tanya Sasha membuat Tania terkekeh pelan.

"Tau, gue berasa itik buruk rupa yang berteman sama angsa cantik kalo lagi jalan ama lu," timpal Indri. Ia mendengus sembari menatap iri Tania yang berjalan di sisi kanannya. Kedua sahabat Tania itu sebenarnya juga sangat cantik, namun masih kalah telak oleh gadis angkuh tersebut.

"Yang mereka lihat cuma fisik dan harta gue, bukan hati," ucap Tania membuat kedua sahabatnya mengangguk-anggukan kepala. Tania menoleh bergantian pada Sasha dan Indri, dalam hati ia berdoa semoga mereka tulus berteman dengannya.

"Dan cowok kayak gitu paling enak buat dipermainkan," ujar Indri dan Sasha kompak lalu ketiganya tertawa. Mereka sudah cukup hapal dengan kalimat itu, karena itu lah yang sering Tania ucapkan ketika teman-temannya merasa terabaikan dan tak terlihat oleh para pemuda tadi.

"So, mau shopping apa nyari makan dulu?" tanya Tania lalu merangkul kedua temannya.

"Makan aja lah, gue udah laper," jawab Indri. Sasha mengangguk setuju, ketiganya lantas segera menuju sebuah restaurant cepat saji. Memesan beberapa makanan kemudian mengobrol santai.

"So, gimana soal Revan?" tanya Sasha membuka obrolan.

"Gak gimana-gimana," jawab Tania.

"Tiga hari lagi waktu taruhan berakhir, barang kesayangan lo ungsiin deh, biar gak gue karungin," ucap Indri membuat Tania memutar bola mata malas. Di pikiran kedua temannya ini tak jauh-jauh dari taruhan dan barang branded.

"Gue cuma tinggal tunggu pengakuan dia soal pacaran, gue yakin sebenarnya dia udah jatuh perlahan ke pesona gue." Seperti biasa, Tania tetap kukuh dengan keangkuhannya.

"Seyakin apa lo?" tanya Sasha sambil memakan pesanan mereka yang baru saja sampai.

Tania mengedikkan bahu, namun jawaban santai yang keluar dari mulut gadis kemudian membuat Sasha tersedak dan Indri yang menyemburkan minuman. "Yang pasti gue udah pernah cium dia. Itu progress yang hebat bukan?"

"Lo gila, Tan? Lo nyium Revan?" Indri menggelengkan kepala tak habis pikir, kedua gadis itu menatap Tania tak percaya. Mereka tahu jika Tania adalah gadis yang nekat, tapi keduanya tak pernah terpikirkan hal sejauh itu.

Tania mengangguk-angguk, dengan santai memakan potato stick di depannya. "Tau, Revan juga sering kok ngatain gue gila. Lo pada tenang aja, yang gue cium bukan bibirnya kok."

Indri dan Sasha menepuk jidat, Tania benar-benar semakin kehilangan kewarasan. Namun kenapa gadis tak waras itu selalu digilai laki-laki? mereka pun tak tahu jawabannya.

"Lo udah cinta sama Revan?" tanya Indri membuat Tania tersedak dan dengan segera menyedot minumannya. "Gak lah," balas Tania kemudian.

Indri mengangguk, "cuma suka ya?" Tania hanya berdeham sebagai jawaban.

"Emang suka ama cinta bedanya apa sih njir?" tanya Sasha.

Tania menghela napas, tampak malas ingin menjawab pertanyaan Sasha. "Suka itu cuma sekedar tertarik. Kalo cinta, lo bakal ngerasa sayang banget dan takut kehilangan."

Indri bertepuk tangan sambil menggeleng-geleng, "Pakarnya emang beda."

"Fuckgirl dilawan," kekeh Sasha.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang