Tania dan Keyra sedari tadi sibuk di dapur, meskipun tak bisa memasak setidaknya Tania bisa membantu mencuci atau memotong sayuran. Sifat Tania yang ramah dan banyak bicara membuatnya cepat akrab dengan Keyra. Ambil hati Ibunya dulu, baru anaknya. Siapa tau ntar gue dijodohin ama Revan, kayak di novel-novel romance, pikir Tania.
"Tania, ini kamu taruh ke meja makan ya. Sekalian panggilin Revan, kita makan siang sama-sama." Tania mengangguk, menerima uluran piring berisi ayam goreng dari tangan Keyra. Segera ia simpan makanan tersebut di atas meja, kemudian berlari kecil menaiki tangga menuju kamar Revan.
Tania mengetuk pintu, lalu masuk tanpa menunggu jawaban Revan. Ia membulatkan mata begitu memasuki kamar itu, kemudian menutup wajah dengan kedua tangan. Revan berdiri dengan rambut basah, sebuah handuk terlilit di pinggang pemuda itu.
"Kenapa? Lain kali jangan asal nyelonong," ujar Revan santai. Ia beralih ngambil sebuah kemeja putih dari dalam lemari.
Tania menggigit bibir bagian dalamnya, lalu mengintip dari sela-sela jari. Gawat ini mah. Badannya bagus banget buat dilewatkan, tapi kalo gue liat ntar malah gagal fokus, batin Tania. Ia kembali menutup seluruh wajahnya rapat-rapat. "Sorry. Bunda lo nyuruh turun buat makan siang."
Setelah mengatakan hal demikian, Tania segera berbalik. Bisa makin gila dia di sana. Karena masih sibuk menutup wajahnya, Tania hampir saja menabrak dinding. Untunglah Revan dengan cepat berlari menghampirinya dan menarik lengan Tania, gadis itu membulatkan mata begitu melihat tembok yang hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya. Ia meringis pelan, kemudian berbalik menghadap Revan.
"Heh! fokus!" peringat Revan. Wajah Tania merona karena rasa malu, bagaimana gadis itu bisa fokus saat melihat penampilan Revan sekarang. Tania dengan ragu-ragu melihat ke arah tubuh Revan, pemuda itu sudah mengenakan kemeja namun hanya dua kancing atas yang terpasang.
"Van, lo ngeselin banget sumpah!" pekik Tania. Ia sama sekali tak kesal atau marah, itu hanya pengalihan agar tidak semakin salah tingkah. Revan menaikkan sebelah alisnya bingung, hal yang semakin membuat Tania menjerit dalam hati. Bayangkan saja, ada seorang pemuda tampan yang berdiri di depanmu dengan baju terbuka yang menampilkan otot-otot perutnya ditambah rambut basah dan sebelah alis terangkat. Tania hampir kehilangan kewarasan karena pesona Revan saat ini.
"Cewek mana coba yang bisa fokus liat lo yang kayak gini!" ketus Tania. Ia dengan cepat berbalik dan berlari, kali ini tidak akan menabrak tembok lagi. Sementara Revan mengerutkan dahinya bingung sambil mengacak rambut bagian belakang, dasar tidak peka!
***
Jari-jari lentik itu mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah, matanya berulang kali melirik anak tangga. Ketika sosok yang ia tunggu telah datang, Tania dengan cepat mengalihkan pandangan. Wajah gadis itu merona, mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ini memang bukan kali pertama ia melihat tubuh tegap Revan, tapi tetap saja membuatnya malu tak keruan.
"Nah, yuk makan." Keyra yang baru keluar dari dapur segera mendaratkan bokong. "Tania, ambil sendiri aja ya lauk yang kamu pengen."
"I-iya, Tante," gagap Tania. Ia meringis dalam hati, kenapa harus gugup di saat seperti ini? Lihatlah, Revan langsung menatapnya dengan dahi mengkerut sekarang. Tania berusaha mengabaikan Revan, ketiganya lantas makan siang dengan khidmat.
"Kalian udah lama deket?" Pertanyaan yang Keyra lontarkan disela-sela makan siang mereka membuat Revan tersedak. Tania dengan sigap memberikan segelas air putih kepada pemuda itu.
"Hati-hati, Van," peringat Keyra. Ia beralih menatap Tania, menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dilontarkannya.
"Tania udah lama deketin Revan, tapi baru kemarin direspon," jawab Tania berterus-terang. Revan mendesah pelan lalu mengusap wajah kasar, benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Tania. Bisa-bisanya gadis itu dengan tidak tahu malu mengakui hal tersebut.
Keyra terkekeh mendengar jawaban Tania, ia mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Keyra tahu bagaimana sifat putra nya itu, Larisa juga sering mengadu tentang apapun yang Revan lakukan di sekolah. "Tapi kamu satu-satunya yang direspon loh, Tania. Manfaatkan kesempatan dan waktu dengan baik."
Revan berdecak mendengar kalimat dukungan dari Keyra. Bunda nya itu biasanya sulit dekat dengan orang asing, tapi sekarang justru mudah sekali akrab dengan Tania. Revan menggeleng tak habis pikir, perempuan memang susah ditebak.
"Jadi Tante dukung Tania sama Revan nih?" Tania menaik-turunkan alisnya, Revan yang melihat kelakuan gadis itu semakin melongo. Salah besar gue kasih dia kesempatan!
"Iya dong. Lagian dia selalu nolak cewek, kan Tante jadi takut kalo dia belok. Mending sama kamu."
"Bun!" Revan sudah tak tahan, bisa-bisanya Keyra berbicara seperti itu padahal wanita itu tahu alasan dibalik penolakan Revan selama ini. Revan menghela napas kasar, ia bangkit lalu menarik pergelangan Tania agar ikut bersamanya.
"Ehh ... mau kemana? gue belum selesai makan," kata Tania sambil berjalan terseok-seok karena diseret Revan.
Keduanya berhenti di taman belakang rumah tersebut, Tania segera menarik tangannya. "Ish ... sakit tau, Van. Liat nih, merah!" ujar Tania sembari mengangkat tangannya di depan wajah Revan.
"Gak usah ngomong macem-macem ke Bunda," titah Revan. Ia kembali meraih tangan Tania, lalu mengelus lembut pergelangan gadis itu yang sedikit memerah. Tania tersenyum senang, ia menggigit bibir bawah guna menahan diri agar tak memekik kegirangan.
"Gue cuma ngomong jujur, Van," ucap Tania setelah berhasil menguasai diri.
Revan menghela napas, gadis di hadapannya itu memang sulit sekali untuk diberitahu. Tania sangat keras kepala dan tidak mau kalah. Pada akhirnya Revan hanya bisa diam, ia beralih menuju sebuah bangku.
"Perutnya udah aman?" Tania memiringkan kepala menatap Revan, ia tersenyum begitu pupil hitam kelam itu membalas tatapannya teduh. Revan mengangguk, kembali menatap lurus ke depan.
Tania berdecak dalam hati, ini cowok gak ada inisiatif buat nyari topik obrolan gitu? masa gue mulu!
Tania mengeluarkan benda pipih dari sakunya, hendak memeriksa apakah ada pesan penting dari sahabatnya atau Riko. Tapi bukannya membuka aplikasi WhatsApp, jari-jari lentik itu justru menekan aplikasi media sosial yang lain. Lah? kok gue jadi buka yang ini? ya udah lah, scroll dulu. Ntar baru buka WA.
"Pulang gih," ucap Revan tiba-tiba saat Tania masih asik dengan ponsel di tangan. Gadis itu menggeleng, dia belum puas di sini! enak saja, main usir!
"Gue juga gak ada kegiatan lain di apart, Van," balas Tania tanpa menoleh.
Revan mengerutkan dahi, bisa-bisanya gadis di sisi kanannya itu bilang tidak ada kerjaan di saat semua tugas belum dia kerjakan. "Nugas!"
Tania menurunkan ponselnya, kemudian menyunggingkan senyum. "Nyontek Indri dan Sasha aja nanti. Atau bayar orang buat ngerjain."
"Katanya mau berubah?"
Tania berdecak, memukul pelan bahu tegap pemuda itu. "Ngungkit itu mulu!"
Revan tersenyum tipis melihat wajah kesal Tania. Tangan kanannya terangkat, mengelus pelan puncak kepala Tania. Gadis itu terdiam mematung, terkejut mendapat perlakuan demikian dari Revan. "Tepatin janji lo, Tan. Dan gue juga bakal tepatin janji gue."
"Lo gak lagi PHP-in gue kan?" Tania memicing menatap Revan, telunjuknya terarah ke wajah pemuda itu. Revan menggeleng, ia benar-benar akan membuka hati sekarang. Lagipula dirinya sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Tania.
"Pulang! Belajar!"
"Cara lo bujuk cewek gini ya ternyata?" kekeh Tania.
Revan menaikkan sebelah alis, lalu tersenyum miring. "Emang lo mau nya kayak gimana?"
_to be continue_
follow my ig acc buat dpt bbrp spoiler
kadang suka post di story ig soalnya wkwk
ig : ktyuniex
KAMU SEDANG MEMBACA
Inesperado (End)
Teen Fiction{Sequel Keyra's Style} {BELUM DI REVISI} Revan kira kehidupan SMA nya akan tenang dan damai seperti yang sudah-sudah, namun siapa sangka Tania memutarbalikkan semuanya begitu saja. Pemuda kaku dan pendiam itu terpaksa berurusan dengan Tania si tukan...