28. Les private atau pacaran?

147 24 22
                                    

Tania menekuk wajahnya sedari tadi, ia menjatuhkan kepala diatas meja ruang tamu yang kini penuh dengan tumpukan buku. Tadinya gadis itu mengajak Revan untuk nge-date ke mall, ia ingin menghabiskan waktu dengan Revan seperti pasangan kekasih pada umumnya. Tapi bukannya menuruti keinginan Tania, Revan justru datang dan menyuruh gadis itu untuk belajar. Biar otak Tania diisi hal-hal yang bermanfaat, bukan hanya perihal makan, diskotik, seru-seruan dan membuat keributan saja, begitu kata pemuda itu. Tania tentu saja merengek tak setuju awalnya, namun Revan mengancam. Ia tidak akan mau datang kemari dan akan mengabaikan Tania jika gadis itu tak mau. Lagipula Tania sudah berjanji akan berubah, dan beginilah cara Revan membantu gadis itu.

Revan kembali dari dapur dengan sepiring cookies dan segelas susu, ia terkekeh pelan begitu melihat Tania yang terkulai lemah disana. Ia meletakkan piring dan gelas tersebut ke atas meja, lantas duduk di sebelah gadis itu.

Pemuda dengan kaos hitam tersebut mengelus kepala Tania lembut, membuat sang kekasih mengangkat kepalanya. Tania mencebikkan bibir menatap Revan, ia merengek mendekat, mendusel pada pemuda menyebalkan di depannya ini. "Udah ya, Van. Capek tau, udah dua jam belajar."

"Sifat peramegnetik yang paling kuat terdapat pada ion?" Revan menaikkan sebelah alisnya setelah mengajukan pertanyaan tersebut. Tania mendongak menatap pemuda itu dengan kesal, bukannya disuruh berhenti malah diajukan pertanyaan. Jika digambarkan dalam buku komik, bisa dipastikan kepala Tania sudah mengeluarkan asap sekarang.

"Kalau bisa jawab lima pertanyaan gue, belajarnya udahan."

"Kebanyakan, satu aja!" Revan menggeleng cepat mendengar perkataan Tania. Enak saja, terlalu sedikit jika hanya satu pertanyaan.

"Tiga deh, ya ya ya ya," bujuk Tania.

"Oke," balas pemuda itu setuju. Revan segera meraih buku tulis di atas meja, menuliskan deretan huruf dan angka disana. Tania mendelik, kepalanya sudah berdenyut duluan hanya karena melihat soal yang Revan buat.

Soal pertama :

Molalitas suatu larutan yang mengandung 20% berat C2 H5 OH (Mr = 46) adalah ...

Soal kedua :

Banyaknya MgSO4 (Mr = 120) yang dilarutkan dalam 400 gram udara untuk membuat larutan 0,5 m adalah ...

Soal ketiga :

Fraksi mol etanol (Mr = 46) dalam udara adalah 0,5. Jika dinyatakan dalam persen konsentrasi berat etanol adalah ...

"Nih, kerjain!" ujar Revan sembari menggeser buku tulis tersebut ke arah Tania. Tania melongo, menelan ludah begitu selesai membaca deretan huruf yang tersusun disana.

"Ehem, Van. Gue tiba-tiba mules, ke toilet dulu ya." Tania hendak bangkit, namun Revan dengan cepat menahannya dengan menarik kerah belakang gadis itu. Tania terjungkal ke belakang karena hal tersebut, untung saja Revan masih bertanggungjawab dengan menangkap tubuh gadis itu sehingga pantat Tania tidak menjadi korban lantai marmer. Tania terduduk di pangkuan Revan, dengan pemuda itu yang kini memeluknya dari belakang.

"Gak usah alasan, kerjain soalnya, pacar!" bisik Revan ditelinga gadis itu, membuat bulu kuduk Tania meremang seketika. Jika sudah seperti ini, ia hanya bisa menurut.

***

Gadis itu meraih sebuah cookies yang tersisa di atas piring, segelas susu juga ludes bersamaan dengan selesainya ia mengerjakan soal-soal yang sang kekasih berikan. Ralat, bukan kekasih! Revan lebih cocok dipanggil guru les dadakan dibanding kekasihnya.

"Akhirnya selesai juga." Tania menyodorkan jawabannya ke pemuda yang kini duduk di sisi kanannya itu, ia menghela napas lega kemudian menyenderkan kepala ke bahu Revan.

Revan meraih buku tersebut, mengoreksi jawaban Tania satu – persatu dengan teliti. "Udah bener."

Tania mengangkat kepalanya antusias, sudah ia duga kalau dirinya ini tidak bodoh-bodoh amat. Tania itu hanya malas, baginya bergelut dengan buku sangatlah membosankan. Gadis itu hendak membuka mulut guna memuji diri sendiri, namun niat Tania itu terhenti karena Revan terlebih dahulu menyentil dahinya. "Tapi kelamaan jawabnya," ungkap pemuda itu.

"Yang penting udah dijawab dengan benar," balas Tania. Gadis berkuncir kuda itu menguap, setelah berjam-jam bergelut dengan pelajaran kimia membuat ia mengantuk. Ia mendekat, semakin menempel pada Revan.

"Van, ngantuk," adu Tania. Revan menaikkan alis bingung, lalu apa hubungannya dengan dia? jika Tania mengantuk, kan tinggal tidur. "Gue mau tidur," sambung Tania sembari mendusel pada pemuda itu.

"Ya udah, tidur. Gue beresin ini dulu," ujar Revan. Ia meraih buku-buku yang berserakan di atas meja, merapikannya satu persatu. Tak lupa mengambil piring dan gelas bekas Tania tadi kemudian bangkit membawanya ke dapur. Tania menekuk wajah kesal, Dasar tidak peka!

Revan kembali dari dapur setelah beberapa saat, tangannya sedikit basah, mungkin habis mencuci piring dan gelas. Ia menghampiri Tania yang kini berwajah masam, "kenapa?"

"Gue mau tidur, Van," seru Tania, berharap jika kekasihnya itu akan peka meski sebenarnya mustahil.

Revan mengangguk, kemudian berdeham seolah mengerti dengan maksud Tania. "Nanti gue bacain yasin."

"Tai lo!" murka Tania setelah menahan kekesalan sedari tadi. Ia meraih sebuah buku di atas meja, kemudian melemparnya ke Revan. Apa yang bisa Tania harapkan dari seorang Revandra Sanjaya?

Bukannya merasa bersalah, pemuda di sisi kanannya itu justru terkekeh, senang karena berhasil mengerjai Tania. Ia mengambil buku yang baru saja Tania lempar lalu menyimpannya kembali di atas meja, selanjutnya mendekati gadis yang kini sedang melipat kedua tangan di depan dada itu. Dengan satu kali gerakan, digendongnya Tania menuju kamar gadis itu, membuat Tania yang tadinya menekuk wajah kesal berubah senang.

"Temenin sampe gue tidur, mau di puk-puk. Abis itu lo baru boleh pulang," terang Tania. Revan hanya mengangguk dan berdeham sebagai jawaban, dengan hati-hati ia menurunkan tubuh gadis yang kini berstatus pacarnya itu ke atas ranjang. Revan ikut merebahkan diri di samping gadis itu, sementara Tania dengan senang hati menyambut dan memeluknya erat. Katakanlah Tania gila karena meminta Revan menemaninya tidur, tapi gadis itu yakin bahwa Revan tak akan berbuat macam-macam.

Tania memejamkan mata, menikmati wangi yang menyeruak dari tubuh Revan. Wangi maskulin yang sangat menenangkan, Tania selalu merasa aman setiap berada di dekat pemuda itu. Tangan pemuda itu yang kini menepuk-nepuk punggung Tania pelan membuat ia semakin nyaman dan ingin memasuki dunia mimpi.

"Yaa-Siiin," celetuk Revan tiba-tiba membuat Tania segera membuka matanya.

"YA! REVAN! GILA LO YA!" teriak gadis itu kesal sembari mencubit pinggang Revan. Pemuda itu terbahak, niatnya hanya ingin menjahili Tania. Sementara Tania terdiam sejenak, baru pertama kali melihat Revan tertawa seperti itu. Ia yang awalnya kesal dan mencubit pinggang pemuda itu, kini beralih menggelitikinya. Revan tertawa kegelian, tak mau kalah, ia pun membalas Tania dengan hal serupa.

_to be continue_

couple kita yang satu ini emang beda ya

btw, besok aku bakalan upload cerita baru
judulnya back to december

Barang kali, beberapa orang memang sengaja untuk tidak move on.
Jadi, cerita ini untuk menemani kalian
para penyuka kenangan.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang