Tania cemberut sambil memperhatikan Revan yang masih melakukan fitness, tampaknya pemuda itu tak peduli dengan keberadaan Tania. Tania bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Revan, ia sudah bosan sekarang, terlebih ia kesal karena tak diperhatikan Revan.
"Van, pulang yuk," rengek Tania sambil menarik-narik ujung baju Revan.
"Pulang sendiri," balas Revan tanpa menoleh sedikit pun. Tania mencebikkan bibir, beralih menarik lengan Revan. "Van," rengeknya.
Revan mendengus, menatap Tania tajam. "Lo dateng ke sini sendiri, jadi ya pulang sendiri."
"Tapi gue gak bawa mobil, Van," aku Tania.
"Naik taksi." Revan beralih ke sudut ruangan. Duduk di sebuah bangku panjang dan meminum sebotol air mineral. Ia meraih sehelai handuk, lalu mengelap keringat yang sedari tadi mengucur membasahi tubuhnya.
"Anterin pulang, Van. Masa lo tega sama gue?" ucap Tania sambil menunjukkan wajah memelas.
"Gue gak peduli," balas Revan lalu bangkit dan berjalan ke luar ruangan.
"Van, lo juga udah selesai kan? Apa salahnya sih anterin gue pulang? Gue itu pacar lo," kata Tania berusaha membujuk Revan.
"Gue bukan pacar lo," kata Revan penuh penekanan.
Ia kemudian memasuki ruang ganti dan segera melepas kaos tanpa lengan nya yang sudah basah oleh keringat. Tania menahan nafas saat ia melihat tubuh shirtless Revan, otot-otot lengan, dada, dan perut pemuda itu terbentuk dengan sempurna.
"Pergi sana," usir Revan sambil melemparkan handuk kecil ke wajah Tania. Hal itu membuat pandangan Tania dari tubuhnya terhalang sempurna.
"Anterin pulang, Van," ucap Tania tanpa menyingkirkan handuk itu dari wajahnya. Ia takut akan khilaf jika terus melihat tubuh atas Revan yang polos tanpa baju. Revan menarik handuk yang menutupi wajah Tania, namun wajah pemuda itu begitu dekat hingga membuat Tania terkejut sekaligus berdebar seketika.
"Perlu gue kasih duit buat pulang sendiri?"
"Gue punya duit kali, Van." Tania semakin menekuk wajahnya, Sedangkan Revan hanya mengedikkan bahu lalu menyimpan semua barangnya di loker dan menguncinya.
"Van, anterin ya."
"Gak," tolak Revan cepat lalu berjalan keluar ruangan diikuti Tania.
"Van, lo jahat banget sih," ujar Tania yang hanya dibalas dehaman oleh Revan.
"Van, lo gak punya hati ya?" Mendengar kalimat tersebut, Revan dengan cepat menoleh. Lalu dengan gemas menyentil dahi Tania pelan.
"Berisik," ujar Revan lalu dengan langkah cepat meninggalkan Tania.
"Ihh, Van. Tungguin," kata Tania sedikit keras, lalu berlari mengejar Revan. Sialnya, di saat mereka sudah keluar dari tempat fitness itu menuju parkiran, Tania justru tersandung sebuah batu dan terjatuh. Ia memekik kesakitan hingga membuat Revan menoleh.
"Hati-hati, jatuh," ucap Revan.
"TELAT REVAN, GUE UDAH JATOH," teriak Tania kesal membuat Revan terkekeh pelan. Sebentar, apa tadi? Terkekeh? Terkekeh oleh Tania? Revan menggeleng pelan, sepertinya ia sudah mulai tak waras sekarang.
"Bantuin gue ihh, malah diem aja," ucap Tania. Revan menghela napas, dengan sedikit malas berbalik menghampiri Tania. Mengulurkan tangan yang hanya dibalas tatapan memelas Tania.
"Kaki gue sakit, Van. Gendong." Revan mendengus, merasa jika Tania hanya modus. Namun tak urung, dirinya tetap berjongkok, menyelipkan sebelah tangan diantara lutut lalu sebelahnya lagi di pinggang Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inesperado (End)
Teen Fiction{Sequel Keyra's Style} {BELUM DI REVISI} Revan kira kehidupan SMA nya akan tenang dan damai seperti yang sudah-sudah, namun siapa sangka Tania memutarbalikkan semuanya begitu saja. Pemuda kaku dan pendiam itu terpaksa berurusan dengan Tania si tukan...