19. Rumah Revan

172 56 51
                                    

Tania duduk bersila di atas kap mobilnya, menunggu Revan datang sedari tadi. Ia terus-menerus mengecek jam di pergelangan tangan, namun Revan tak kunjung kelihatan batang hidungnya, padahal lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Gadis cantik itu mendengus, masih menelisik sekeliling mencari keberadaan Revan. Ponsel di sakunya tiba-tiba mengalunkan sebuah lagu berjudul Domino milik Stray Kids.

"Kenapa?" tanya Tania setelah menggeser ikon hijau di layar.

"Revan gak masuk katanya, lagi sakit. Tadi adiknya nganter surat izin si Revan," jelas Indri dari balik ponsel.

Pupil itu dengan cepat melebar, spontan Tania melompat turun dari atas kap mobil. Ia berlari mengelilingi mobil berwarna merah tersebut lalu masuk dengan sedikit tergesa-gesa. "Sakit apa?"

"Gak dikasih tau sakitnya, Tan," sahut Indri.

"Thanks, gue cabut dulu." Tania mematikan panggilan secara sepihak, dengan cepat melaju melewati pagar yang hampir ditutup Pak Mamat-Satpam SMA Angkasa. Lelaki tua itu mengurut dada karena kelakuan Tania, untung saja tidak jantungan.

Kurang dari 15 menit, Tania telah tiba di depan pagar rumah Revan. Untung saja dulu sempat bertemu pemuda itu di minimarket dan mengikutinya, jika tidak maka Tania tak akan tau rumah sang pujaan hati.

Pagar besar itu terbuka sedikit lalu muncullah seorang satpam, Tania menurunkan kaca mobilnya. "Pak, Revan ada di dalam? Saya temennya, mau jenguk."

"Temen?" Pria paruh baya itu menatap Tania bingung. Tania mengangguk sedikit ragu, apa Revan tak pernah membawa temannya seorangpun ke rumah sehingga Satpam tersebut terheran-heran mendengar jawaban Tania.

"Oh, ya udah. Masuk aja, neng." Setelah menelisik penampilan Tania sebentar, Satpam tersebut akhirnya membuka pagar tersebut lebar-lebar, membiarkan Tania masuk dan memarkirkan mobil di dalam.

Tania menggigit bibir bawahnya gugup, sebelum akhirnya memutuskan untuk turun. Ia harap kehadirannya di sini tidak mengusik keluarga Revan, jangan sampai dia di usir calon mertua! Gadis itu berdeham beberapa kali, tenggorokannya tiba-tiba terasa begitu kering.

"Anjir ... ini kok gue grogi banget sih?" monolog Tania sembari memegang dada kirinya yang berdebar, kemudian mengatur napas guna menenangkan diri. Setelah dirasa siap, ia akhirnya memberanikan diri menekan bel rumah besar itu.

Pintu besar itu terbuka, menampilkan seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi. Tania tercengang sebentar, melihat pesona dan ketampanan pria tersebut yang tak surut walau sudah berumur. Sekarang Tania paham asal-usul ketampanan Revan.

"Nyari siapa?" tanya Reihan dengan nada lembut.

Aduh, Om. Saya lahirnya kecepatan deh kayaknya, harusnya saya jadi jodohnya om aja. Tania hanya bisa membatin kemudian berdeham, "saya mau jenguk Revan, Om."

Reihan terkejut mendengar ucapan Tania, ia menatap gadis di depannya speechless. Pria paruh baya itu tersenyum penuh arti, lalu membiarkan Tania masuk.

"Duduk dulu," kata Reihan mempersilahkan. Tania mengangguk, mendaratkan bokong di sofa empuk tersebut. Ia juga tak menyangka jika sifat Reihan sangat lembut dan ramah, berbanding terbalik dengan Revan.

"Mas, Ini dokumennya." Keyra berjalan cepat menuju keduanya tanpa memperhatikan, matanya terarah pada dokumen di tangan.

"Loh? Ini siapa?" tanya wanita itu kemudian setelah melihat kehadiran Tania.

Tania tersenyum canggung, kemudian bangkit dari sofa. "Saya Tania, Tante. Teman sekelas Revan."

Seperti Reihan tadi, Keyra sama terkejutnya. Ia menatap sang suami yang kini tersenyum penuh arti.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang