Tania berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada, matanya melirik kesana-kemari. Sudah cukup lama gadis itu berdiri diam di sana hingga membuat kakinya pegal, Tania akhirnya memutuskan untuk duduk di undakan tangga.
"Revan mana sih?" monolog Tania bertopang dagu. Ia sudah mengirim ratusan pesan dan puluhan panggilan agar pemuda itu menjemputnya kali ini, namun Tania sama sekali tak mendapat balasan apa-apa. Gadis itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, lalu menghela napas berat. Beralih menatap pakaian dan sepatu yang ia kenakan, padahal hari ini Tania ingin menunjukkan perubahan gaya pakaiannya pada Revan.
Tania hendak berbalik, memutuskan untuk pergi ke basement dan mengambil mobilnya. Namun pergerakan gadis itu terhenti begitu mendengar suara klakson dan sebuah mobil tak asing yang baru saja datang.
"Cowok emang suka gitu ya? Giliran si cewek udah mau nyerah, baru nyamperin," decak Tania.
Revan menurunkan kaca mobilnya, menyuruh Tania masuk lewat isyarat mata. Tania mendekat, tapi sama sekali tak berniat membuka pintu mobil. "Van, dimana-mana kalo jemput cewek ya harus disamperin! Bukain pintu mobil, lo mah gak ada manis-manisnya!"
"Ya udah, gue tinggal," ucap Revan. Tania tidak tahu saja, jika Revan harus putar balik hanya untuk menjemput gadis itu. Tadinya Revan sudah setengah perjalanan, namun pikirannya tertuju pada Tania dan tiba-tiba merasa tidak tega jika membiarkan gadis itu menunggu. Jadilah ia disini sekarang, menjemput gadis cerewet yang banyak mau itu.
"Ehh ... kurang asem!" Tania dengan kesal membuka pintu mobil. Ia mencebikkan bibir, dengan kasar memasang seatbelt. Revan menghela napas, butuh banyak kesabaran menghadapi sikap Tania. Belum pacaran aja udah kayak gini, gimana nanti? batin Revan resah.
Perjalanan keduanya hanya diisi kehampaan, tidak seorangpun yang membuka mulut. Revan tak masalah, lagipula ia tak suka banyak bicara. Tapi kelakuan gadis di sebelahnya ini membuat Revan memijit pelipis beberapa kali, mulut Tania memang tertutup rapat tapi tangan dan kaki gadis itu sama sekali tak bisa diam. Kelakuan Tania yang absurd ditambah rasa kesal membuat Revan harus meningkatkan kewaspadaan berkali-kali lipat.
Gerbang SMA Angkasa hampir tertutup rapat, untung saja Revan terkenal sebagai murid teladan di sekolah. Jadi, Pak Mamat akan dengan mudah memberi toleransi untuk membukakan gerbang lebih besar.
"Turun!" titah Revan setelah memarkirkan mobil. Tania mendelik, awalnya gadis itu berharap Revan akan minta maaf dan membukakan pintu untuknya. Salahkan dirinya yang berharap pada makhluk jantan berjiwa es batu itu, sudah tahu Revan kaku tapi masih berekspektasi tinggi.
Tania turun dengan membanting pintu mobil Revan, lalu berjalan terlebih dahulu dengan kaki menghentak kuat. "Gak peka! Ish ... Kok gue bisa suka sih sama modelan begitu? Padahal cowok yang ngejar-ngejar gue banyak."
Revan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Tania, lalu berlari kecil menyusul gadis itu. Aktivitas keduanya tak pernah lepas dari sorotan murid lain, pemuda paling susah didekati tengah berlari menyusul sang primadona tampaknya akan menjadi topik hangat hari ini.
"Gak usah ikutin gue!" ucap Tania begitu Revan telah berhasil mensejajarkan langkah. Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya bingung, lalu tersenyum tipis. "Kita satu kelas, Tania."
Tania meringis dalam hati, bisa-bisanya ia lupa tentang hal itu. Salahkan Revan yang membuat Tania kesal sehingga pikirannya kacau. "Y-ya ... pokoknya jangan ikutin gue! Lo cari jalan lain sana!"
"Biasanya juga lo yang ngikutin gue," ejek Revan lalu mempercepat langkah meninggalkan Tania.
"Kan ... kan ... REVAN NGESELIN BANGET!" teriak Tania. Revan diam-diam tersenyum senang, ternyata mengganggu Tania menyenangkan juga.
***
Ruangan yang sedari tadi senyap kini berubah bising ketika wanita paruh baya itu keluar, sebagian bersorak girang, ada juga yang menarik napas lega dan merebahkan kepala di atas meja. Tania mencebikkan bibir, kesal karena Revan yang sedari tadi tak memperhatikannya.
"Tan, bolos yuk. Males gue ntar pelajaran kimia," ajak Indri sembari menoleh ke belakang.
Tania menggeleng, bisa dijauhi Revan lagi dia jika ikutan bolos. Baru saja pemuda itu memberi Tania celah untuk masuk ke hatinya, jangan sampai kacau karena hal ini. "Gak deh, gue udah janji mau berubah."
"Segitunya, Tan? Demi Revan?" Sasha menatap takjub pada gadis di belakangnya tersebut, benar-benar sulit dipercaya Tania rela melakukan apa saja demi mendapatkan hati pemuda kaku itu.
"Kalo berubah lebih baik, kenapa enggak?"
Kedua sahabat Tania saling pandang, dengan kompak menggeleng-gelengkan kepala takjub lalu bertepuk tangan. "Luar biasa juga pelet si Revan," kekeh Indri.
Tania mendengus, kemudian memukul kepala Indri dengan buku tulis di hadapannya. "Sana pergi!"
"Astaga, Tan. Kasar banget jadi temen, unfriend kita ni." Indri mempoutkan bibir, sebelah tangannya terangkat mengelus kepala. Bisa-bisa tambah bodoh dirinya jika terus dipukul atau dijitak Tania.
"Kayak lo bisa aja unfriend sama Tania," ujar Sasha ikut menggeplak kepala Indri, membuat gadis dengan rambut cokelat dikuncir itu meringis sembari menatap sengit.
"Sakit woi! KDRT LO BERDUA!" amuk Indri. Ia mengepalkan kedua tangan, balas memukul Tania dan Sasha. Tidak mau kalah, ketiganya terus saling memukul satu sama lain.
"AH ... UDAHLAH! Gak ada habisnya ladenin kalian," kesal Tania pada akhirnya. Ia kemudian bangkit, beralih menghampiri Revan yang sedari tadi tampak sibuk dengan buku di tangan.
Gesekan kursi di sisi kirinya membuat pemuda jangkung itu menoleh, hanya sekilas lalu kembali pada dunianya. Tania menopang dagu menatap Revan, tersenyum lembut lalu merebahkan kepala ke atas meja. "Ambis banget sih, Van."
Revan menangkap sosok Tania dari ujung matanya, sama sekali tak menolehkan kepala. Dia tidak ambisius, yang Revan pelajari bukan buku pelajaran SMA tapi buku tentang kesehatan. Sudah menjadi rutinitas hariannya untuk membaca buku terkait hal tersebut, terutama mencari tahu hal-hal menyangkut penyakit sang adik.
"Van, lo gak tertarik lihat penampilan gue hari ini gitu? Dari tadi pagi gue udah berusaha caper loh," jujur Tania.
Revan tersenyum dalam diam, matanya masih terfokus pada tulisan-tulisan yang berjejer rapi tersebut. Melihat tak ada respon, Tania dengan kesal menarik buku di tangan Revan. "Aa mah ... Gue ngomong diabaikan mulu."
Mata tajam itu terfokus pada sosok cantik di depannya, tangan kekarnya terangkat mengacak gemas rambut Tania. Sang gadis mematung, pergerakan tiba-tiba Revan selalu membuatnya seperti kehilangan motorik gerak.
Tingkah keduanya tidak lepas dari pandangan seisi kelas. Tatapan tak percaya juga iri tertuju pada sepasang insan tersebut. Bisik-bisikan mulai terdengar, banyak yang tak menyangka dengan tindakan Revan.
Revan sudah tak peduli dengan semuanya, lagipula sejauh apapun dia menghindar, Tania akan terus mengejarnya. Pemuda itu menarik bangku yang Tania duduki mendekat, ia tersenyum miring lalu berbisik. "Calon pacar gue selalu cantik, apalagi kalo penampilannya kayak gini."
_to be continue_
guys ... wp kenapa ya?
pas udah di publish, kok tulisannya ttp draf😭tapi bab sebelumnya di kalian gimana? aman gak?
kalua ada problem dan ketidaknyamanan bisa langsung dm aku ya, kasih tau aku
KAMU SEDANG MEMBACA
Inesperado (End)
Teen Fiction{Sequel Keyra's Style} {BELUM DI REVISI} Revan kira kehidupan SMA nya akan tenang dan damai seperti yang sudah-sudah, namun siapa sangka Tania memutarbalikkan semuanya begitu saja. Pemuda kaku dan pendiam itu terpaksa berurusan dengan Tania si tukan...