Tania tersenyum sumringah sembari menoel-noel pipi Indri hingga membuat sahabatnya itu melontarkan tatapan sinis, sementara Sasha bergidik ngeri melihat perilaku Tania.
"Revan bisikin apa sampe lo sebahagia itu?" tanya Indri penasaran sembari menahan lengan Tania, sudah lelah dengan tingkah aneh gadis itu. Ia tak habis pikir dengan pikiran Tania, sudah berkali-kali Revan campakkan sebelumnya tapi masih tetap berharap. Lihatlah kelakuan sahabatnya itu sekarang, sudah seperti orang yang baru resmi berpacaran padahal Indri yakin bahwa Revan tak akan semudah itu menerima Tania.
"Dia udah mengakui gue sebagai CALON PACAR." Kondisi kantin yang ramai tak membuat gadis itu menahan suaranya, ia dengan keras menekan kata 'calon pacar' hingga membuat beberapa orang terdiam.
Sasha yang duduk di hadapan gadis itu berdiri dan melangkah mendekati Tania, ia mengangkat tangan kanan lalu meletakkan telapak tangan di dahi Tania. "Tan, halu lo makin parah deh kayaknya."
"Wah, kurang ajar. Gue gak bohong ya!" tegas Tania sembari menepis tangan Sasha.
Gadis kuncir kuda itu sedikit meringis, ia menatap Tania kesal namun hanya sesaat. Meski sering adu argumen atau mengejek Tania, nyali Sasha sering kali ciut menghadapi sahabatnya itu.
"Aum ... nah, mending makan," ujar Indri dengan senyum puas setelah menyuapi Tania dengan sesendok nasi goreng. Tania mendelik sebal, namun raut muka gadis itu seketika berubah senang mendapati sang pujaan hati tengah berdiri di depan sebuah kedai – tempat langganan Revan membeli roti dan air mineral.
"Aduh ... Ganteng banget calon imam. Masa depan gue terjamin cerah ini mah," gumam Tania sembari menopang dagu. Sasha meringis mendengar hal tersebut, sementara Indri hampir memuntahkan isi perutnya.
"BUCIN!" teriak keduanya kompak. Pertama kali melihat sikap Tania yang seperti ini membuat keduanya geli.
"Sewot amat, jomblo!"
"Dih!" Indri dan Sasha saling memandang satu sama lain, kemudian sekali lagi berteriak bersamaan, "GAK SADAR DIRI!"
Tania hendak menyumpal mulut kedua sahabatnya itu dengan tisu, namun sebuah suara keras membuat ia mengalihkan pandangan. Gadis itu membelalakkan matanya begitu melihat Revan terkapar dengan patahan bangku di sekelilingnya, sementara Bara berdiri dengan tatapan nyalang.
Revan bangkit, sedikit mengaduh memegangi perutnya yang tiba-tiba saja Bara tendang. "Maksud?"
"Lo harusnya paham maksud gue," balas Bara dengan gigi menggertak, tampak sangat marah.
Revan mengernyitkan dahi, ia bukan orang yang bisa menebak atau membaca pikiran orang lain. Lagipula ia sama sekali tak merasa memiliki masalah dengan Bara, lantas apa alasan pemuda itu yang tiba-tiba menghampiri Revan dan menendangnya?
"TANIA ITU PUNYA GUE!"
"APAAN! GILA LO YA, BAR. KITA GAK PERNAH ADA HUBUNGAN APA-APA," teriak Tania lantang sambil berjalan mendekati keduanya.
Revan menghela napas, hubungan percintaan memang rumit ya? ia jadi harus berpikir lagi apakah sudah benar membiarkan Tania semakin masuk ke hidupnya. "Terus kalo dia punya lo, apa hubungannya sama gue?"
"Lo pikir gue gak tau ka—"
"Bacot lu!" sela Tania sembari memukul Bara dengan sepatu, ia juga menendang pemuda itu beberapa kali. "Nah, enak kan?"
Bara mengaduh dan meminta ampun berulang kali, tapi Tania tampaknya tak peduli dan terus memukuli pemuda menyebalkan itu. Revan tersenyum tipis melihat pemandangan absurd di depannya, lalu menarik Tania untuk pergi dari tempat itu.
"Van, gue masih mau mukulin dia," ungkap Tania menolak untuk pergi. Revan mendengus, berakhir menggendong gadis itu di pundak bak karung beras. Sebelum guru BK datang dan sebelum Tania lepas kendali, gadis itu harus segera diamankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inesperado (End)
Teen Fiction{Sequel Keyra's Style} {BELUM DI REVISI} Revan kira kehidupan SMA nya akan tenang dan damai seperti yang sudah-sudah, namun siapa sangka Tania memutarbalikkan semuanya begitu saja. Pemuda kaku dan pendiam itu terpaksa berurusan dengan Tania si tukan...