Epilog

273 20 0
                                    

“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya penghulu begitu ijab kabul selesai diucapkan.

“SAH!” teriak para hadirin yang menyaksikan prosesi akad nikah tersebut, mereka bersorak gembira, ikut merasakan euphoria pernikahan itu.

Doa dipanjatkan, agar pernikahan tersebut dapat diberkahi dan menjadi keluarga yang bahagia. Pengantin perempuan mencium punggung tangan suaminya, lalu dibalas ciuman di kening. Keduanya tersenyum bahagia, saling menatap dengan perasaan hangat yang membuncah di dada. Akhirnya setelah cukup lama, mereka berhasil menaiki tangga hingga sampai ke pelaminan.

“Akhirnya si freak itu nikah juga,” ujar Sasha sembari berpura – pura mengusap pipi, padahal tidak ada sedikitpun air yang keluar dari pelupuk matanya.
Indri mengangguk setuju, merebahkan kepala di bahu Sasha, ikut mendramatisir keadaaan. “Kira – kira abis ini kita tetap bisa malakin dia gak ya?”

“Kita ancem aja pake aib nya,” usul Sasha. Benar – benar mereka ini, disaat seperti masih saja memikirkan uang. Padahal Sasha dan Indri bisa dibilang dari keluarga kaya, namun soal gratisan tetap maju paling depan.

“Emang lo berdua punya aibnya yang mana? kok gue gak tau?” Tania ikut bergabung, ciri – ciri perghibahan akan segera di mulai.

Sasha mengeluarkan ponselnya, membuka galeri. Ia menunjukkan foto dan video Riko yang tengah mengenakan dress merah muda selutut tanpa lengan. Wajah pemuda itu dirias dengan bedak yang tampak keputihan, pipi dan bibirnya merona. “Kemarin kita sempet ke rumah Bang Riko pas lo sama Revan hangout. Main game, dia kalah jadi begini.”

Tania hampir saja menyemburkan tawa andai saja Revan tidak cepat menutup mulutnya. Gadis itu kemudian meminta Sasha untuk mengirim foto dan video tersebut, lumayan untuk mengancam pemuda yang baru saja melangsungkan akad nikah itu. Mampus, kalo bininya tau kelakuan dia begini. Reaksinya gimana ya?

Tania terkikik sendiri karena berpikir akan mengerjai Riko nanti, membuat Revan yang ada di sebelahnya menghela napas. “Gak usah nakal, kasian Riko nya.”

“Ini tuh buat alat pertahanan, biar kalo dia ngelakuin hal aneh - aneh bisa gue ancem,” kata Tania.

“Jangan gitu, sayang,” ujar Revan lembut. Tania merasakan pipinya memanas, dadanya berdebar dan perutnya terasa tergelitik setiap kali Revan memanggilnya dengan sebutan seperti itu.

Tania menggeleng, tak mau menurut. “Sekali – kali, Aa Revan.”

Revan hanya bisa mendesah pasrah, Tania itu terlalu keras kepala sehingga sering kali dirinya yang harus selalu mengalah. Tapi meski begitu, Tania sudah tak se-egois dulu. Revan senang gadis itu banyak berubah dan selalu berusaha bersikap dewasa setiap kali mereka ada masalah. Komunikasi yang baik sangat diperlukan dalam sebuah hubungan, dan keduanya selalu mengusahakan itu sekarang.

Karena acara akad nikah telah selesai, para tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati hidangan. Yang hadir di sini hanya keluarga besar dan teman – teman dekat kedua pengantin. Resepsi akan dilangsungkan besok, barulah akan mengundang lebih banyak orang.

Mereka berempat menghampiri Riko dan istrinya yang kini telah duduk di kursi pelaminan. Meski belum resepsi, keduanya akan tetap duduk disana sampai tamu undangan benar – benar telah meninggalkan acara.

“Widih ... yang udah jadi suami orang,” kekeh Indri begitu sampai di depan kedua pengantin.

“Oh ya jelas, emang elo ... jomblo mulu,” ejek Riko.

“Wah, kurang ajar!” kesal Indri. Ia hendak memukul Riko, namun tentu saja yang lain tak akan membiarkan. Sasha dan Tania segera menahan gadis itu, sementara Riko berlindung di balik punggung Rania – istrinya.

Setelah semua tenang, mereka akhirnya mengucapkan selamat. Sedikit berbasa – basi sampai akhirnya memutuskan untuk pergi menyantap beberapa makanan. Revan setia di samping Tania, gadis itu mencicipi banyak makanan namun selalu saja tidak habis. Pada akhirnya Revan yang harus menghabiskannya, pemuda itu telah merangkap profesi, selain pacar juga sebagai tempat pembuangan makanan bagi Tania.

“Udah ahh, kenyang. Balik yuk,” ujar Tania. Revan menggeleng tak habis pikir, benar – benar pacarnya itu, sudah kenyang langsung mau pulang. Namun pemuda itu tetap saja menuruti, ia meminta Tania untuk ke parkiran terlebih dahulu. Sementara Revan akan berpamitan dengan yang lain, takutnya mereka akan kehilangan jika tidak memberitahu perihal kepulangan keduanya.

Revan memasuki mobilnya, mendapati Tania yang sudah tertidur lelap. Ia menggelengkan kepala, ada – ada saja perempuan itu. “Kenyang banget ya sampe ketiduran?” kekehnya.

Pemuda itu memasang seatbelt pada gadis itu, ia mengelus pipi Tania dengan lembut lalu mengecup kening gadis itu. “I love you.”

Mobil itu kemudian melaju membelah jalanan yang cukup ramai saat ini. Bersamaan dengan itu, memori – memori tentang dirinya dan Tania kembali ke ingatan. Revan tersenyum, sesekali melirik gadis yang tertidur lelap di kursi sebelahnya itu. Ia menarik tangan Tania untuk digenggam, merasakan kehangatan dari sela – sela jari mereka yang menyatu.

She fell first but he fell harder, nampaknya kalimat itu adalah gambaran jelas tentang keduanya. Revan tidak menyesal membiarkan Tania masuk ke hidupnya, ia bersyukur tidak jadi melepaskan gadis itu.
Meski saat ini hubungan keduanya belum sampai di tahap yang lebih serius, namun Revan tak akan membiarkan Tania pergi. Ia yakin mereka memang ditakdirkan bersama, jikalau tidak, Revan akan memaksa.

“Van, belum sampe?” Suara Tania mengalihkan pikiran pemuda itu.

“Sebentar lagi, lanjut tidur aja,” balas Revan. Ia mengelus kepala Tania dengan lembut, membuat gadis itu kembali memejamkan mata.

Tiba di apartemen Tania, Revan segera menggendong gadis itu menuju unitnya. Beberapa penghuni di sana tampak menyapa pemuda itu, sudah hapal dengan kehadiran Revan. Ia segera merebahkan Tania ke atas kasur besar, melepas sepatu hak tinggi gadis itu lalu menyelimutinya.
Sebelum memutuskan untuk pergi, ia terlebih dahulu mengelus puncak kepala Tania dan mencium dahi gadis itu. Namun Tania segera menahan tangannya begitu Revan berdiri tegak, sepertinya tak ingin pemuda itu pergi. “Sini aja,” pinta Tania.

“Gue rebahan di sofa depan aja,” balas Revan. Tania membuka matanya sembari menggeleng berulang kali, ia lalu merentangkan tangan meminta pelukan. Revan mendesah pelan, tapi akhirnya mengalah.
Revan merebahkan diri di samping Tania, keduanya saling mendekap hangat. “I love you, Van.”

Revan tersenyum mendengar kalimat cinta dari Tania, lalu semakin mengeratkan pelukannya. “I love you more.”

Tidak ada lagi rasa gengsi untuk menyatakan cinta diantara keduanya, Revan juga tak kaku lagi seperti di awal mereka menjalin hubungan. Perpisahan mereka kala itu telah memberi mereka banyak pelajaran untuk berubah menjadi lebih baik.

Kisah keduanya di tutup seperti ini, karena akhir bahagia dari kisah mereka adalah dengan saling memiliki. Tentang mereka yang saling mencintai dan tak ingin terpisah lagi.

“Makasih, makasih buat gak pergi kayak yang lain. Makasih udah bertahan dan nerima cewek nakal ini.”

“Makasih juga. Makasih karena udah mewarnai hidup gue. Makasih karena bersedia ngejar cowok kaku ini.”

_tamat_

sudah berakhir, sampai disini ya

maaf kalau endingnya gak sesuai ekspektasi

maaf karna cerita ini banyak kurangnya

dan terima kasih untuk kalian semua yang sudah baca dari awal sampai akhir

kalian baik sekali, aku sayang kalian

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang