7. Pacaran?

161 38 77
                                    

SMA Angkasa dihebohkan dengan dua orang insan yang berada di tengah lapangan. Hampir seluruh siswa berkumpul di sana membentuk lingkaran besar tanpa komando. Di pusat lingkaran itu sang pemuda tampak bersimpuh dengan satu buket bunga di tangan, serta seorang gadis yang berdiri angkuh sambil bersedekap dada.

"Tania, gue suka sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?" Bara menyatakan perasaannya, membuat riuh sorakan dan tepuk tangan menggema di tempat itu.

Sebagian orang di sana menahan napas menunggu Tania membuka suara. Sebagian lagi dengan penuh keyakinan memastikan jika Tania akan menerimanya seperti yang sudah-sudah.

"Sorry. tapi gue gak mau." Tania menatap remeh sang pemuda, jawaban gadis itu membuat semua orang terkejut bukan main. Pasalnya ini adalah kali pertama Tania menolak, entah kena angin apa. Desas-desus mulai terdengar, bisa dipastikan para murid di sana masing-masing tengah menyimpulkan alasan Tania menolak cinta Bara.

"Kenapa? Gue kurang apa, Tan? Gue ganteng, pinter, kaya, anak basket."

"Gue udah punya gebetan," kata Tania santai. Lapangan tersebut kini dipenuhi gelak tawa, cibiran, hingga sorakan.

Bara membulatkan mata terkejut, dengan cepat bangkit dari posisinya saat ini. Siapa pemuda yang berhasil membuat Tania menolak Bara? Biasanya gadis itu akan seenak jidat gonta-ganti pasangan atau memutuskan pacarnya yang lama demi pemuda yang baru. Kali ini benar-benar aneh. Seperti bukan Tania saja. "Siapa?"

"Lo mau tau?" Tania bertanya sambil tersenyum manis, lapangan yang dipenuhi siswa itu sontak bergemuruh. Sebagian diisi oleh siulan dan teriakan menggoda pada Tania yang baru saja melempar senyum andalannya. Gadis itu lalu merubah raut wajah, ia melotot menatap semua orang di sana.

"Siapa, Tan?" Bara semakin penasaran perihal pemuda yang sudah membuat Tania berubah.

Tania mendongakkan kepala, menatap seseorang yang berdiri di atas balkon lantai dua. Pemuda itu mengerutkan dahi, menatap Tania datar seperti biasa. Tania mengangkat tangan, melambai pada Revan dengan senyum lebar. Semua orang di sana mengikuti arah pandangan Tania, semakin menciptakan desas-desus tanpa ujung. Revan memutar bola mata malas, menyesal karena ikut melihat aksi Tania kali ini.

"HALO ... AA REVAN SAYANG." Revan mengumpat begitu teriakan itu Tania lontarkan.

"REVAN, SINI DONG! LO GAK CEMBURU APA LIAT GUE DITEMBAK COWOK LAIN?"

Revan menarik napas kasar lantas berbalik, memilih kembali ke kelas saja daripada harus berurusan dengan gadis gila itu. Sementara Tania menghentakkan kaki kesal begitu Revan tak menampakkan diri lagi. Ia hendak berlari, namun ditahan oleh Bara.

"Tan, gue gimana?" Bara menatapnya memelas.

"Lah? Bodo amat," ujar Tania sembari menepis tangan Bara lalu berlari menuju lantai dua. Sorakan dengan penuh kekecewaan terdengar begitu Tania meninggalkan lapangan, kerumunan mulai terurai. Beberapa pergi sambil berbisik, beberapa lagi menatap Bara kasihan. Sepertinya ini akan menjadi topik hangat di SMA Angkasa.

Setelah berlari cukup jauh, akhirnya Tania tiba di kelas. Ia dengan napas ngos-ngosan menuju bangku di samping Revan, kemudian duduk tanpa seizin pemuda itu. "Van ... A-aduh, kasih gue n-napas buatan d-dong."

Revan melirik Tania sekilas, kemudian melanjutkan permainan di ponsel. Ia sama sekali tak peduli, lagipula Tania tak akan mati di sini hanya karena berlari dari lantai satu.

"V-van ... G-gue sesak napas nih. Kalo gue pingsan, lo yang harus gendong ke UKS." Revan berdecih, dengan kasar meletakkan ponselnya ke atas meja. Baru saja ia menoleh, gadis itu tiba-tiba mencium pipinya. Revan mematung, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja Tania lakukan.

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang