“Udahlah, Tan. Dari kemarin lo murung mulu, bentar lagi gue yakin nih bakalan netes air matanya,” ujar Indri mulai lelah melihat kelakuan Tania yang terus bersedih karena putus dengan Revan. Ia dan Sasha sedari kemarin terus menemani Tania bahkan ikut menginap di apartemen gadis itu hanya untuk menghibur Tania dan tak ingin sahabatnya berbuat hal yang tidak – tidak.
Tania menggelengkan kepala lemah, membuat Sasha menghela napas berat. “Ini nih yang gue takutin. Lo jatuh terlalu dalam ke Revan sampai akhirnya sakit sendiri.”
“Terus gue harus gimana anjir? udah terlanjur cinta.” Tania menekuk wajah, ia juga tak mau hal ini terjadi.
Indri mengedikkan bahu tanda tak tahu, urusan percintaannya saja berantakan, bagaimana mau memberi gadis itu solusi. “Cari cowok lain aja lah, Tan.”
“Gak ada yang kayak Revan,” keluh Tania.
“Gak ada yang nyakitin lo sejauh apa yang dia perbuat maksud lo?” sindir Indri sembari tertawa mengejek. Dari awal ia sudah mengingatkan Tania untuk tidak menaruh hati pada pemuda manapun, ia lebih senang ketika gadis itu menjadi playgirl dan tak menye-menye seperti ini.
“Indri!” tegur Sasha. Ia melotot menatap gadis itu, Indri justru memperkeruh suasana saja. Harusnya dia memberikan solusi yang terbaik, bukan malah seperti ini. Kita tidak dapat menduga dan menentukan pada siapa hati akan berlabuh, termasuk Tania. Menghilangkan rasa kepada seseorang juga tak semudah yang dibayangkan, apalagi ini kali pertama gadis itu jatuh cinta. “Baikan aja kalo lo emang cinta. Bicarain semuanya baik – baik, di sini yang salah itu kalian berdua.”
“Lo harus turunin ego lo. Pikirin orang lain juga, jangan cuma diri sendiri. Revan waktu itu lagi kalut dan lo malah nambah masalah baru dengan nyari ribut kayak gitu,” terang Sasha.
“Gue gak nyari ribut, gue cuma ngungkapin perasaan gue,” kilah Tania.
“Tapi waktunya gak tepat, dongo!” omel Indri sembari memukul kepala sahabatnya itu pelan. Indri menggelengkan kepala tak habis pikir, anak kecil saja tahu jika yang dilakukan Tania itu salah, namun gadis itu saja yang memang sedari dulu tak pernah mau disalahkan.
Alis gadis itu mengkerut karena tak terima dikatakan demikian, “Gue i—“
“Lo salah, Tan. Gak usah ngelak. Turunin ego dan gengsi lo, abis itu minta maaf ke Revan. Gue yakin hubungan kalian masih bisa diperbaiki,” sela Sasha.
“Tapi dia udah gak mau sama gue,” tutur Tania. Tadi saja saat mereka bertiga datang ke pemakaman Larisa, Revan sama sekali tak peduli dengan kehadiran Tania bahkan untuk melirik pun enggan.
Tania tahu jika pemuda itu pasti sangat terpukul dengan kematian adiknya, namun ia juga kecewa dengan apa yang dikatakan Revan semalam kepadanya. Hatinya masih sakit saat mengingat hal itu, bagaimanapun ucapan Revan sangat keterlaluan untuknya.“Nah! Karena dia udah gak mau, mending lo cari cowok lain. Banyak yang ngantri noh di belakang,” usul Indri. Alis gadis itu naik turun, berusaha menghasut Tania untuk segera cari pengganti Revan. Indri itu sebelas – dua belas dengan Tania versi belum jatuh cinta dengan Revan, suka mencari keributan, pergi ke diskotik, dan gonta – ganti pasangan walau tidak separah Tania sih. Bedanya Indri tidak pernah memacari mereka, para pemuda itu sering kali hanya ia manfaatkan. Soal dunia malam, Indri lebih liar dibanding kedua sahabatnya itu. Sesuai perkataan Sasha, Indri sudah nyosor anak tetangga semasa sekolah dasar.
Sebuah cubitan mendarat indah di paha Indri, membuatnya meringis bukan main. Sasha – si pelaku menatapnya dengan tajam. Sudah bagus Tania berubah menjadi lebih baik dan tak mempermainkan orang lain lagi, malah dihasut untuk kembali berbuat hal demikian.
“SAKIT WOI! KIRA – KIRA DONG KALO NYUBIT!” jerit Indri. Mengelus pahanya yang memerah berulang kali, cubitan Sasha memang luar biasa, sepedas nyinyiran tetangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inesperado (End)
Teen Fiction{Sequel Keyra's Style} {BELUM DI REVISI} Revan kira kehidupan SMA nya akan tenang dan damai seperti yang sudah-sudah, namun siapa sangka Tania memutarbalikkan semuanya begitu saja. Pemuda kaku dan pendiam itu terpaksa berurusan dengan Tania si tukan...