27. Kasmaran

89 13 0
                                    

Sudah lebih dari seminggu sejak keduanya resmi berpacaran, namun SMA Angkasa tetap saja heboh melihat kedekatan Tania dan Revan, seperti sekarang contohnya. Revan turun dari mobilnya, disusul Tania yang keluar dari kursi penumpang sebelah pemuda itu. Meski Revan kaku dan sangat tidak romantis, namun hubungan keduanya bisa dibilang cukup baik.

"Ayo!" ajak Revan setelah melihat Tania yang tak bergerak dari sana.

"Gandeng," rengek Tania dengan satu tangan terulur, drama pagi ini pemirsa. Revan mendengus, gadis yang kini menjadi kekasihnya itu semakin hari semakin ada saja tingkahnya. Tania sering merengek ingin ini itu, sementara Revan adalah tipikal cowok kaku yang harus dipaksa terlebih dahulu baru menuruti keinginan Tania. Nasib berpacaran dengan orang yang kepribadiannya bertolak belakang, tiada hari tanpa debat.

"Gak. Ayo, gue males diliatin banyak orang."

"Makanya gandeng, gue gak mau jalan ke kelas kalau gak digandeng," kata Tania. Revan itu tidak punya inisiatif, ia tidak pandai memperlakukan perempuan dengan manis, jadi Tania harus merengek setiap saat jika ingin sesuatu seperti digandeng atau dipeluk.

"Gue tinggal kalo kayak gitu." Lihatkan? bukannya dibujuk, malah diancam seperti itu. Rasanya Tania ingin menendang pantat pemuda itu hingga berbunyi 'dug'.

"Aa Revan," rengek Tania sekali lagi. Revan menarik napas panjang, tidak akan ada habisnya jika seperti ini terus. Ia kemudian menghampiri gadis itu, sementara Tania tersenyum lebar karena merasa menang. Namun senyumnya segera tergantikan wajah masam ketika Revan memegang lengan baju Tania dengan jari telunjuk dan jempolnya lalu menarik gadis itu pelan seperti anak kucing.

"Aa Revan ihh ... Dikira gue penuh bakteri apa? maunya digandeng bukan ditarik kayak gini."

"Banyak mau," kata Revan sambil menyentil dahi kekasihnya itu, kemudian dengan sekali tarikan merengkuh pinggang Tania. Gadis itu tersenyum lebar, pipinya merona merah karena perlakuan Revan. Bisa ia dengar teriakan tertahan para siswi yang iri dengannya, Tania menatap mereka satu – persatu dengan melotot seperti mengisyaratkan bahwa Revan itu miliknya.

***

Tania dan kedua sahabatnya kini tengah berada di kantin, menikmati semangkok bakso dan segelas es teh manis. Suasana bising yang tercipta sama sekali tak mengganggu mereka, ketiganya asik berbincang dan bergurau.

"Gue sampe sekarang masih gak percaya sih kalau lo berhasil pacaran sama Revan, Tan," ujar Indri setelah menyeruput es teh manisnya. Ia menggeleng takjub, masih merasa mustahil dengan kenyataan tersebut.

"Tapi lebih gak percaya lagi karna lo juga jadi sebucin itu sama cowok," timpal Sasha. Keduanya jelas tahu bahwa Tania benar-benar telah jatuh cinta pada Revan, tidak main-main seperti kepada pemuda lainnya.

"Karma itu, soalnya suka mainin cowok sih. Semoga gak dibikin sakit hati aja sama si kanebo kering itu," kata Indri, Sasha mengangguk tanda setuju. Senakal-nakalnya mereka, dan seburuk-buruknya sifat mereka, keduanya sangat peduli pada Tania. Meski terlihat matre dan hanya memanfaatkan kekayaan Tania, namun mereka sebenarnya tulus padanya.

Tania berdecih, "gitu banget lo berdua. Gue yakin Revan beda dari yang lain."

"Ya kan gak ada yang tau kedepannya, Tan."

"Udah lah, gue mau nyusul Revan aja. Ngomong sama lo berdua malah bikin badmood," ujar Tania lantas bangkit dari sana, tak lupa ia meraih dua bungkus roti dan sebotol air mineral yang tadi dibelinya untuk Revan.

Baru saja ia melangkah keluar dari pintu kantin, seseorang mencegatnya. Tania berdecak kesal memandang pemuda di depannya, ia memutar bola mata malas. " Mau apa lo?"

"Mau nyapa cewek gue aja," kata Bara tersenyum miring. "Hai, sayang. Apa kabar?" sambungnya sembari hendak mencolek dagu Tania.

Tania segera menepis tangan pemuda itu, ia meludah di tempat. "Jijik, siapa yang lo sebut cewek lo? gue? hahaha ... najis!"

"Kok gitu sih sayang ngomongnya?"

"Najis, awas lo!" Tania mendorong tubuh Bara menjauh, dengan cepat berlari meninggalkan pemuda itu. Bisa gila dia kalau menghadapi laki-laki macam Bara, lebih baik ia segera mendatangi Revan yang saat ini pasti tengah berkutik dengan buku di perpustakaan.

Tania tersenyum begitu mendapati pemuda itu yang kini tengah duduk pada kursi panjang di pojok ruangan, segera di hampirinya sang kekasih. Diletakkannya roti dan air mineral di atas meja, membuat pemuda itu melirik sekilas. "Nih, gue beliin buat lo."

"Gue udah makan," balas Revan acuh, masih sibuk meneliti deretan huruf di atas kertas.

Tania mengerutkan dahinya, ia merasa tak melihat Revan ke kantin untuk makan atau sekedar membeli makanan. Seperti mengetahui isi pikiran Tania, Revan mengangkat sebuah tupperware dari sisi kanannya. Gadis itu membentuk huruf o dengan mulutnya, ia tak melihat benda persegi itu karena berada di balik tubuh Revan.

"Terus ini gimana? mubazir dong," kata Tania sembari mencebikkan bibir cemberut. Kalau tahu Revan bawa bekal, dia tak akan membeli kedua hal tersebut. Sementara pemuda itu hanya melirik sekilas lalu mengedikkan bahu acuh.

"Ish ... ya udah, gue aja yang makan." Tania meraih sebungkus roti di atas meja, rasa cokelat kesukaannya. Revan menoleh ke samping, tersenyum melihat Tania yang makan dengan lahap. Ia terkekeh pelan begitu selai cokelat di roti tersebut belepotan di mulut gadis itu.

"Mau?" tawar Tania dengan wajah lugu. Entah kenapa Tania yang seperti ini sangat menggemaskan dimata Revan, pemuda itu menggeleng kemudian beralih menyeka selai cokelat yang menempel di ujung bibir Tania.

Tania mencolek selai cokelat dari roti tersebut, sebuah ide gila muncul di benaknya secara tiba-tiba. Revan yang awalnya ingin kembali fokus membaca buku mengurungkan niatnya karena Tania yang dengan sengaja mengoleskan selai cokelat ke ujung hidungnya. Tania tertawa senang, sementara yang dijahili menatap gadis itu tajam.

"Ahahahaha ... Sini sini, gue bersihin," kata Tania terkekeh geli. Revan memajukan kepalanya hingga jarak wajah keduanya sangat dekat. Tania menelan ludah, matanya justru terfokus pada bibir pink alami milik pemuda itu. Ia menggeleng pelan, menghilangkan pikiran aneh dari otaknya. Diseka nya selai cokelat tersebut, lalu dengan gerakan kilat mengecup disana. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Revan membulatkan kedua mata, ia tahu jika Tania memang seberani itu, namun tetap saja mengagetkan. Ini juga bukan pertama kali Tania mencuri kecupan di wajahnya bahkan sebelum mereka berpacaran, meski tidak pernah menyentuh bibir pemuda itu, tapi Revan selalu was-was dibuatnya.

Revan menyentil dahi kekasihnya itu, "jangan kebiasaan!"

_to be continue_

guys bantuin share dan rekomendasiin cerita ini ya

makin banyak yg baca, makin semangat juga aku buat update

ayo temenan di IG

Inesperado (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang