Bab 19 : Rahasia (2)

199 16 0
                                    

Kirana memeriksa lengan Rayhan, tak ada goresan. Tapi, sungguh tak mungkin Rayhan mampu menahan nafsunya itu atau tidak mungkin kan jika Rayhan diam-diam melakukan hal itu.

Rayhan mengangkat salah satu ujung bibirnya. "Akhirnya, kamu paham. Emang gak bisa dibohongi ya?" Ujarnya.

Mata Kirana menyipit, mencoba mencerna maksud ucapan Rayhan barusan dengan senyuman yang lebih terlihat seperti seringaian itu. Ia melihat laki-laki itu yang menarik celananya ke atas.

Kirana mengerti ketika matanya menangkap garis seperti bekas sayatan di betis laki-laki. Ia terbelalak saat Rayhan menarik semakin ke atas.

Ada begitu banyak luka sayat. Bagaimana mungkin laki-laki itu dapat menahan rasa sakit dan menyembunyikan semua itu dari semua orang. Pantas saja ia selalu menggunakan celana panjang.

"Lo masih ngelakuin hal ini?" Gadis itu meringis, seakan-akan ia ikut merasakan.

Rayhan mengangguk. "Terutama saat kamu jauh Ran atau setelah aku buat kamu sedih."

Kirana membayangkan saat laki-laki itu menggores betisnya. Laki-laki di hadapannya berbahaya tapi ia rela menyakiti dirinya untuk tidak menyakiti orang lain.

Masokis? Sadomasokis? Apa Rayhan mengidap sindrom tersebut? Apa menyakiti secara fisik membuatnya bahagia? Apa dia menikmati semua siksaan ini? Rasanya, Kirana ingin menangis saat ini juga.

"Sesuka itu sama darah?" Tanya Kirana mencoba mengatur suaranya agar tidak bergetar karena menahan air mata. Ia penasaran apakah kelainan kejiwaan seperti psycho bisa disembuhkan?

Laki-laki dihadapannya kini mengelus pipi Kirana. "Ini bukan tentang darah, Ran. Ini tentang kepuasan, tapi kamu tenang aja karena semua ini gak sedalam rasa suka aku ke kamu. Tapi, pisauku mungkin suka berada di kulit kamu."

Kirana berdecih dan melepaskan tangan Rayhan dari wajahnya. Ia mulai menyentuh luka di betis laki-laki itu. Kemudian kembali meringis.

"Kamu bisa berhenti ngelakuin hal ini?" Pinta Kirana.

"I am trying, Ran." Jawab Rayhan sembari menyibak rambut Kirana.

Suara pagar terbuka lebar. Rayhan dengan cepat menarik celananya ke bawah, menutupi jejak luka di kakinya. Kirana mendapati ekspresi laki-laki itu yang berubah, wajahnya cemas dan ketakutan.

"Rayhan!" Panggil Bi Diah.

Rayhan masih diam. "Iya, Bi. Kita turun." Melihat tidak ada respon dari laki-laki itu, Kirana menyahut. "Ayo, turun! Gak usah khawatir, ada aku." Gadis itu mengulurkan tangannya.

Rayhan menatap Kirana, lalu meraih tangan itu dan turun ke lantai bawah. Di bawah terdapat dua orang wanita, satu sudah cukup berumur dan satu lagi, seumuran dengan mereka atau sedikit lebih muda. Mereka berdiri di depan pintu, terlihat menunggu orang lain.

Kirana sudah bisa menebak bahwa mereka adalah keluarga Rayhan. Sebelum dilihat keluarga laki-laki itu, Kirana melepaskan genggaman tangan mereka yang membuat laki-laki itu berdecak tidak suka.

Anak perempuan itu menoleh ke arah Kirana dan Rayhan. Awalnya dengan tatapan aneh tapi kemudian tersenyum. "Kak Rayhan." Sapanya, membuat wanita paruh baya di sebelahnya ikut menoleh.

Kirana langsung berjalan mendekati mereka berdua dan mencium tangan wanita paruh baya itu yang diyakini sebagai Ibu Rayhan dan perempuan disebelahnya hanya tersenyum manis.

"Ini pasti Sehan." Tebak Kirana seraya menyunggingkan bibirnya.

Perempuan itu mengangguk. "Kakak?"

"Kirana, panggil aja Ran." Jawab Kirana.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now