Part 37 : Caranya

175 10 0
                                    

Langkah kaki Kirana semakin cepat menuju pagar rumahnya kala telinganya mendengar suara orang yang sangat dikenalinya, memanggil namanya. Ia telah menunggu kehadiran sesosok itu sejak semalam. Namun, ia harus menahan diri karena tidak semua hal semudah membalikkan telapak tangan dan tidak semua hal bisa berjalan sesuai keinginannya.

Gadis itu membuka lebar pagar sebelum merengsek masuk ke dalam pelukan hangat sang tamu. "Kak, aku takut.." Lirihnya dengan tubuh yang gemetar karena menahan air mata.

"Aku ada di sini, Ran. Aku bakal jagain kamu." Ujar orang tersebut berusaha menenangkan Kirana.

Kirana mendongak dan matanya bertemu dengan manik hitam itu. "Dia juga bilang hal yang sama sebelumnya." Ia menggeleng, "Dito bilang dia bakal jagain aku tapi dia malah hampir celaka karena aku. Dia juga nyalahin aku. Dia marah sama aku."

"Ran, hei. Kita di dunia nyata, bukan di mimpi, oke?"

"Mimpi itu terlalu nyata, Kak!" Serunya, "dan aku gak mau Kak Rayhan berakhir seperti Dito!"

Lelaki yang tak lain adalah Rayhan itu merangkum wajah Kirana, diusapnya pipi gadis itu dengan lembut. "Senyata apapun mimpi itu, tetap aja objek di dalamnya semu."

"Dito-"

"Gak ada Dito atau siapa pun itu." Potong Rayhan. "Hanya ada Rayhan. Kamu hanya akan dan hanya boleh mencintai aku, paham?" Tak ada respon, "Ran..."

"Tapi, kamu mau pergi. Kamu mau ninggalin aku juga."

Rayhan mengembuskan napas lelah. "Kita masuk dulu. Gak enak, nanti dilihat tetangga." Katanya seraya menarik pelan tangan Kirana menuju teras. Lalu, Rayhan memarkirkan motornya di halaman rumah.

•••

Semalam, Kirana telah menceritakan apa yang terjadi dalam mimpinya dan Rayhan hanya bisa memberikan beberapa kalimat penenang agar gadis itu mau kembali terpejam. Rayhan tengah tertidur kala ponselnya berdering dan ia langsung mengangkatnya saat melihat nama Kirana di layar. Ia kira terjadi sesuatu, tapi meski terlihat sepele, bagi Rayhan mimpi itu cukup mempengaruhinya.

"Ibu sama Ayah kamu dimana?" Tanya Rayhan ketika merasakan rumah yang sepi.

"Ayah kerja kalau Ibu ke pasar." Jawab Kirana.

"Kamu gak sekolah?"

Kirana menggeleng, "sabtu udah gak ada pelajaran tambahan lagi, kan minggu depan udah ujian."

Rayhan mengangguk, paham. "Kamu udah mau ujian, lebih baik kamu fokus sama ujian. Jangan dipikirin lagi soal Dit dan mimpi-mimpi itu lagi, bisa?"

"Gak bisa." Kini, gadis itu menggelengkan kepala beberapa kali. "Aku takut." Ucapnya sambil menundukkan kepala.

"Hei.." Rayhan menangkup wajah Kirana dengan kedua tangannya dan sedikit mengangkatnya agar pandangan mereka bertemu. "Aku di sini. Aku selalu ada buat kamu."

"Untuk saat ini iya, kamu ada tapi gimana kalau mimpi itu kembali saat kamu pergi?" Tanyanya, "apa yang harus aku lakuin, Kak? Aku gak mungkin nyusul kamu ke London atau aku juga gak mungkin cerita ke Ayah sama Ibu soal ini."

"Yang perlu kamu lakuin adalah letakkin telapak tangan di dada kamu dan rasain keberadaan aku."

Air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Kirana. Ia tidak bisa lagi menahan diri. Ia benci rasa ini. Semuanya terasa tiba-tiba. Satu hari, dia begitu membenci Rayhan hingga ingin membunuhnya. Namun, esoknya, dia begitu memuja lelaki itu sehingga rela mati karena perlakuannya. Apa yang terjadi padanya?

"Ran..." panggil Rayhan, "jangan nangis."

Tanpa menjawab, Kirana menatap manik gelap itu berusaha menyimpan rapat-rapat kenangan ini yang ia harap dapat membantunya tenang jika mimpinya kembali berulah.

The Endless MomentWhere stories live. Discover now