Part 50

76 3 0
                                    

Di tengah hiruk pikuk dunia, manusia harus sesekali menenangkan diri dan pergi menyenangkan diri, seperti pergi mendaki, berbelanja, berteriak di tempat karaoke atau bahkan meditasi di kamar sendirian. Semuanya tergantung dengan kepribadian yang dimiliki karena pada dasarnya, setiap individu itu unik dengan keistimewaan masing-masing. Hanya saja terkadang, kita tidak menyadari keunikan tersebut.

Hal yang sama dilakukan oleh Kirana. Setiap satu bulan sekali ia akan melegakan dahaganya atas kebutuhan bersenang-senang. Seperti hari ini, ia memutuskan pergi ke sebuah pusat perbelanjaan dan membeli beberapa barang yang telah lama ia inginkan. Dia harus tetap waras agar ia bisa menyelesaikan misteri hidupnya dengan baik. Padahal dia bisa saja mendesak Rayhan untuk menjelaskan, tapi dia ingin melakukannya sendirian agar tidak dibohongi.

Walaupun terkadang Kirana merasa jika Rayhan telah berubah sepenuhnya, tetapi tak jarang juga ia menemukan sorot mata berbahaya di manik hitam itu. Lelaki yang dikenalnya sekarang tidak lagi suka mengancam, hanya beberapa kali saja dan sudah dua bulanan ini benar-benar tak ada kalimat ancaman yang terlontar untuk dirinya. Malah, Rayhan lebih suka menasihatinya dan bisa dijadikan teman curhat paling handal.

Perubahan pada diri Rayhan membuat Kirana tak bisa menjauh. Dia terlalu nyaman meski harus dikelilingi berbagai misteri. Setidaknya dia akan aman karena Rayhan pasti akan melindunginya. Rayhan sekarang adalah Rayhan dalam versi terbaik. Namun, dia harus tetap berhati-hati dan tidak bisa meletakkan sepenuhnya kepercayaannya.

Seolah semesta bisa mendengarnya, Kirana tertegun saat matanya memandang dua objek di dalam sebuah restoran yang ada di mall. Dia tidak mungkin salah mengenali orang yang hampir setiap hari ia temui. Orang itu adalah Rayhan dan orang yang menjadi lawan bicaranya adalah perempuan yang dilihatnya kemarin bersama Rio.

"Sejak kapan Rayhan mengenal perempuan itu? Apa Rayhan terlibat dalam putusnya hubungan Rio dan Vinka? Apakah- Ah sial!" Gadis itu memejamkan mata mencoba mengusir berbagai pertanyaan yang terangkai di otaknya.

Untuk saat ini, ia sangat kecewa. Kekecewaan itu semakin bertambah saat dia meraih ponsel dan menghubungi Rayhan, tetapi lelaki itu sengaja mengabaikannya setelah melihat nama penerima di ponselnya. Kirana membenci drama ini!

Gadis itu mencari nomor lain dan menghubungi seseorang yang harus menjelaskan segalanya. "Halo? Kita ketemuan sekarang. Lo yang nentuin tempat."

Setelah mendapatkan pesan yang berisikan alamat pertemuan mereka, Kirana langsung menuju basemen dan mengendarai motornya ke sana. Dia takkan menunggu lama. Dia juga takkan mau dibodohi lagi.

•••

"Lo tahu sesuatu kan?" Tukas Kirana langsung saat ia menemukan meja dimana orang yang tadi dihubunginya berada.

"Lo mending duduk dulu, Ran."

"Jangan basa-basi lagi, Rio."

Orang yang ditemui Kirana adalah Rio. Lelaki itu tampak mengusap wajahnya dan terlihat lelah. "Soal apa lagi kali ini?" Tanyanya.

"Perempuan yang sama lo kemarin. Dia siapa?"

"Ran, gue udah bilang gue sama Vinka-"

"Ini gak ada hubungannya sama Vinka. Gue beneran tanya, siapa dia? Dia bukan sebatas pacar lo kan?"

"Dia cuma orang biasa. Dia gak ada sangkut pautnya sama permasalahan ini."

"Tapi, gue lihat dia sama Rayhan hari ini!" Seru Kirana. "Lo mau ngelak gimana lagi?"

"Mungkin cuma kebetulan mereka kenal. Gue gak tahu."

"Rio!" Kirana menekan suaranya.

"Lo tahu," wajah Rio kini sepenuhnya menghadap Kirana. Lelaki itu menatap wajah gadis di depannya tajam, meski gestur tubuhnya menampakkan kemuakan. "Lo gak seharusnya terlibat dalam masalah ini, Ran."

"Apa maksud lo?"

"Semakin lo tahu, semakin lo gak akan mempercayai orang di sekitar lo. Jadi, lebih baik lo berhenti sampai di sini."

Kirana menggeleng. "Gue gak akan berhenti. Lo gak tahu gimana rasanya jadi gue. Gue dipaksa ikut dalam alur cerita ini. Gue," ia menatap penuh permohonan, "kasus Adit dan Martino itu berhubungan sama gue kan?"

"Kenapa dengan Martino?"

"Gak usah pura-pura gak tahu, Rio. Lo tahu persis kan kejadiannya?"

"Gue gak tahu apa-apa." Kata Rio mengelak, lalu lelaki itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Jam istirahat udah hampir habis. Gue duluan."

"Gue lihat lo nemuin Martino di bangsal."

The Endless MomentWhere stories live. Discover now