Part 35 : SATURDATE

181 10 0
                                    

Baru empat hari berlalu sejak Rayhan mengunjunginya, tapi Kirana sudah merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Selama empat hari itu, Rayhan benar-benar menghilang tanpa kabar dan Kirana tidak mencoba menanyakan kabar laki-laki itu.

Namun, sepertinya ia tidak bisa menahan diri lagi. Ia seolah tidak bisa hidup tanpa menatap layar ponselnya satu menit saja demi menunggu pesan atau panggilan dari Rayhan.

"Kalau rindu, chat aja, Ran." Ujar Vinka memberi saran.

"Tapi, nanti gue ganggu, gimana?"

"Ran, gue yakin kalau ini semua gak mudah bagi Kak Rayhan. Gue yakin kalau dia juga dilema. Dia mau hubungin lo tapi dia takut lo berpikir kalau usahanya gagal." Tutur Vinka. "Jadi yang pertama bukan berarti nurunin harga diri. Turunin gengsi sedikit biar hati tenang."

Kirana memeluk lengan Vinka dan menyandarkan tubuhnya pada sahabatnya itu. "Lo benar, Vin. Lagian nanti lo bakal nahan rindu lebih besar dari gue kalau Kak Rio diterima jadi polisi kan ya? Dia bakal pendidikan cukup lama. Kalau gengsi mana bisa bertahan ya gak?"

"Tuh lo tahu. Lagian, ini karena masih awal nyobain ldr. Minggu depan kita udah sibuk ujian praktek pasti perlahan kamu bakal biasa aja." Nasihat Vinka. "Udah hubungin sana sebelum lo nyesal waktu dia pergi beneran." Nasihat Vinka.

Vinka memang mengetahui tentang Rayhan yang akan berobat di luar negeri.  Namun, gadis itu tidak tahu jenis penyakit seperti apa yang diidap Rayhan. Dia hanya tahu kalau kekasih sahabatnya itu membutuhkan penanganan serius. Baik Kirana maupun Rio, tidak memberikan penjelasan lebih. Mereka kompak menutupi kasus Rayhan.

∆∆∆

Sesuai instruksi Vinka, Kirana benar-benar mengirimi Rayhan pesan. Tapi, ia melakukan itu setelah sepulang sekolah karena tadi ketika hendak mengetik pesan, gurunya telah duduk di meja guru. Jadi, ia menunda niatnya.

Hai, Kak!

Butuh waktu hampir satu jam bagi Kirana untuk mendapatkan balasan dari Rayhan. Lelaki itu sepertinya sudah pandai menyibukkan diri agar tidak terfokus pada Kirana.

Hai!

Tanpa ingin menunjukkan sikap jual mahal, Kirana langsung membalas pesan tersebut.

Aku tahu ini kedengarannya lebay, tapi aku cuma mau jujur. Ternyata, saat tanpa kamu itu kayak ada yang hilang di hidup aku.

Aku juga.

Saat menerima balasan itu, Kirana langsung berteriak kencang. Ia tidak dapat menyembunyikan euforia dalam dirinya.

Mau dengar suara Kakak.

Aku telepon, boleh?

Mau lihat Kakak.

Mau vidcall?

Kirana tertawa membaca reaksi Rayhan. Lelaki itu terlalu kaku.

Mau ketemu Kakak.

Belum bisa. Sabtu ini aja gimana?

Kalau minggu?

Bisa.

Kalau dua-duanya?

Centang dua. Tapi tak ada balasan dari Rayhan. Kirana mengerucutkan bibir tapi bibirnya langsung terbuka saat sedetik kemudian, nama Rayhan muncul di layarnya. Laki-laki itu melakukan panggilan video.

"Hai, Ran!" Sapa Rayhan. Kirana menutupi wajahnya dengan selimut karena merasa malu. "Jangan ditutup! Katanya mau lihat aku."

"Malu!"

The Endless MomentWhere stories live. Discover now