Hai-hai!
Selamat merayakan idul fitri bagi kalian yang merayakan! Maaf ya baru bisa upload lagi, tapi udah dipastikan bagian kali ini cukup panjang dibandingkan biasanya. Semoga kalian bisa bantu Kirana tahan Rayhan pergi yaaaa!■■■
Sandiwara dan perpisahan adalah dua kata yang menyakitkan. Mengapa orang bersandiwara jika pada akhirnya akan mengatakan perpisahan? Mengapa orang bersikap baik-baik saja jika pada akhirnya ia tak akan tinggal?
Dunia ini terlalu penuh sandiwara sehingga ketika dia pergi, banyak pihak yang menerka-nerka, apakah dia hanya bersandiwara untuk meyakinkan penonton bahwa dia pergi untuk kembali ataukah dia benar-benar menghilang dan takkan kembali?
Kalimat Rio siang itu terngiang-ngiang di kepala Kirana. Ia terus mencari makna dari kalimat sahabat Rayhan itu. Apakah mungkin Rayhan bersandiwara padanya selama ini? Apakah mungkin setelah kesakitan yang dialaminya, Rayhan hanya menjadikan dirinya tontonan semata? Sayangnya, beribu kali dipikirkan, beribu kali pula kepala Kirana hampir meledak karena tak menemukan hasilnya, yang malah membuat emosinya semakin panas.
Gadis itu meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana.
Kak, kamu cinta aku gak?
Ia menggeleng, merasa pertanyaannya aneh dan memaksa. Jadi, Kirana memutuskan untuk menghapusnya dan mengetikkan pesan lainnya.
Kamu pura-pura perhatian ya sama aku?
Memangnya kapan Rayhan perhatian terhadap dirinya? Setahunya, lelaki itu bersikap sesuka hati. Jika marah, maka ia akan marah. Jika senang, ya beberapa kali Kirana memang mendapatkan perhatian.
Lagi, dihapusnya lagi pesan itu dan mengetikkan pesan lainnya hingga beberapa kali yang berujung ia frustasi karena pemikirannya sendiri.
"Ah! Gue harus apa, ya Tuhan!" Erangnya.
Remaja itu memejamkan mata untuk beberapa saat sebelum kembali membukanya dan memantapkan hati.
Kamu serius kan Ray sama aku?
Tak ingin semakin overthinking, Kirana memutuskan menonaktifkan ponselnya dan beristirahat usai mengirimkan pesan tersebut.
•••
Lebih dari tiga jam bagi Kirana untuk kembali mengaktifkan ponselnya. Usai bangun tidur, bukannya merasa lebih baik, gadis itu malah dilanda rasa penasaran hebat. Ia terburu-buru mencari ponselnya dan saat benda datar itu menyala, ia membuka aplikasi pesan. Namun, perasaan kecewa menyerangnya kala tak menemukan balasan apapun dari Rayhan.
"Artinya, gue gak sepenting itu ya kan?" Tanyanya pada diri sendiri.
Remaja itu sudah menahan diri untuk tidak menangis, tetapi semua sia-sia saat sebulir air mata berhasil lolos dari pelupuk matanya. Ia membenci dirinya sendiri yang terlalu berharap pada lelaki yang jelas-jelas telah menyakitinya. Kirana tersesat dan tidak tahu jalan pulang untuk kembali menjadi dirinya yang dulu.
Malam menyapa dan bahkan kini, hari telah berganti tapi tak ada satu pun respon dari Rayhan. Daripada larut dalam kesedihan, Kirana memilih untuk bersiap dan berangkat ke sekolah.
"Bu, Ayah udah berangkat?" Tanya Kirana sebelum mulai menyuap sarapannya.
"Udah, baru aja. Ibu gak tahu kalau kamu mau sekolah. Kirain libur."
"Hm, ya udah. Nanti aku naik angkot aja deh di depan."
"Naik ojek aja, Kira." Saran Ibu Kirana, "nanti telat loh."
YOU ARE READING
The Endless Moment
FantasíaMimpi itu membuat Kirana terlalu ambisius untuk mencari seseorang yang mungkin akan menjadi takdirnya. Tapi, siapakah lelaki yang ada di dalam mimpinya itu?