Part 26 : Torture (2)

172 14 0
                                    

Hai-hai!

Terima kasih sudah bersedia menunggu cerita ini update dan terima kasih juga buat kalian yang baru mulai baca.

Saya selaku author meminta maaf karena lama update karena sibuk. Tapi, berhubung udah musim libur, saya usahain untuk sering update. Sebagai bonus, hari ini saya update 2 part terbaru. Xixi, Love~yaaa. Semoga betah suka.♡

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

"Mencoba kabur, Sayang?" Tanya Rayhan sembari memainkan kunci di tangannya.

Melihat itu, Kirana semakin terisak saat Rayhan melangkah mendekatinya dan mendorongnya dengan keras ke arah pintu.

Rayhan mencengkeram leher Kiran, "Kamu gak mau jadi milik aku? Hah!? Kenapa coba kabur? Ini kan salah kamu, terlalu cantik, tebar pesona." Hardik Rayhan. "Jangan-jangan kamu di belakang aku udah lebih dulu disentuh dia. Jawab!"

Air mata terus meluncur bebas dari mata Kirana dan dadanya mulai nyeri, sesak. Ia hampir kehabisan napas tapi Rayhan segera melepaskan cengkeramannya yang membuat gadis itu terbatuk-batuk. Rayhan mengelus kepala Kirana dengan sayang, "jangan kabur. Aku gak akan ninggalin kamu." Bisik Rayhan yang terdengar menyeramkan di telinga Kirana.

Kirana mengambil napas dalam, menatap laki-laki dihadapannya. Ia teringat ucapan laki-laki itu, di saat dia kumat. Senyumnya lah yang bisa menghentikan sifat iblis itu. Ia mencoba tersenyum tapi sulit. Orang mana yang bisa berakting dan mengeluarkan senyum di tengah situasi seperti ini. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada kunci di saku Rayhan.

Gadis itu melingkarkan tangannya di leher Rayhan, membuat laki-laki itu tersenyum. "Nah gitu." Ia membiarkan laki-laki itu membenamkan diri di tengkuk lehernya, menghirup aroma rambutnya. Sementara tangannya meraba ke saku celana Rayhan tapi sepertinya laki-laki itu sadar dan merenggut rambut Kirana.

"Lo coba kabur? Kenapa? Mau ninggalin gue juga kayak yang lain?" Seru Rayhan, ia menghela nafas panjang, "harus dihukum, harus!" Gumamnya tegas. Lelaki itu merogoh sesuatu di sakunya dan mengeluarkannya sebuah pisau kecil.

Kirana meringis kesakitan, "Han, please. Jangan gini. Sadar!! Kamu tahu apa yang kamu pegang kan? Aku mohon jangan sakitin aku."

Rayhan tersenyum sinis, dia jelas tahu "ini pisau. Dia udah lama suka sama kamu karena dia sayang, jadi gak mau sentuh kamu." Kirana terisak, "tapi, hari ini dia udah gak kuat. Kamu sih nakal. Kamu kelewatan, Kirana." Geram Rayhan.

Digenggamnya tangan Kirana, sementara gadis itu hanya menutup mata dan menangis, membiarkan pisau itu menggores tangannya perlahan. Rayhan tertawa kemudian menciumi bekas sayatan di tangan Kirana. Dibiarkan bercak darah itu menempel pada bibir dan hidungnya.

"Kamu udah berbuat kesalahan besar, Han. Bunuh aku, bunuh!!" Seru Kirana, "kalaupun aku masih hidup habis ini, aku gak akan pernah mau ngeliat kamu selamanya."

Rayhan menghentikan tindakannya dan menatap gadis itu sedih, "kok kamu ngomong gitu?"

Kirana menampar pipi Rayhan berulang kali, "sadar!!!!!" Seru Kirana, "bunuh, Han bunuh aja aku daripada harus disiksa gini. Aku lebih memilih mati daripada hidup sama iblis kayak kamu."

Tubuh Kirana melemah, darahnya semakin banyak yang keluar akibat sayatan yang laki-laki itu buat. Ia perlahan duduk, diikuti oleh Rayhan yang memeluk gadis itu.

Kini, perasaan menyesal mulai memenuhi diri Rayhan. Perlahan, ia mulai menitikkan air mata, "maaf, Ran." Hanya kata itu yang mampu diucapkannya.

Rayhan mengangkat gadis itu ke atas ranjang, kemudian turun ke bawah mengambil kotak p3k. Tak disangka, Bi Diah dan Sehan yang baru saja tiba, melihat bercak darah di baju Rayhan. Perasaan curiga semakin membesar kala lelaki itu berlari tergesa-gesa ke atas.

"Han, itu darah siapa di baju kamu? Ada apa?" Tanya Bi Diah panik. Namun, Rayhan tak menghiraukannya.

Tidak mendengar jawaban apapun, mereka berdua memilih mengikuti Rayhan karena sudah menduga hal yang tidak diinginkan terjadi.

Di kamar itu, Rayhan dengan cepat membersihkan luka Kirana dengan air, mengobatinya dan membalut luka itu untuk mencegah pendarahan.

Sementara di depan pintu, Bi Diah dan Sehan terdiam, air mata ikut mengalir di pipi dua perempuan beda generasi itu. Bi Diah dengan cepat membantu Rayhan membalut. Sedangkan Sehan mengambil ponsel di sakunya. Dengan sedikit terisak, ia menelpon Mama dan Papanya.

"Ma, pulang." Pinta Sehan dengan suara bergetar.

"Kenapa? Nenek kamu masih sakit, Han. Lusa mungkin Mama pulang."

"Disini ada yang lebih sakit, Ma."

"Siapa, Sehan?! Siapa?" Suara Ibunya terdengar panik di seberang sana.

"Kak Ray kumat, Ma. Dia ngelukain Kak Kirana." Ucapnya. "Ta-tangan Kak Kirana ber-berdarah. Ada banyak darah, Ma."

"Astaghfirullah, Mama sama Papa satu jam-an lagi sampe."

Jarak antara rumah Rayhan dan neneknya jauh, bahkan bisa mencapai dua jam. Neneknya tinggal di daerah tapi tidak terlalu jauh dari kota. Yang berarti Mama dan Papanya akan mengebut.

◇◇◇

Kirana merasa sangat lemah, matanya menutup perlahan. Namun, tidak mungkin jika dibawa ke rumah sakit, apa yang akan dikatakan kepada dokter dan kepada orang tua Kirana?

Rayhan menepuk-nepuk pipi gadis itu tapi matanya masih belum mau terbuka. Bi Diah khawatir, bagaimana jika Kirana kehabisan darah? Tapi, belum terlambat bukan? Bi Diah turun ke bawah, mengambil air hangat kemudian keliling sekitar, mencari bayam untuk menambah tenaga gadis itu. Ia hanya berharap jika Tuhan memberinya dan keluarga ini kesempatan.

Sehan membeku melihat Kirana yang terbaring lemah lalu menatap Rayhan penuh kebencian. "Semua salah lo! Kalau lo sayang harusnya lo bisa nahan, Kak. Kenapa?" Ujar Sehan.

Rayhan balik menatap Sehan, "lo pikir gue gak coba tahan. Lo pikir gue mau kek gini!"

Sehan menghela nafas panjang, "kalau sampe ada apa-apa sama Kak Kirana, gue gak bakal maafin lo seumur hidup gue dan lo bukan Kakak gue lagi." Ancam Sehan.

Rayhan mengelus pipi Kirana. Air matanya mengalir melihat gadis yang ia cintai terbujur kaku. "Aku emang gak pantes buat kamu, Ran." Lirihnya. Rayhan memukul-mukul kepalanya

Adiknya hanya memperhatikan dengan tatapan tidak peduli dengan kelakuan Kakaknya yang memang begitu setiap kali ia kumat. Tapi, ketika laki-laki di hadapannya ini mengeluarkan pisau hendak membuat goresan baru di tubuhnya, Sehan langsung menampar Rayhan yang membuat pisau di tangan Rayhan terjatuh. "Lo pikir dengan lo ikut ngelukain diri sendiri, lo bakal bernasib sama? Lo pikir ini Romeo Juliet apa?" Hardik Sehan, marah.

Rayhan kembali menitikkan air mata, "gue bodoh."

"Emang," timpal Sehan, "cuma cowok bodoh yang gak mau ngalah demi cewek se-perfect Kak Kirana. Dia udah ngorbanin hidupnya cuma demi orang kek lo."

Rayhan menatap Kirana, ia harusnya sadar bahwa yang berjuang bukan hanya dirinya tapi gadis itu juga berjuang untuk mencoba mencintai laki-laki dengan gangguan jiwa dan posesif sepertinya.

Tuhan, selamatkan Kirana!

The Endless MomentWhere stories live. Discover now